Topic
Home / Berita / Internasional / Afrika / “As-Sisi dan Israel itu bersaudara, tapi Mesir dan Israel tidak”

“As-Sisi dan Israel itu bersaudara, tapi Mesir dan Israel tidak”

Abdul Fatah As-Sisi (islammemo.cc)
dakwatuna.com – Kairo. Pengadilan Darurat Mesir dijadwalkan akan menggelar sidang pada tanggal 20 Januari 2019 mendatang. Agenda yang dibahas dalam sidang itu berkenaan dengan perubahan konstitusi yang mencakup masa bakti kepresidenan.

Saat ini, seorang presiden di Mesir memiliki masa bakti selama delapan tahun dalam dua periode. Namun, baru-baru ini muncul petisi yang menyerukan penambahan dalam masa bakti tersebut.

“Delapan tahun adalah masa yang terlalu singkat untuk menghadapi tantangan-tantangan Mesir,” tulis seorang pengacara dalam satu petisi yang diajukan ke pengadilan negara itu.

Jika Pengadilan menerima petisi yang mengubah Pasal 140 dalam konstitusi Mesir, maka hasil itu nanti akan diajukan ke Parlemen untuk di-voting. Selanjutnya, hasil parlemen akan diserahkan kepada rakyat dalam bentuk referendum.

Bagaimanapun, petisi itu menimbulkan polemik tersendiri di Mesir. Sekitar 1.000 orang tokoh publik telah menandatangani petisi tandingan yang menyeru agar pengadilan dan parlemen menolak amandemen tersebut.

Mereka mengatakan amandemen sama saja dengan ‘mengkhianati revolusi Musim Semi Arab dan memberikan pukulan bagi demokrasi’. Namun oposisi politik di Mesir sama dengan ‘pepesan kosong’, mengingat betapa kuatnya pengaruh Presiden Kudeta Abdul Fattah As-Sisi dalam segala sektor pemerintahan, termasuk pengadilan dan parlemen.

Hanya saja, masalah yang dihadapi As-Sisi sebenarnya datang dari parlemen negara lain, House of Representative (DPR AS). Parlemen Paman Sam tengah membahas perubahan kebijakan negara itu terhadap Mesir, dengan memangkas lebih dari $300 juta dari paket bantuan Washington untuk Kairo yang nilainya mencapai $1,3 miliar tiap tahunnya.

Permintaan tersebut, yang saat ini tertunda akibat penutupan pemerintah AS, didasarkan pada pelanggaran hak asasi manusia di Mesir, pemenjaraan sekitar 15 warga Amerika di penjara-penjara Mesir dan penolakan Mesir untuk membayar sekitar $ 500.000 untuk perawatan medis April Corley, seorang skater profesional. bus wisata yang dibom di Gurun Barat Mesir pada 2015 dalam serangan helikopter Mesir yang tidak dibenarkan.

Tak hanya itu, satu setengah tahun yang lalu Presiden AS Donald Trump menahan $ 195 juta dalam bantuan militer atas kecurigaan bahwa Mesir telah melanggar sanksi perdagangan terhadap Korea Utara serta hukum Mesir yang kejam yang membatasi kegiatan organisasi hak asasi manusia yang beroperasi di negara itu. Pada bulan Juli, Trump mengeluarkan dana, dengan mengutip “langkah-langkah yang diambil Mesir tahun lalu sebagai tanggapan atas keprihatinan khusus AS”.

Mesir memang menghentikan praktik perdagangan dengan Korea Utara, namun pembatasan aktivitas organisasi HAM tetap terjadi di negara itu.

Mengingat ancaman dan tekanan dari AS tersebut, publik bisa memahami pernyataan As-Sisi dalam wawancara dengan saluran CBS pekan lalu. Ia membantah ada tahanan politik di Mesir. Ia membantah telah memerintahkan pembunuhan dan kekerasan terhadap demonstran.

Atau jawaban As-Sisi ketika Scott Pelly yang bertindak sebagai pewawancara mengatakan “banyak pihak yang menyebut ada darah di tangan As-Sisi”. Saat itu, pengkudeta Muhammad Mursi menjawab “Saya tidak bisa meminta rakyat Mesir untuk melupakan hak mereka, atau polisi dan warga sipil yang tewas”.

Dalam wawancara tersebut pula untuk pertama kalinya As-Sisi menyatakan adanya kerja sama militer antara Mesir dan Israel dalam menghadapi kelompok teror di Sinai. Dia bahkan mengatakan pesawat tempur Mesir sering melintasi perbatasan ke Israel sebagai bagian dari kegiatan mereka di Sinai.

Kerja sama militer dengan Israel tidak lagi menjadi rahasia bagi rakyat Mesir. Mereka banyak membaca hal itu melalui laporan media yang banyak keluar sebelum wawancara As-Sisi. Namun, pernyataan yang keluar langsung dari mulut As-Sisi merupakan sesuatu yang belum pernah terjadi.

Hubungan Mesir dan Israel tentu tidak hanya pada urusan militer saja. Israel menggunakan pengaruhnya di Kongres AS untuk keuntungan Mesir, dan seperti Netanyahu melobi agar Pangeran Mahkota Saudi Muhammad bin Salman tidak disanksi dalam kasus Khashoggi, ia juga berusaha mencegah pemotongan bantuan ke Mesir.

Namun begitu, ada jurang yang menganga antara kerja sama militer dan normalisasi hubungan Mesir-Israel. Tanyakan saja kepada Mona Prince, seorang mantan profesor sastra Inggris di Suez University, yang digugatan karena “menyangkal nilai-nilai negara Muslim” setelah bertemu Duta Besar Israel David Govrin di kedutaan Kairo. Gugatan itu, diajukan oleh sejumlah pengacara, menggambarkan pertemuan itu sebagai “kejahatan dan kolaborasi dengan musuh dunia Arab dan Mesir.”

Sepuluh hari setelah bertemu Govrin, Prince mengatakan dalam sebuah wawancara dengan saluran TV Arab Israel Makan 33 bahwa pertemuannya dengan Govrin dimaksudkan untuk memajukan normalisasi budaya antara Israel dan Mesir. Ia kemudian dikeluarkan dari Uni Penulis Mesir karena melanggar larangan normalisasi dengan Israel, sebuah amandemen yang disetujui oleh pemerintah Mesir.

Israel menikmati layanan perantara Mesir di Gaza, setuju dengan itu pada kebutuhan untuk memblokir Iran dan perusahaan gas Israel menandatangani perjanjian untuk mengekspor gas melalui Mesir. Jadi Israel bisa berargumen ini yang terbaik yang bisa didapat dari perjanjian damai saat ini.

Partisipasi Israel dalam festival film, pameran buku internasional di Kairo atau kerja sama dalam olahraga dan jurnalisme diabaikan dibandingkan dengan kerja sama militer. Belum lagi soal pelanggaran HAM.

Tampaknya kita dapat hidup dalam damai tanpa normalisasi, tanpa pengakuan Mesir bahwa Israel adalah negara bangsa Yahudi, dengan hasutan media terhadap musuh Zionis dan dengan boikot terhadap produk-produk Israel, terlepas dari gas. (whc/dakwatuna)

*Diadaptasi dari ‘Sissi and Israel are brothers, but Israel and Egypt are not’
Oleh Zvi Bar’el, Koresponden harian Israel, Haaretz.

Redaktur: William

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (1 votes, average: 1.00 out of 5)
Loading...

Tentang

Lihat Juga

Konflik Air Antara Ethiopia, Sudan, dan Mesir

Figure
Organization