Topic
Home / Narasi Islam / Sosial / Mengendalikan Amarah

Mengendalikan Amarah

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
ilustrasi (inet)
ilustrasi (inet)

dakwatuna.com – Dari sekian banyak emosi yang paling sulit dikendalikan adalah amarah. Amarah adalah emosi yang paling berbahaya. Sejumlah masalah utama yang menghancurkan kehidupan keluarga dan masyarakat melibatkan gejolak amarah. Amarah adalah emosi yang paling sulit diajak beradaptasi karena amarah mendorong kita untuk bertikai.

Rasulullah SAW melukiskan betapa buruknya amarah (yang tak terkendali) itu dalam sabdanya, “Marah itu pada awalnya seperti gila dan akhirnya penyesalan.”

Emosi bukanlah sesuatu yang harus tidak ada pada diri manusia. Emosi adalah bagian dari fitrah manusia. Ia merupakan salah satu alat untuk mempertahankan kehidupan yang Allah berikan kepada manusia. Bisa dibayangkan, manusia yang hidup tanpa emosi. Tidak akan ada semangat dalam dirinya untuk mempertahankan dan membela hak-hak dirinya atau merebut hak-haknya yang dirampas orang lain. Jadi, amarah harus diletakkan pada tempatnya dan digunakan pada waktu yang tepat. Misalnya, ketika terjadi pelanggaran terhadap hukum Allah.

Sedangkan amarah yang diumbar secara membabi buta untuk melampiaskan kekesalan dan kekecewaan, akan menyebabkan manusia menjadi orang yang hina dalam pandangan Allah. Imam Al-Ghazali mengatakan bahwa amarah adalah salah satu al-Muhlikat (perusak). Hati adalah pengendali perbuatan, namun daya fikirnya bisa hilang ketika amarah membutakan dan membuatnya tuli.

Tentu saja setiap ledakan amarah pasti ada pemicunya. Dengan kata lain, amarah itu tidak pernah muncul tanpa ada alasan. Persoalannya adalah apakah setiap kejadian, perilaku, masalah, atau kondisi selalu tepat untuk direspon dengan amarah? Apakah dengan marah akan menyelesaikan persoalan atau justru hanya akan menambah masalah baru?

Di sinilah pentingnya pengendalian amarah. