Topic
Home / Pemuda / Mimbar Kampus / Persaudaraan dan Saling Mencintai antar Aktivis Dakwah Kampus Lintas Gerakan, Ibrah dari Ta’akhi Muhajirin dan Anshar

Persaudaraan dan Saling Mencintai antar Aktivis Dakwah Kampus Lintas Gerakan, Ibrah dari Ta’akhi Muhajirin dan Anshar

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (w4hyud1.wordpress.com)
Ilustrasi (w4hyud1.wordpress.com)

dakwatuna.com – Dalam setiap detil dan potongan potongan riwayat sirah Nabi Muhammad SAW, terdapat mata air hikmah, inspirasi, dan keteladanan yang tidak akan pernah kehilangan relevansinya untuk diterapkan oleh umat Islam sampai akhir zaman. Tak terkecuali kisah persaudaraan muhajirin dan anshar dalam episode hijrah ke Madinah. Tidak salah apabila setiap muslim Indonesia zaman ini sepatutnya membaca ulang episode ini, mengingat kondisi keutuhan dan nuansa persaudaraan di antara muslimin saat ini begitu mengkhawatirkan. Keberadaannya bisa dirasakan, tetapi tidak memiliki efek signifikan dalam keutuhan umat memantaskan dirinya membangun kembali kejayaan Islam.

Latar Belakang: Fenomena Aktivis Dakwah Islam di Kampus Besar

Kondisi persatuan umat Islam secara makro di Indonesia, suka tidak suka tidak terlepas dari fenomena yang terjadi di kelompok-kelompok kecil yang membentuk masyarakat, salah satunya masyarakat akademis dan intelektual: mahasiswa. Lebih spesifik lagi, persatuan mahasiswa muslim harus diakui saat ini lebih pantas disebut utopis, daripada dibangga-banggakan telah banyak mencetak dan memberi karya dakwah yang berefek besar bagi kelompok masyarakat makronya: umat Islam Indonesia.

Hitunglah berapa banyak jumlah kelompok pergerakan mahasiswa Islam dan aktivis dakwah di kampus kampus besar. Akan kita dapati kelompok-kelompok tersebut berkembang dan membesar dengan metode dakwah dan gerakannya masing-masing, tanpa dipayungi oleh satu gerakan besar. Analisalah berapa banyak permasalahan persatuan umat Islam Indonesia yang berhasil diselesaikan oleh kajian, advokasi, dan gerakan yang digalang oleh lembaga-lembaga dakwah di kampus kampus besar. Akan kita temukan masih banyak pekerjaan rumah umat Islam Indonesia yang tidak bisa diselesaikan tanpa adanya kesatuan gerak dan persaudaraan yang kuat di antara aktivis, kelompok, dan lembaga dakwah di kampus-kampus besar tersebut.

Lantas, apa relevansinya dengan episode hangatnya ukhuwwah dan kekeluargaan di antara muhajirin dan anshar dalam kisah Hijrah di Madinah..? apa poin-poin yang bisa direka ulang, disesuaikan dengan kondisi dan tantangan zaman, dan dielaborasikan demi tewujudnya kesatuan aktivis dakwah Islam di kampus-kampus, utamanya dalam menyelesaikan pekerjaan rumah umat Islam Indonesia..?

Ibrah dari Ta’akhi Muhajirin dan Anshar

Seorang ulama besar abad 21, yang belum lama syahid disebabkan kekejaman rezim Basyar Assad di Suriah, alm. Syaikh Ramadhan Al-Buthy dalam kitab Fiqh Sirah-nya memberikan intisari-intisari yang bisa diterapkan oleh masyarakat muslim, khususnya dalam konteks negara, dalam membangun kesatuan dan persaudaraan. Dalam konteks kampus, tentu terdapat beberapa poin yang bisa diterapkan, mengingat masyarakat kampus adalah bagian dari civil society yang lebih besar.

