Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Keimanan Adalah Keberpihakan

Keimanan Adalah Keberpihakan

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (iluvislam.com)

dakwatuna.com – Alkisah dalam sebuah cerita, ketika Nabi Ibrahim as dibakar oleh Raja Namrudz, seekor semut membawa setetes air. Seekor binatang kemudian bertanya kepada semut tersebut.

“Untuk apa kamu membawa setetes air tersebut, wahai semut?”

Semut itu kemudian menjawab,

“Untuk memadamkan api yang membakar tubuh Nabi Ibrahim.”

“Tahukah kamu bahwa apa yang kamu lakukan itu tidak akan menghasilkan apa-apa kecuali kesia-siaan?” ujar binatang tersebut.

Semut itu kemudian berkata,

“Aku tahu. Tapi dengan setetes air inilah aku menunjukkan di pihak siapa aku berada.”

***

Pada kesempatan yang lain, seekor cecak mendekati kobaran api yang juga tengah membakar kekasih Allah Ibrahim AS. Seekor binatang kemudian bertanya kepada cecak tersebut.

“Untuk apa kamu merayap mendekati kobaran api tersebut dan membahayakan dirimu, wahai cecak?”

Cecak itu berkata,

“Untuk meniup api yang tengah membakar Ibrahim agar semakin membara.”

“Tahukah kamu bahwa apa yang kamu lakukan itu tidak akan menghasilkan apa-apa kecuali kesia-siaan?” ujar binatang tersebut.

Cecak itu kemudian berkata,

“Aku tahu. Tapi dengan inilah aku menunjukkan dipihak siapa aku berada.”

***

Maka kemudian Rasulullah bersabda dalam 2 haditsnya,

Dari Ibnu Abbas RA beliau berkata, “Sesungguhnya Rasulullah SAW mencegah dari membunuh empat hewan: Semut, lebah, burung hud-hud, dan burung shurad.” (HR. Abu Dawud: 2490)

Dari Ummu Syariik Rha bahwa Rasulullah SAW memerintahkan untuk membunuh cecak. Beliau bersabda, “Dahulu cecak ikut membantu meniup api (untuk membakar) Ibrahim AS.” (HR. Bukhari: 3359)

***

Sebuah keniscayaan bahwa dalam hidup ini, semua aspek hidup berdampingan dan berpasang-pasangan. Seperti yin dan yang (hitam dan putih), kutub baterai (positif dan negatif), sifat-sifat kehidupan (baik dan buruk, indah dan buruk), hingga surga dan neraka. begitulah sunnatullah yang Allah tetapkan dalam kehidupan dunia ini. Keniscayaan itulah yang pada akhirnya membuat sebuah keteraturan dalam kehidupan ini. Dan bagi kita sebagai hamba Allah SWT, hanya sepasang tempat yang akan menjadi tempat kembali kita di akhirat kelak. Surga atau Neraka. Sebagaimana Allah SWT dalam al-Quran menggolongkan manusia ke dalam sepasang golongan, Ashabul Yamin dan Ashabus Syimal, Ashabul Jannah dan Ashabun Naar, dan lain sebagainya. Ini menegaskan bahwa kita hanya memiliki dua pilihan dalam dunia ini, menjadi hamba kebaikan atau menjadi hamba keburukan.

Patut kita ingat kembali sumpah kesaksian kita kepada Allah SWT, bahwa kita adalah seorang muslim karena kita bersaksi bahwa tiada Ilah yang berhak diibadahi kecuali Allah SWT, dan Muhammad SAW adalah utusan Allah. Kemudian kita juga harus mengingat bahwa sebagai seorang muslim, maka kita pun harus bersaksi bahwa kita beriman kepada Allah SWT, Malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, hari akhir, dan takdir baik dan buruk agar kita disebut sebagai orang yang beriman. Dengan kesaksian tersebut, sejatinya kita terikat dalam sebuah perjanjian dengan Allah SWT, bahwa kita harus membuktikan keimanan dan keislaman kita dalam kehidupan kita di dunia ini. Dan salah satu bukti iman dan Islam kita adalah dengan menunjukkan keberpihakan kita kepada kebenaran, seperti semut yang membuktikan keberpihakannya kepada Ibrahim AS.

Allah SWT sudah memerintahkan kita agar kita menjadi penolong agama Allah, sebagaimana Nabi Isa AS meminta pengikutnya yang setia (hawariyyun) menjadi penolong-penolong agama Allah, sebagaimana termaktub dalam surat Ash-Shaff ayat 14. Maka ayat ini menjadi dalil keharusan kita untuk menolong agama Allah. Bahkan dalam ayat sebelumnya, Allah menawarkan sebuah perdagangan yang imbalannya adalah diselamatkannya kita dari api neraka. Dan perdagangan yang Allah tawarkan adalah Jihad Fii Sabiilillah dengan harta dan jiwa kita. Artinya, Allah SWT dalam hal ini mewajibkan kita untuk menolong agama Allah, dan Allah memberikan gambaran apa yang akan kita dapat jika kita menjadi penolong agama Allah. Dan salah satu cara kita berjihad menolong agama Allah adalah dengan menunjukkan keberpihakan kita kepada Islam.

***

Hari ini, umat Islam dihadapkan pada situasi yang pelik. Selayaknya daratan yang dikepung lautan, hari ini umat Islam diserbu dari berbagai sisi dengan berbagai serangan. Serangan dari segi akidah, pemikiran, ekonomi, politik, gaya hidup, bahkan hingga serangan sesama umat Islam sendiri, dan banyak lagi. Rasulullah SAW sendiri sudah memprediksikan hal ini dalam sabdanya:

“Nyaris orang-orang kafir menyerbu dan membinasakan kalian seperti halnya orang-orang menyerbu makanan di atas piring. Seorang sahabat berkata, “Apakah saat itu kami sedikit?” Beliau bersabda, “Bahkan kalian waktu itu banyak sekali, tetapi kalian seperti buih di atas lautan. Dan Allah mencabut rasa takut dari dada musuh-musuh kalian terhadap kalian, dan menanamkan penyakit wahn dalam hatimu. Seseorang bertanya, “Apa itu penyakit wahn ya Rasulullah ?” Beliau bersabda, “Cinta dunia dan takut mati.”

Pada hari ini kita lihat semakin sedikitnya para pejuang Islam, para penolong agama Allah, para pembela Islam. Pada saat yang sama, hari ini kita lihat semakin gencarnya serangan musuh-musuh Islam, dari dalam maupun luar, terhadap agama ini.

Maka sudah seharusnya mulai saat ini kita tunjukkan keberpihakan kita terhadap Islam. Bela syariat dan nabi kita dari hinaan dan lecehan musuh-musuh Islam. Berbanggalah menjalankan syariat dan mengenakan simbol agama kita. Lawanlah komentar dan pendapat jahil dan menyesatkan dari musuh Islam di media sosial. Bergabunglah dengan komunitas Islam untuk merapatkan barisan. Susun persatuan umat. Berbelanjalah di toko muslim dan produk-produk umat Islam. Lakukanlah semampu kita. Sesuai dengan kemampuan dan keahlian yang dimiliki.

Para guru dan orang tua, didiklah anak-anak dan generasi muda menjadi generasi Muhammad Al-Fatih dan Usamah bin Zaid. Para ekonom syariah, galakkan dan sosialisasikan ekonomi syariah kepada umat. Para politisi muslim, bersuaralah di podium. Gemakan syariat Islam dan kebijakan pro kepada Islam dan umat Islam. Para ustadz dan tokoh agama, mari eratkan persatuan di atas tali Allah SWT, hindari permasalahan ikhtilaf dan fokus kepada hal yang prinsipiil. Gunakan media sosial sebagai senjata untuk melawan pemikiran dan komentar para musuh Islam, sembari menjadi media pendidik umat melalui ilmu-ilmu Islam.

Tujuan akhir kita adalah pilihan kita. Hanya dua. Tidak ada pertengahan atau abu-abu. Jika kita tidak berpihak pada kebenaran, maka jangan harap kita berhak meminta surga. (dakwatuna/hdn)

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (2 votes, average: 3.00 out of 5)
Loading...
Mahasiswa S1 Fakultas Teknik UI, pegiat ilmu keislaman dan sejarah islam, dan seorang yang mencoba peduli terhadap sekitar

Lihat Juga

Lenyapnya Keimanan

Figure
Organization