Rudal Balistik Hutsi Ancam Industri Minyak Saudi

dakwatuna.com – Riyadh. Surat kabar Wall Street Journal (WJS) menyebutkan, ancaman milisi Hutsi terhadap industri minyak cukup menggetarkan perekonomian Arab Saudi. Selain itu, eskalasi geopolitik juga akan mengangkat harga minyak ke level tertinggi sejak 2014.

Disebutkan WSJ, serangkaian serangan Hutsi ke Saudi semakin mengarah pada industri minyak di wilayah itu. Dengan menghantam sumber kekayaan Saudi, milisi Hutsi berharap dapat melukai musuh terbesarnya tersebut.

Menurut WSJ, hanya satu serangan yang sukses saja sudah cukup berimplikasi pada industri minyak, pasar dan anggaran Saudi. Tahun ini Saudi menargetkan 131 Miliar Dolar hanya dari minyak. Jumlah itu sudah memenuhi setengah dari penganggaran.

Penyerangan terhadap sumber perekonomian Saudi ini disebut Hutsi sebagai konsekuensi dari serangan yang terus dilancarkan ke Yaman.

“Kami ingin mengirimkan pesan kepada pemerintah Saudi, bahwa kami mampu menyerang institusi ekonomi strategis mereka jika serangan ke Yaman tak dihentikan,” kata Jubir Hutsi, Loay Al Shami, seperti dikutip Aljazeera, Kamis (26/04/2018).

Terkait rudal-rudal balistik Hutsi, disebutkan bahwa terdapat banyak toko-toko senjata di Yaman sebelum perang. Sebagian besar senjata itu berasal dari Rusia dan Korea Utara. Sementara Hutsi mendapatkannya saat mereka menguasai Sanaa dan lainnya pada 2014.

Pada tahun 2016, jarak tembak rudal Hutsi mengalami peningkatan dari sebelumnya. Terkait ini para pengamat menyebut ada tiga kemungkinan: Hutsi mendapatkan pasokan baru dari Iran; Hutsi memodifikasi rudal yang ada.

Atau kemungkinan ketiga, Hutsi telah memiliki rudal dari Korut yang memang jarak tembaknya jauh. Sementara Koalisi Arab masih yakin bahwa rudal-rudal itu dipasok dari Iran melalui pelabuhan Al Hudaydah. (whc/dakwatuna)

Redaktur: William

Beri Nilai:

Tentang William