Topic
Home / Arsip Kata Kunci: agama (halaman 2)

Arsip Kata Kunci: agama

Romantisme Agama dan Semunya Rasionalitas

Sejatinya agama bukanlah sebuah konstetansi siapa benar, siapa salah. Tapi, soal rasa junjung akan kebenaran ilahiyat yang telah menjadi visi yang diemban para pengutus-Nya. Agama bukanlah masalah keromantisan ayat-ayat tentang surga dan hiruk-pikuk neraka yang dijadikan sabda politik kepentingan. Agama seharusnya menjadi visi semesta demi kesejahteraan masyarakat. Bukan seperti tafsiran syair Abu Nawas,” aku tak layak di surga-Mu, aku juga tak mampu menahan api neraka-Mu”. Olehnya itu, agama bukan dimaknai seperti memparafrasakan gurindam atau segala jenis karya seni. Agama itu diyakini dalam hati, dilisankan untuk disampaikan dan diamalkan sebagai buah kefahaman, itulah Iman sebagai pondasi keberagamaan. Laksana sayatan pedang di tengah perang, setajam pena dalam lembaran suhuf-suhuf.

Baca selengkapnya »

Agar Toleransi Tidak Salah Kaprah

Dengan demikian umat Islam harus bersikap tegas dalam bersikap sehingga umat agama lain memahaminya dan tidak menuduh Islam intoleran gara-gara melaksanakan syariat Islam. Malah umat non Islam yang intoleran jika menghalang-halangi umat Islam menerapkan perintah agamanya. Sehingga gerakan liberalisme yang mengatakan bahwa semua agama adalah benar, maka kemudian dilakukan dialog antar umat beragama untuk mencari titik kesamaannya maka jelaslah bahwa tindakan ini tidak dibenarkan karena secara aqidah, Islam sudah berbeda dengan agama lainnya dan hanya Islam yang benar.

Baca selengkapnya »

Problematika Agama

Mulai hancurnya eksistensi agama di Barat terjadi ketika otoritas keagamaan jatuh dan digantikan oleh para filosof dan saintis. Teriakan Nietzche “God is dead” adalah contoh jelas yang membuktikan kebingungan seorang filosof terhadap agama. Ia tidak memiliki pemahaman apapun tentang agama malah seenaknya berbicara tentang Tuhan dan agama.

Baca selengkapnya »

Jangan Korbankan Agamamu

Suatu ketika saya jalan-jalan menyusuri sebuah perkampungan di pinggiran kota Solo, ternyata masih ada juga daerah yang hidup di bawah garis kemiskinan. Ingin rasanya saya membantu mereka tapi apa daya saya belum bisa. Tidak sengaja saya bertemu dengan seorang tukang jamu keliling dengan sepeda ontel. Panjang lebar saya bercerita tentang kisah keluarga yang rela menjual agama dengan sekardus mie instan. Saya bertanya kepada pedagang itu. Bagaimana jika ibu dicukupi kebutuhan hidup sehari-hari, tapi ada syaratnya harus pindah agama? Tanya saya. Dengan jelas dan tegas Ibu tersebut menjawabnya. Meskipun saya hidup menderita, harus banting tulang dalam bekerja, tapi saya tetap istiqomah di dalam beragama Islam, jawab Ibu tersebut. Saya salut mendengar jawaban ibu tersebut. Suatu prinsip hidup yang harus dipegang teguh sampai akhir hayat. Memang, tidak bisa dibohongi bahwa sebuah kemiskinan dekat dengan kekufuran. Tapi, ada juga kekayaan yang melimpah ruah bisa dekat dengan kekufuran.

Baca selengkapnya »

Di Manakah Engkau Wahai Penggenap Separuh Agamaku

Aku tahu sebagai wanita seharusnya menunggu, tentu akan sabar aku menunggu. Karenanya tak pernah ku cari dirimu, meski tak jarang pertanyaan itu mengusik bathinku, “Dimanakah engkau wahai penggenap separu agamaku”. Apakah engkau masih mempersiapkan bekal menjadi imam yang akan menuntun keluargamu menuju Raudhatul Jannah..? Jika iya, maka teruskanlah. Semoga aku juga mampu mempersiapkan bekal menjadi makmum yang taat dalam membersamai langkahmu . Sampai bertemu di mitsaqan Ghalizan yang entah kapan.

Baca selengkapnya »

Yang Paling Beragama

Di antara komentar dan ulasan terhadap peristiwa itu, pastinya ada yang membela, mengingatkan atau membenarkan. Tapi yang saya sayangkan adalah di antara komentar-komentar itu, ada yang terkesan menyalahkan. Merasa kebenaran adalah milik sendiri, sementara orang lain salah. Kebenaran milik pribadinya.

Baca selengkapnya »
Figure
Organization