Topic
Home / Pemuda / Essay / Karena Dirimu Begitu Berharga

Karena Dirimu Begitu Berharga

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (plantsomethingmaine.org)

dakwatuna.com – Semilirnya angin malam ini, aku mencoba menikmati suasana yang begitu harmonis, memandang langit yang ditemani bintang-bintang. Gemerlapnya begitu menggoda, semakin kagumlah kepada pencipta itu semua Allah SWT. Tidak lupa pohon-pohon yang menari begitu gemulainya, Aku terasa terhibur oleh itu semua.

Sampai aku melupakan kewajiban yang akan kukerjakan. Tersadar ketika melihat mushaf di genggaman tangan. Aku terkejut oleh suara tangan yang mendadak mendarat di pundakku, setelah kucari tahu siapa yang melakukan hal konyol itu, ternyata itu temanku. Sungguh tega temanku, berani-beraninya mengganggu malamku.

“Jangan melamun woyy”, celetuknya dengan memasang wajah tanpa dosa.

Dia terus menanyakan tentang sesuatu yang sedang aku pikirkan. Karena terus mendesak agar aku menceritakan kepadanya dan karena aku iba melihat wajahnya yang memelas meminta diceritakan, maklum temanku memang orangnya kepoan hehe, tapi salut deh sama dia, orangnya penyabar, meski banyak orang yang membully saking polosnya dia, tapi dia sama sekali tidak terganggu oleh mulut-mulut orang yang gak ada kerjaan mencibir, membully, hmmm pokoknya salut deh sama dia.

Akhirnya Aku menceritakan juga apa yang aku pikirkan, gak ada salahnya kan, semoga jadi pembelajaran buat dia juga, agar tidak terjerumus ke lubang yang sama seperti aku ini.

Entahlah malam itu suasananya sangat mendukung mengingatkan tentang matahariku, ikhwan yang aku kagumi, terkadang lucu juga mengingat hal itu. Terkadang juga Aku menyesali apa yang telah aku perbuat dulu, “Sungguh bodohnya aku”, itulah kata-kata yang selalu terlintas dikepalaku, betapa tidak tanpa berpikir panjang aku mengungkapkan perasaanku yang sudah lama terpendam kepada ikhwan tersebut. Tapi apakah yang terjadi? Ternyata ikhwan itu menolak secara halus dengan dalih agar aku bias membahagiakan dulu orang tuaku dan bias meraih cita-citaku. Awalnya aku tidak mengerti entah dia menolak atau memang benar menunggu aku sampai aku bias meraih cita-citaku dulu. Aku jadi bingung sendiri bukannya hatiku plong sudah mengungkapkan eeeeh malah ada hal baru yang mengganjal. Sampai aku berpikir itu bukan menolak juga bukan menerima, itu masih digantung.

Aku sebagai wanita tidak menyerah begitu saja, aku terus melakukan usahaku dengan mendoakan kebaikan untuknya, aku terus mensuportnya dalam menyikapi hidup ini, tidak lupa aku juga sering memberi perhatian kepadanya. Namun usaha yang aku lakukan tidak juga meluluhkan hatinya.

Mungkin karena merasa terganggu dengan kehadiranku di hidupnya, sampai hati dia mengeluarkan kata-kata yang sungguh wanita akan malu mendengar kata-kata itu. Entah dia sadar atau sedang tidak sadar. Tapi seiring berjalannya waktu aku baru sadar, pertanyaan itu sangat menyinggung, pertanyaan itu bagiku sangat merendahkan harga diri wanita. “Emang gak ada yang naksir kamu de?”

Itulah pertanyaan yang sampai sekarang aku ingat, itulah senjataku untuk benar-benar harus melupakannya, Itulah alasanku untuk meyakinkan hatiku bahwa dia benar-benar tidak mencintaiku.

Sungguh sebagai wanita aku merasa harga diri terinjak-injak. Namun, apakah aku harus menyalahkan dia? Apa salah dia?

Kini aku tersadar, bahwa perlakuan dia terhadapku tidak lain karena perbuatanku sendiri yang mengundang perlakuan tidak baik. Hal ini sama dengan hukum aksi reaksi, tidak mungkin orang melakukan perbuatan begitu tanpa kita mengundangnya untuk melakukan hal itu.

Memang betul dulunya dia seorang yang perhatian, namun para akhwat ketahuilah bukan berarti yang perhatian itu suka sama kita, apalagi cinta. Jagalah hati kalian para akhwat, jangan sampai martabat kita direndahkan oleh sikap kita sendiri. “Nah bagaimana dengan Siti Khadijah Radhiallahuanha bukankah dia yang menyatakan duluan kepada Rasulullah SAW?” Tanya temanku dengan polosnya.

Iya memang begitu, namun apa salahnya dengan Siti Khadijah? Beliau langsung ke jenjang pernikahan.

Nah kita? Pacaran? Aku bertanya balik.

Kulihat temanku hanya mangguk-mangguk seolah benar paham apa yang aku katakan.

Aku tak henti-hentinya mengingatkan teman polosku itu.

Di sinilah aku belajar untuk memahami apa itu izzah ataupun iffah. Lewat kejadian inilah aku menyadari bahwa kita sungguh berharga apabila kita menjaga harga diri dan kehormatan kita. Jaga hati kita untuk yang terbaik jangan umbar perasaan kita, sungguh kita sebagai wanita sangatlah berharga janganlah kau menjatuhkan kebehargaanmu dengan kelakuan burukmu sendiri.

Karena dirimu begitu berharga. (dakwatuna/hdn)

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (1 votes, average: 5.00 out of 5)
Loading...
Delis Nurhasanah seorang mahasiswi STEI Sebi yang sedang menempuh pendidikan S1, fakultas ekonomi, jurusan Manajemen Perbankan Syariah.

Lihat Juga

Pemerintah Harus Lebih Kendalikan Harga

Figure
Organization