Topic
Home / Narasi Islam / Resensi Buku / Ayat-Ayat Cinta 2

Ayat-Ayat Cinta 2

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Cover buku "Ayat-Ayat Cinta 2".
Cover buku “Ayat-Ayat Cinta 2”.

Judul: Ayat-Ayat Cinta 2
Penulis: Habiburahman El-Shirazy
Penerbit: Republika
Cetakan: III, Desember 2015
Tebal: 690 Halaman
Harga: Rp 70.000

dakwatuna.com – Habiburahman atau yang lebih dikenal Kang Abik adalah salah satu penulis produktif di Indonesia saat ini. Gerombolan kata ricuh menunggu dihampiri jari-jemari emasnya. Kepiawaian Kang Abik dalam memadukan dalil dan kisah menjadi suatu tatanan sastra yang indah. Ia seolah bernyanyi mengalun syahdu meliuk dengan merdu. Dan novel-novelnya tergolong laris. Sebut saja misalnya Ayat-ayat Cinta, Ketika Cinta Bertasbih, Ketika Cinta Bertasbih 2, Pudarnya Pesona Cleopatra, Bumi Cinta, Dalam Mihrab Cinta, dan Api Tauhid.

Uniknya, tulisan-tulisan yang dihasilkan menjadi pembangun jiwa. Mampu Meramu praktik sosial untuk menghadapi tantangan dakwah yang kian sulit. Ayat-ayat Cinta 2 adalah salah satu novel terbaru Kang Abik. Semoga Allah karuniakan istiqomah menyajikan kebenaran, barakah yang tiada henti, hingga khusnul khatimah.

Tokoh utamanya masih tetap Fahri, seorang mahasiswa Kairo yang berwawasan Internasional dan mengerti fikih dakwah kontemporer. Safari dakwah yang ia lakukan. Membawa dirinya berada di kawasan Stoney Hill. Bersama paman Hulusi, asisten rumah tangganya yang berdarah Turki. Ia tinggal di sebuah komplek yang berbentuk L di tanah Skotlandia. Di tanah itulah ia menemukan masyarakat yang multikultural. Dalam kiprah ilmiahnya di perguruan tinggi ternama Eropa, Universitas Edinburgh di Skotlandia. Fahri harus berjuang menampilkan nilai-nilai Islam yang luhur dan filosofi, serta akhlak yang mulia dalam kehidupan sehari-hari. Pergulatannya dengan pemeluk agama lain menuntut Fahri untuk lebih bijaksana di sana.

Kerinduan yang dalam kepada istri yang tercinta, Aisha. Menjadi bayang-bayang yang sulit sekali dilupakan oleh Fahri. Setiap terdengar suara gesekan biola. Alunan melodi itu mengingatkan kepada bidadari surganya. Kepergian Aisha ke Palestina. Rupanya membawa luka bagi seorang Fahri. Tak ada kabar mengenai identitasnya. Tak ada satu pun email yang dikirim Fahri dibalas oleh Aisha. Aisha seolah hilang ditelan bumi. Mata Fahri selalu berkaca-kaca jika hal mengenai Aisha disinggung kepadanya. Belum lagi, kabar mengenai Alicia, teman seperjalanan Aisha ke Palestina. Ditemukan menjadi mayat dengan kondisi yang menggenaskan di pinggir daerah Hebron, Israel. Fahri yang mengalami mabuk asmara karena kecintaan yang mengakar kuat kepada Aisha layaknya sebuah bendungan. Jika diberikan celah sedikit. Maka tak ada seorang pun yang bisa membendung arusnya. Polemik batin yang dialami Fahri dalam mengambil keputusan. Mengajarkan kita untuk tidak pernah berputus asa. Berharap diberikan yang terbaik dari Allah swt. Berani bercita-cita dan merencanakan hidup yang indah bersama orang-orang mulia agar dirindu surga. Dalam perjalanan kisahnya Fahri harus menjalin sebuah lembaran hidup baru. Ia dipertemukan dengan dua orang anak yang begitu berbakat, Keira dan Jason. Ia pun menjadi seorang tetangga yang baik bagi seorang nenek bernama Catarina.

Suatu ketika, desakan kepada Fahri untuk menikah lagi. Terus menerus mengalir kepadanya. Tawaran dari syekh Utsman untuk menikahi cucunya Yasmin. Dan desakan Hulya, saudara sepupu Aisha. Membuat Fahri berkali-kali harus istikharah. Meminta perlindungan dari segala hawa nafsu. Dan meminta petunjuk untuk kembali menata hidup yang baru. Memang benar, seorang lelaki belumlah utuh menjadi lelaki, jika ia belum beristri. Fahri dituntut untuk selalu berkelana dalam pilihan. Dan itu butuh keberanian!

Bisa dibilang sosok Fahri ialah penyerta malam atau kawan dini hari layaknya Abdullah bin Umar. Keistimewaan yang ditampilkan mampu memikat perhatian kita untuk lebih menjaga keteguhan hati dan kebulatan tekad. Belum lagi dengan kemurahan hatinya yang dipadu dalam paduan seni yang agung membentuk corak kepribadian yang mengagumkan. Fahri banyak memberi karena dia seorang pemurah. Barang yang diberinya pun adalah barang halal karena ia seorang yang wara’ dan shalih. Ini menunjukkan suatu karakteristik peri hidup generasi terbaik di muka bumi ini. Tiada lain para sahabat Rasulullah. Dan ia tidak peduli, apakah kemurahannya itu akan menyebabkannya miskin karena ia seorang yang zuhud, tak ada minat untuk kesenangan dunia. Sampai suatu hari Fahri dipertemukan dengan seorang wanita muslim yang berwajah rusak. Ia pun menolong dan memintanya untuk tinggal di rumahnya, selama status kependudukannya aman. Wanita itu bernama Sabina. Hari demi hari diisi kebersamaan. Namun ada sesuatu hal yang janggal dimulai dari masakan, kepribadian, serta keilmuan Sabina. Banyak kesamaan antara Sabina dengan Aisha. Fahri sendiri sulit untuk mempercayai apakah Sabina itu adalah Aisha. Karena wajahnya yang berbeda dipadu dengan pita suara Sabina yang rusak.

Puncaknya Fahri diundang untuk menjadi narasumber dalam perdebatan ilmiah di Oxford Union, arena perdebatan paling bergengsi di dunia. Pergulatan intelektual dan pembahasan paling menggairahkan selalu tersaji di arena diskusi ini. Nah, mampukah Fahri menjawab tantangan perdebatan itu? Akankah dia memilih pendamping yang baru? Mungkinkah Aisha akan kembali?

Ini sebuah karya penulis negeri sendiri, ia mampu menjawab isu Islam kontemporer melalui sastra, karyanya layak dinikmati. (dakwatuna.com/hdn)

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Mahasiswa di UPI jurusan pendidikan bahasa Arab.

Lihat Juga

Semusim Cinta, Ajang Menambah Ilmu dan Silaturahim Akbar WNI Muslimah Se-Korea Selatan

Figure
Organization