Topic
Home / Berita / Opini / Yang Paling Beragama

Yang Paling Beragama

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (inet)
Ilustrasi (inet)

dakwatuna.com – Tantangan dalam kehidupan beragama semakin besar. Era modern ini arus informasi bergelombang dahsyat dan semakin massif. Satu peristiwa disikapi dengan banyak tafsir. Dibaca, dianalisa, dan dikomentari. Hampir semua hal yang terjadi di mana saja tidak lepas dari pantauan media. Perbedaan wilayah negara pun tidak lagi menjadi sekat. Peristiwa di belahan dunia lain dapat dengan mudah diakses.

Peristiwa bernuansa agama yang terjadi pun beragam. Sebab kemudahan teknologi, setiap orang hampir bisa menjadi komentatir bahkan pengadil. Sebut saja tragedi Mina yang menelan banyak korban. Atau sedikit flash back, ada Teuku Wisnu yang menuai kritik dari banyak orang, oknum yang dicurigai sebagai teroris yang identik dengan Islam, label berjenggot yang dicurigai teroris, rohis sebagai sarana rekruitmen teroris, dan sejenisnya.

Teranyar, penulis kenamaan Asma Nadia yang ramai dibincangkan akibat tulisannya. Dan tidak lupa tentang shalat Idul Adha yang bercampur antara jamaah laki-laki dan wanita yang terjadi di Simpang Lima. Jika diamati, reaksi orang-orang setidaknya bernuansa sebagai berikut. Pertama, mendukung. baik secara objektif maupun subjektif. Biasanya orang yang sudah fanatik buta, kagum berlebihan kepada si Tokoh, maka dia akan membela dengan sekuat hati. Kedua, hakim. Komentarnya lebih tegas dan berani dengan memberikan fatwa. Berani memberikan vonis bersalah atau tidak kepada si Tokoh. Misalnya, melabeli si Tokoh sudah sesat atau sejenisnya. Ketiga, penggembira. Hanya mengeluarkan statemen meramaikan komentar-komentar sebelumnya. Atau setidaknya hanya memberikan ‘jempol’ atau like.

Di antara komentar dan ulasan terhadap peristiwa itu, pastinya ada yang membela, mengingatkan atau membenarkan. Tapi yang saya sayangkan adalah di antara komentar-komentar itu, ada yang terkesan menyalahkan. Merasa kebenaran adalah milik sendiri, sementara orang lain salah. Kebenaran milik pribadinya.

Seakan dirinya adalah orang yang paling beragama. Sementara orang lain baru belajar beragama. Padahal kebenaran yang dimiliki manusia adalah relatif. Kebenaran hakiki hanya dimiliki Allah. Tidakkah kita khawatir, jika yang kita salahkan itu ternyata kebenaran miliknya? Merasa benar itu boleh. Tetapi merasa benar sendiri, harus hati-hati. Mengejek dan menghina ketika orang berbuat salah, bukan ajaran Islam. Islam adalah agama rahmat. Memberikan kedamaian dan kasihsayang untuk siapa saja. Lebih utamanya sesama muslim.

 

 

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Guru di SMP Islam Terpadu Darul Hikmah Pasaman Barat. Menuntut ilmu di Universitas Andalas, Padang.

Lihat Juga

Din Syamsuddin: Agama Harus di Praktekkan dalam Kehidupan Sehari-hari

Figure
Organization