Pertama, negara manapun tidak akan berarti dan tegak tanpa adanya kesatuan dan dukungan umat yang lahir dari sikap saling bersaudara dan saling mencintai[1]. Mari lihat ibrah ini dari konteks kampus. Saling mencintai dan bersaudara ini dapat kita lihat dari bagaimana tulusnya seorang Sa’ad bin Rabi’ menawarkan istri kedua dan sebagian hartanya kepada Abdurrahman bin ‘Auf, meski seketika itu juga Abdurrahman bin Auf. Dalam konteks aktivis dakwah di kampus yang bergerak lintas gerakan, perasaan saling mencintai dan bersaudara semata karena Allah SWT harus selalu dijaga dikuatkan, agar tidak terjebak pada egoisme dan pemikiran sempit kepentingan golongannya saja. Agar juga tidak terbentuk sikap kerdil dan tidak mau bersinergi satu sama lain. Semua bergerak mengutamakan keindahan akhlak dan demi tercapainya kebaikan bagi dakwah Islam.

Kedua, nilai yang menyertai syiar persaudaraan. Persaudaraan yang ditegakkan oleh Rasulullah SAW di antara para sahabat bukan sekadar syiar yang diucapkan, melainkan merupakan kenyataan yang terlihat dalam realitas kehidupan dan menyangkut segala bentuk hubungan yang berlansung antara muhajirin dan anshar[2]. Sebagaimana konkritnya Sa’ad bin Rabi’ memberi harta dan istrinya,sepatutnya pula aktivis dakwah kampus lintas gerakan mengamalkan nilai ini, dengan bentuk yang relevan. Sebut saja membuat kajian Islam lintas gerakan, kegiatan sosial kemasyarakatan yang melibatkan banyak lembaga, dan membangun titik temu antar gerakan Islam di kampus, pun menggagas persatuan lembaga dakwah antar gerakan, meski tetap bertoleransi metode dakwah yang diyakini.

Namun, yang lebih penting dan relevan, meski sederhana, adalah sebuah pertanyaan: sudah seberapa sering aktvis dakwah di kampus-kampus besar tersebut bertegur sapa dengan saudaranya yang lintas gerakan? Sudah seberapa hafal dan mengenalnya mereka terhadap keadaan keluarga, mengunjungi rumah, dan memberi hak-hak persaudaraan sesama muslimnya, meski itu kepada aktivis dakwah di gerakan lain..? pertanyaan yang mesti direpetisi dan dievaluasi pengamalannya dalam keseharian. Berat, tetapi efeknya tentu kuat, apabila belajar dari bagaimana kuatnya persaudaraan Islam antara muhajirin dan anshar, meski berbeda nasab. Sekali lagi, karena mereka mendahulukan persaudaraan berdasarkan aqidah Islamiyyah.

Penutup: Mulai dari Sekarang

Melihat dan mempelajari fenomena aktivis dakwah Islam di kampus-kampus besar yang terjadi saat ini, serta membandingkannya dengan episode muhajirin dan anshar di Madinah, sepatutnya sudah cukup membangkitkan lagi semangat-semangat persatuan yang kadang redup dan hilang. Kuatnya persaudaraan dan saling mencintai yang berlandaskan aqidah Islamiyyah, harus diutamakan di atas kepentingan golongan, perbedaan metode dakwah, serta egoisme sesaat gerakan. Apabila segenap aktivis dakwah Islam di kampus kampus besar di Indonesia menjalani ibrah dari episode muhajirin dan anshar ini, bukan tidak mungkin lompatan karya dan kebermanfaatan yang lebih besar dalam menyelesaikan permasalahan umat Islam Indonesia akan terlihat massif, rapi, dan terorganisir. Sebab, kesatuan telah terbentuk dan sinergi yang dibangun di atas titik temu bukan lagi hal yang utopis, melainkan tampak dalam kehidupan nyata. Tentu, membangun persaudaraan yang kuat dan saling mencintai, harus dimulai dari saat ini juga.

Wallahu a’lam bisshowwab. (dakwatuna.com/hdn)

[1] FIqh Sirah, Al-Buthy, hlm. 193.

[2] FIqh Sirah, Al-Buthy, hlm. 194.

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Mahasiswa sarjana Teknologi Bioproses yang sehari-harinya juga aktif di Lembaga Dakwah Fakultas Teknik Universitas Indonesia, tepatnya sebagai Dewan Pertimbangan Forum Ukhuwwah dan Studi Islam (FUSI) FTUI periode 2015. Memiliki ketertarikan di bidang pemikiran Islam, fiqh dakwah, dan wawasan keislaman.

Lihat Juga

Semusim Cinta, Ajang Menambah Ilmu dan Silaturahim Akbar WNI Muslimah Se-Korea Selatan

Figure
Organization