Topic
Home / Keluarga / Pendidikan Anak / Memukul Anak Dalam Perspektif Pendidikan Islam

Memukul Anak Dalam Perspektif Pendidikan Islam

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (Google Plus)
Ilustrasi. (Google Plus)

dakwatuna.com – Salah satu karunia yang ditanamkan oleh Allah dalam hati orang tua adalah rasa kasih sayang yang sempurna untuk anak-anaknya. Secara fitrah orang tua akan mencintai anak-anaknya, mereka akan mengayomi, dan menjaganya dengan baik. Perasaan-perasaan cinta dan kasih sayang, merindukan dan sangat memperhatikan urusannya adalah salah satu dari upaya Allah SWT untuk menjaga keberlangsungan manusia, betapa tidak, sekiranya Allah SWT tidak menjadikan kasih sayang sebagai landasan dalam memelihara anak, maka akan terjadi kepunahan.

Maka dari itu, tidaklah aneh kalau Allah SWT menggambarkan anak sebagai hiasan untuk orang tuanya, sebagaimana yang Allah gambarkan dalam surat Al-Kahfi ayat 46

Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan. (QS; Al-Kahfi ayat 46)

Tidak disangsikan lagi, bahwa kecintaan orang tua adalah fitrah yang Allah tanamkan dalam diri setiap orang tua. Kalaupun demikian, cara setiap orang tua dalam mengekspresikan cintanya berbeda-beda. Ada orang tua yang terobsesi dengan seorang artis, sehingga orang tuanya ingin melihat anaknya menjadi artis. Ada juga yang memaksa anaknya menjadi seorang dokter, polisi, tentara, arsitek dan lain sebagainya. Hal-hal ini adalah bagian dari ekspresi rasa cinta yang mendalam orang tua kepada anaknya, karena para orang tua berpikir bahwa kalau anak mereka menjadi apa yang mereka inginkan, maka anak-anak mereka akan bahagia.

Ada juga orang tua dengan orientasi akhirat, sehingga pendidikan agama menjadi hal utama yang dituntutnya kepada anak-anaknya. Sehingga ekspresi cintanya juga mencerminkan bagaimana mereka mendidik putra-putrinya. Bahwa dalam pendidikan Islam ada kaidah-kaidah yang harus menjadi pijakan dalam pendidikan anak, sehingga pendidikan anak juga tidak bisa dilakukan serampangan.

Fokus penulis dalam tulisan ini adalah bagaimana pendidikan Islam melihat hukuman pukulan dalam mendidik anak. Sebagaimana kita ketahui, bahwa pendidikan Islam sejatinya menganut sistem yang lemah lembut sebagai pijakan yang paling asasi dalam mendidik, namun demikian hadits Nabi Muhammad SAW dari Ibnu Amru Bin Ash secara gamblang dan nyata memerintahkan untuk memukul anak, kalau anak tersebut tidak mau taat kepada Allah SWT.

Perintahkanlah anak-anakmu untuk melaksanakan shalat ketika usia mereka 7 tahun, dan di saat usia mereka 10 tahun, pukullah jika mereka tidak melaksanakannya dan pisahkanlah tempat tidur mereka (HR Hakim dan Abu Dawud)

Hadist ini secara sekilas terlihat seperti bertentangan dengan kaidah pendidikan Islam yang bersifat lembut dan penuh kasih sayang. Akan tetapi, kalau dikaji secara mendalam memukul anak dalam pendidikan Islam harus memenuhi beberapa unsur di antaranya adalah;

1. Hanya dalam rangka ketaatan kepada Allah

Pembinaan terhadap ibadah kepada Allah adalah pembinaan dalam rangka penanaman aqidah yang benar terhadap anak, sebab ibadah merupakan santapan ruh yang akan menyuburkan fitrahnya sebagai manusia yang memang tujuan penciptaannya adalah untuk beribadah kepada Allah.

Di antara ibadah yang memang disebut dalam Al-Quran secara langsung agar diperintahkan kepada anak adalah shalat, hal ini sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Quran,

dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezki kepadamu, kamilah yang memberi rezki kepadamu. dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.(QS: Thaahaa: 132)

2. Setelah berusia 10 Tahun

Shalat sejatinya sudah mulai dikenalkan oleh setiap orang tua kepada anaknya setelah anaknya mulai bisa membedakan tangan kanan dan kiri, proses pertama adalah mengenalkan dan mengajak anak untuk ikut shalat, termasuk mengenalkan rukun-rukun shalat maupun nama-nama shalat, berikut jumlah rakaatnya.

Sehingga ketika anak berusia 7 tahun, anak sudah bisa melaksanakan shalat. Proses pembiasaan dimulai sedini mungkin, agar ketika diperintahkan anak sudah tidak merasa berat.

Memukul anak yang tidak melaksanakan shalat bisa dilakukan setelah proses pengenalan dan proses pembiasaan yang panjang dan terus menerus dengan tahapan dan periode yang benar. Jika semua proses sudah dilakukan dan masih mengabaikan shalat atau bermalas-malasan dalam mengerjakannya, maka pada saat itulah perintah memukul anak ini berlaku sebagai sebuah pelajaran atas pengabaian terhadap perintah Allah. Sebab, yang menjadi prinsip dalam hal ini adalah mematuhi perintah Allah karena anak-anak masih dalam kondisi fitrah dan pengaruh setan masih lemah. Jika anak bermalas-malasan dalam melaksanakan perintah Allah, maka itu adalah indikasi bahwa setan secara perlahan sudah mulai menanamkan pengaruhnya dalam diri anak.

3. Dengan pukulan yang tidak meninggalkan bekas

Tujuan yang paling utama ketika memukul anak yang melalaikan shalat adalah untuk meluruskan dan memperbaiki kesalahannya, bukan untuk menyakitinya. Sehingga pukulannya tidak boleh meninggalkan bekas, sebab kalau ini terjadi maka tujuan yang ingin dicapai bisa jadi sulit untuk dicapai. Memukul anak tidak bisa dilakukan sembarangan karena hakikatnya pukulan kepada anak tidak hanya dapat melukai fisiknya tapi juga dapat melukai jiwanya. Orang tua harus memahami kondisi anak sebelum benar-benar memukulnya. Selain itu, orang tua juga harus memahami anatomi tubuh anak, mana yang memungkinkan untuk dipukul dan mana yang berbahaya kalau dipukul.

Kondisi orang tua yang hendak memukul anaknya tidak boleh dalam kondisi capek, lapar dan dalam kondisi emosional yang labil. Hal ini untuk mencegah terjadinya penyimpangan tujuan dari memukul anak tadi.

4. Adanya Qudwah (Contoh) dari orang tua

Hal yang sangat penting yang harus diperhatikan orang tua dalam proses pendidikan adalah kebutuhan anak terhadap figur yang bisa dijadikan model oleh anak dalam kehidupan sehari-hari. Secara umum, anak cenderung ingin mengikuti kebiasaan orang-orang terdekatnya, dalam hal ini adalah ibu dan bapaknya.

Kedua orang tua adalah orang yang paling banyak ditiru oleh anak, mereka jugalah yang paling kuat menanamkan pengaruh kepada jiwanya, sehingga Nabi Muhammad SAW sendiri menyebut bahwa merekahlah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani dan majusi.

Pendidikan dengan metode apapun tidak akan produktif kalau orang tuanya sendiri tidak mampu menjadi contoh yang patut untuk diikuti.

Keempat syarat di atas melekat dalam perintah memukul, sehingga kalau tidak ada salah satu di antara keempatnya maka pukulan terhadap anak sama sekali tidak dibenarkan dalam perspektif pendidikan Islam.

Wallahu A’lam. (dakwatuna.com/hdn)

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (1 votes, average: 1.00 out of 5)
Loading...

Tentang

Lahir dan besar di lombok, menikah dengan 1 orang istri bernama Ilmiati. Memiliki 2 Orang Putra dan 1 orang putri. Pendidikan terakhir S2 Pendidikan Islam di Institut PTIQ Jakarta. Sejak Tahun 2007 mengajar di di Pesantren Terpadu Darul Qur’an sampai juni 2016. Tahun 2011-2013 menjadi Wakasek Kurikulum dan kemudian menjadi Kepala SMAIT Darul Qur’an sejak Tahun 2014-2016. Saat ini pulang ke lombok dan menjadi Kepala SMPIT Darul Wahdah Gerung Lombok Barat.

Lihat Juga

Grand Launching SALAM Teknologi Solusi Aman Covid-19 untuk Masjid

Figure
Organization