Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Guru Batas Negeri dari Tanah Pasundan (Bagian ke-1)

Guru Batas Negeri dari Tanah Pasundan (Bagian ke-1)

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
(Foto: Dena Fadillah)

dakwatuna.com – Saya Dena Fadillah, seorang relawan guru dari sekolah Guru Indonesia-Dompet Dhuafa yang bertugas di batas negeri ibu pertiwi. Saya tinggal di sebuah perkampungan di kota kecil yang berada di tanah pasundan, yaitu kota Tasikmalaya. Tidak pernah saya pikirkan sebelumnya bisa menginjakan kaki di batas negeri ini. Berawal dari pembukaan pendaftaran Sekolah Guru Indonesia-Dompet Dhuafa, sejak saat itu pula saya ingin mengabdikan diri untuk negeri tercinta. Rasa pesimis pun mulai muncul ketika itu. Bagaimana tidak, dari sekian banyak yang mendaftar, hanya 30 orang lah yang mendapat kesempatan untuk bisa belajar dan memberikan hal yang lebih untuk negara Indonesia. Rasa pesimis itu pun saya lawan dengan semangat dan tekad saya yang kuat. Memang keinginan saya untuk menjadi relawan ini terlihat konyol di mata keluarga, bahkan kedua orang tua saya pun setengah hati untuk mengizinkan saya untuk meninggalkan kampung halaman. Daerah Terpelosok, Terpencil, Tertinggal, Terjauh, Terdalam dan banyak lagi T yang lainnya yang menggambarkan serba susahnya hidup menjadi seorang relawan di penempatan menjadi salah satu alasan mereka untuk menghentikan langkah saya. Saya rasa hal itu pun sama dirasakan oleh orang tua lainnya, di mana mereka tentunya tidak ingin melihat anaknya sengsara di tempat yang serba kekurangan. Meskipun kondisinya demikian, secara pelan-pelan saya memastikan kepada orang tua bahwa saya bisa menjadi seorang relawan dan hidup mandiri di tempat yang serba kekurangan.

Ijazah yang belum pernah saya pegang dan bahkan tidak pernah saya lihat wujudnya sekalipun menjadi sebuah bukti dan jawaban atas keinginan saya yang kuat menjadi seorang relawan guru. Hanya surat keterangan lulus lah yang menjadi modal awal saya dalam mendaftar. Pengumuman penerimaan pun sudah dibuka. Rasa cemas dan gelisah masuk ke dalam hati kecil ini. “Ah, Hanya 30 orang”, Pikirku waktu itu. Memang pada saat itu, saya tidak pernah mengharap banyak dalam seleksi tersebut, yang saya lakukan hanyalah berusaha semaksimal mungkin dalam setiap tahapan seleksi. Ada sebuah pepatah, “Man Jadda Wa Jadda” itulah pepatah yang selalu saya ingat sampai hari ini, sebuah pepatah yang memberikan nasihat kepada kita untuk selalu optimis dalam melakukan segala aktivitas, dan tentu saja untuk hasilnya kita serahkan kepada Allah. Dan benar saja ketika dibuka hasil seleksi tersebut, dari 30 nama yang tercantum di dalam pengumuman tersebut salah satunya adalah nama saya, Dena Fadillah dari Universitas Siliwangi Kota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat.

Kabupaten Nunukan adalah daerah penempatan saya, tepatnya di SDN 001 Sei Menggaris. Salah satu kabupaten yang berbatasan langsung dengan negara tetangga kita, yaitu Malaysia. Kabupaten dengan luas daerah 14.263,68 km2, yang mempunyai beragam keunikan, baik dari alam, budaya, agama, ekonomi, sosial maupun pendidikannya. Kabupaten Nunukan ini merupakan sebuah kabupaten baru, pemekaran dari kabupaten Bulungan. Keadaan alam di Kalimantan memang berbeda dengan Jawa. Udaranya yang sangat panas menjadi hambatan dalam melakukan segala aktivitas, ketika siang hari suhunya mungkin bisa mencapai 50-60 derajat celcius. Selain keadaan udara, faktor ekonomi juga menjadi permasalahan di daerah ini. Sulitnya akses menuju daerah perbatasan menyebabkan harga kebutuhan-kebutuhan pokok sangat jauh dengan harga pasaran. Tetapi meskipun harganya mahal, jika barang tersebut ada, itu tidak menjadi permasalahan. Yang menjadi permasalahan adalah ketika harganya mahal, di samping itu pula barangnya langka. Hal inilah yang menyebabkan masyarakat di daerah Kabupaten Nunukan banyak mengkonsumsi barang-barang dari negara tetangga. Jadi jangan pernah menganggap bahwa masyarakat di kabupaten Nunukan itu tidak cinta terhadap tanah air, yang gemar memakai dan menggunakan barang-barang dari luar layaknya artis-artis yang ada di TV, tetapi karena keterbatasan lah yang menyebabkan mereka harus seperti itu.

