Topic
Home / Berita / Internasional / Asia / Qatar Menang di Tengah Pemboikotan

Qatar Menang di Tengah Pemboikotan

Amir Qatar Syekh Tamim bin Hamad bin Khalifa al-Tsani (alresalah.ps)

dakwatuna.com – Doha. Media massa gencar mewartakan penarikan negara-negara pemboikot Qatar atas draft tuntutan yang harusnya dipenuhi oleh Qatar. Pemberitaan ini telah mendapat respon yang beragam di jagat media sosial.

Sebelumnya, pada Rabu (19/07), BBC News memuat laporan terkait penarikan negara-negara pemboikot terhadap 13 tuntutannya. Sebagai ganti, mereka mengajukan draft yang disebut ‘6 Prinsip’ yang diharapkan dapat dipenuhi Qatar.

6 Prinsip itu, sebagaimana diumumkan para diplomat Arab Saudi, UEA, Bahrain dan Mesir di PBB, mencakup “Komitmen untuk memerangi terorisme dan ekstrimisme, serta mengakhiri tindakan provokatif dan inflamasi.”

Pihak Qatar sejauh ini belum menanggapi manuver negara-negara pemboikotnya tersebut. Namun begitu, jagat media sosial telah dipenuhi dengan postingan solidaritas dengan Qatar. Jagat media sosial juga menolak 6 Prinsip yang diajukan dengan meluncurkan tagar “#Sihir_berbalik_melawan_penyirih dan #Qatar_menang_secara_politik.”

Manuver negara-negara pemboikot Qatar bersamaan dengan laporan tahunan Kemenlu AS. Laporan tersebut mengungkapkan kerjasama antara Doha dan Washington dalam memerangi terorisme. Serta dengan laporan dari Washington Post, yang bersumber dari pejabat intelijen AS, yang menyebut Uni Emirat Arab (UEA) bertanggungjawab atas peretasan terhadap situs kantor berita Qatar (QNA).

Terkait hal itu semua, pegiat media, Jamal Riyan mengatakan, “Setelah kejahatan elektronik, sihir berbalik melawan penyihir. Negara-negara pemboikot mencari mediasi internasional guna mengangkat boikot dari Arab Saudi, UEA, dan Bahrain #teluk.”

Jamal melanjutkan, “Setelah ancaman Qatar untuk menuntut secara hukum dan kompensai karena pemboikotan, setelah intelijen mengungkap runtuhnya koalisi melawan Qatar, Mesir berupaya menarik diri dari konflik #teluk.”

Sedangkan kolumnis, Ahmaad al-Sulaithy mengatakan, “Jika laporan Washington Post tentang keterlibatan UEA pada peretasan situs QNA tidak benar, seperti bantahan DR. Qarqash, kenapa UEA tidak memiliki keberanian dan menuntut Washington Post?”

Sementara Hasan Al Syeikh dalam cuitannya menyebutkan, “Laporan tahunan AS yang mengkonfrontir Arab Saudi dan UEA, berfungsi sebagai pesan peringatan semi-final agar tidak melanjutkan eskalasi dengan Qatar.”

Senada dengan itu, kolumnis Mesir, Jamal Sulthan, melontarkan ejekannya. “Rekonsiliasi yang diharapkan dan yang akan datang antara #Qatar, #Saudi, #UEA akan memangkas sumber pencaharian dalam jumlah besar.”

Penulis Mahmoud Rif’at mengatakan, “Pengumuman negara pemboikot untuk menarik 13 tuntutannya, dan seruan mereka kepada Qatar untuk menyelesaikan konflik secara damai, menegaskan bahwa taruhan #Emirat pada #Trump tidak berhasil.”

Bahkan pegiat media asal Qatar, Jaber al-Haramy, menolak tuntutan yang dilayangkan negara pemboikot. Katanya, “Kami katakan kepada negara #pemboikot: tidak ada 13 tuntutan, tidak pula 6 tuntutan. Bahkan tidak pula dengan satu tuntutan yang menyentuh kedaulatan #Qatar. Tidak ada perjanjian yang ditandatangani sendiri, melainkan secara kolektif. Selesai masalah.”

Sedangkan Ilham Badar menuliskan, “#Amerika muak dengan #emirat_sumber_keuangan_teroris dan memutuskan untuk mengungkap dokumennya yang memalukan. #Qatar_menang dan tergambar kebahagiaan di wajahmu.”

“Konflik dimulai dari birahi Amerika Serikat dan setelah Trump mendapatkan miliaran dolar. Inilah Amerika, berpaling dari mereka (negara pemboikot) bahkan mengkriminalisasikan mereka. #Qatar berlepas diri,” tulis pegiat media Qatar, Jaber bin Nashir al-Muri. (whc/dakwatuna)

Sumber: Arabi 21

Redaktur: William

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Lihat Juga

Grand Launching SALAM Teknologi Solusi Aman Covid-19 untuk Masjid

Figure
Organization