Topic
Home / Berita / Opini / Densus Anti Korupsi Polri Untuk Kepentingan Siapa?

Densus Anti Korupsi Polri Untuk Kepentingan Siapa?

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (Ant)

dakwatuna.com – Tindak pidana Korupsi telah dikatagorikan dalam hukum positif Indonesia sebagai tindak pidana luar biasa atau extraordinary crime. Namun hal tersebut tidak berpengaruh terhadap realita praktik di lapangan, bahwa banyak sekali oknum pemerintah dari tingkat daerah sampai pusat yang melakukan tindak korupsi dalam menjalankan jabatannya.

Berbicara penanganan tindak pidana korupsi tidak akan lepas dari suatu Lembaga Negara yakni Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pada awal dibentuknya, KPK telah menjadi harapan baru bagi masyarakat Indonesia untuk menumpas habis tindak pidana korupsi. Sehingga KPK di buat oleh Pemerintah sebagai Lembaga Super Power. Dari segi kewenangan, KPK diberikan satu kewenangan khusus untuk melakukan penyadapan terhadap pejabat Negara, yang hal ini tidak dimiliki oleh Lembaga lain bahkan Mahkamah Agung sekalipun.

Di tengah sekelumit permasalahan KPK, di antaranya dengan dibuatnya Pansus Hak Angket KPK yang dinilai akan melemahkan fungsi KPK terhadap pemberantasan tipikor, saat ini Polri hendak membentuk Densus Anti Tipikor dengan dalih membantu KPK, dengan menuntut kewenangan yang sama dengan kewenangan KPK.

Densus Anti Korupsi sebetulnya tidak dibutuhkan oleh lembaga hukum Polri lebih jauh tidak dibutuhkan oleh masyarakat. Sebab pada kenyataannya Polri telah memiliki kewenangan untuk melakukan Penyelidikan dan penyidikan terhadap suatu tindak pidana termasuk korupsi, suap, dan sebagainya sebagaimana diatur dalam Pasal 1 KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana).

Di samping hal itu Lembaga Kejaksaan telah membentuk Satgasus P3TPK (Satuan Tugas Khusus Penanganan dan Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Korupsi) sejak 8 Januari 2015. Adapun masalah-masalah tipikor kecil di daerah-daerah Polri seharusnya kembali membaca Perpres No 87 tahun 2016 tentang pembentukan Satgas SABER PUNGLI. Saat ini para petugas Satgas SABER PUNGLI telah banyak mengamankan tindak pidana korupsi di daerah-daerah bahkan seringkali mereka menjadi saksi dalam Persidangan Tipikor di Pengadilan Negeri.

Oleh karena itu Pembentukan Densus Anti Korupsi di tubuh Polri sangat tidak dibutuhkan dan di sisi lain sangat menguras APBN, sebagaimana diberitakan bahwa dalam pembentukan Densus Anti Korupsi Kapolri telah menganggarkan sebesar 2,6 Triliun Rupiah. Dana sebesar ini jauh lebih baik diinvestasikan pada jaminan sosial masyarakat Indonesia yang saat ini telah merasakan pencabutan subsidi di segala sector dan tingkat kenaikan harga membayar pajak.

Di sisi lain sebuah lembaga yang hendak membersihkan Tindak Pidana Korupsi harus merupakan Lembaga yang kredibel, independen, dan bersih dari tindak pidana korupsi tersebut. Mengutip pernyataan Manajer Departemen Riset Transparency Indonesia (TII) Wawan Suyatmiko, yang diposting pada laman nasional.republika.co.id “Polisi urutan pertama, 39 persen publik menganggap polisi adalah lembaga paling korup, kemudian disusul legislatif (37 persen), legislatif daerah (35 persen), birokrasi (35 persen), dan kementerian (31 persen),” hal ini semakin menunjukan bahwa Densus Anti Tipikor tidak cocok berada pada tubuh Polri yang masih dinilai sebagai lembaga terkorup.

Lembaga KPK yang saat ini dinilai sebagai lembaga yang kredibel dan independen dalam menangani kasus korupsi, masih seringkali melakukan kealpaan dalam penyidikan sehingga sering kali kalah pada proses Praperadilan. Apalagi jika yang membawahi hal tersebut adalah lembaga yang masih perlu membenahi moral dan kredibilitas internalnya.

Polri akan lebih bijak apabila saat ini kembali merevitalisasi nilai Tri Brata pada seluruh jajaran di Kepolisian Republik Indonesia. Dimulai merevitalisasi nilai filosofis Lambang Polri yang bernama Rasta Sewakottama yang berarti “Polri adalah Abdi Utama dari pada Nusa dan Bangsa” yang mana kalimat tersebut merupakan Brata yang pertama dari Tri Brata yang telah di ikrar-kan oleh setiap anggota kepolisian sebagai pedoman hidup Polri sejak 1 Juli 1954. (zamzam/dakwatuna.com)

Redaktur: Samin Barkah

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Advokat pada LBH Persis

Lihat Juga

Grand Launching SALAM Teknologi Solusi Aman Covid-19 untuk Masjid

Figure
Organization