Ketika saya bertugas di daerah Kabupaten Nunukan ini ternyata bukan alam, budaya, maupun ekonomi yang menjadi tantangan utama yang dihadapi kabupaten Nunukan, melainkan faktor pendidikan lah yang menjadi permasalahan utama sekaligus prioritas utama dalam mengembangkan kabupaten Nunukan. Dari salah satu buku yang dikarang oleh pakar-pakar pendidikan yang ada di nunukan, yaitu Nurdin sade, Rina Asiani, Haerudin dan Irfan Ahmad dalam bukunya yang berjudul belajarlah Nunukan yang menjelaskan beberapa permasalahan pendidikan yang ada di nunukan. Mereka berpendapat bahwa realita pendidikan di Nunukan sekarang ini adalah sistem pendidikan yang kurang efektif, pelaksanaan sistem pendidikan yang kurang maksimal, praktisi pendidikan yang kurang mencukupi, lingkungan pendidikan yang ekstreem serta peran orang tua yang yang lemah terhadap pendidikan anaknya. Dari permasalahan-permasalahan itulah saya bersama lima orang relawan guru lainnya dari sekolah Guru Indonesia mencoba semaksimal mungkin untuk mengatasi segala permasalahan yang berada di nunukan, khususnya bidang pendidikan.

Bertugas sebagai guru model

Bertugas menjadi seorang GURU MODEL yang dapat memotivasi guru-guru lainnya menjadi tugas yang cukup berat bagi saya. Dua kata yang sederhana, tetapi maknanya sangat dalam apabila kita hayati. Layaknya seorang guru model tentunya kita harus memberikan contoh yang baik bagi guru-guru yang lain. Tidak hanya di sekolah, kegiatan sehari-hari saya pun tidak luput dari perhatian. Karakter-karakter seorang pendidik tentunya harus kita tunjukan setiap hari, dari mulai berpakaian rapi, bersih, wangi serta sikap disiplin harus terus konsisten dilakukan. Setiap hari saya harus menjadi orang yang pertama berada di sekolah, itu yang menjadi prinsip kedisiplinan saya.

Setiap hari saya selalu ingin memaksimalkan kegiatan pembelajaran yang saya lakukan. Pengorbanan dan semangat mereka jangan sampai sia-sia karena pembelajaran yang kurang maksimal, oleh karena itu sebuah perencanaan menjadi hal yang sangat penting dalam kesuksesan sebuah kegiatan pembelajaran. Guru juga harus kreatif dalam menentukan strategi dalam pembelajaran. Harus bisa memilih mana metode yang efektif digunakan pada pelajaran-pelajaran tertentu.

Saya bertugas sebagai guru olahraga dari kelas 1 sampai kelas 6. Pandangan orang lain menjadi seorang guru olahraga itu mungkin mudah dan menyenangkan. Tetapi di perbatasan ini, guru olahraga dituntut kreatif. Bagaimana tidak, dengan materi-materi yang sudah tercantum dalam kurikulum semuanya harus disampaikan dan diajarkan kepada peserta didik. Terkadang sarana olahraga di daerah perbatasan kurang memadai. Bahkan tidak hanya peralatan olahraga saja yang sulit, tetapi mungkin di beberapa sekolah sampai ada yang tidak mempunyai lapangan untuk olahraga. Contohnya saja permainan bola basket, di tempat terpencil ini tidak ada sama sekali lapangan basket ataupun bola basket. Oleh karena itu kita sebagai guru harus pintar dalam mengatasi setiap permasalahan. Misalnya dengan merubah ring basket dengan keranjang sampah, dan lain sebagainya. Yang terpenting anak-anak bisa merasa senang dan paham terhadap olahraga yang sedang dipelajarinya.

Tidak hanya olahraga saja, Penjaskes juga terdapat materi kesehatan. Dalam materi inilah saya memanfaatkan pendidikan kebersihan dan kesehatan kepada anak-anak. WC yang bau dan kotor selalu saja menjadi pemandangan utama di sekolah, peserta didik yang belum memahami bagaimana menggunakan WC yang benar menjadi faktor terbesar hal tersebut. Oleh karena itu saya selalu memberikan pendidikan toilet kepada peserta didik di kelas dasar. Karena mungkin mereka tidak pernah mendapatkan pendidikan toilet sebelumnya.

Terkadang juga selain bertugas sebagai guru olahraga, saya selalu diminta untuk menjadi guru cadangan lain yang tidak masuk. Maklumlah, guru di Sei Menggaris ini kebanyak bertempat tinggal di ibukota kabupaten, maka tidak jarang ketika setiap Minggu ada saja guru yang tidak masuk. Tetapi meskipun demikian, tanpa perencanaan pembelajaran pun saya tetap ingin mengajar dengan maksimal.

Belajar di alam merupaka metode yang baik dalam mengasah kreatifitas peserta didik. Alam memberikan banyak hal yang dapat kita pelajari. Selain itu juga suasana yang segar bisa menjadikan mereka lebih termotivasi lagi dalam belajar. Metode lain yang sering saya pakai adalah metode parodi. Metode yang menyetting pembelajaran menjadi sebuah permainan ataupun nyanyian. Dengan beragam metode tersebut dapat dipastikan bahwa anak-anak tidak akan merasa jenuh ketika belajar. Karena mereka selalu terus penasaran pada kegiatan pembelajaran selanjutnya.

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Relawan Sekolah Guru Indonesia-Dompet Dhuafa (Penempatan Kab.Nunukan).

Lihat Juga

Muhasabah, Kebaikan untuk Negeri

Figure
Organization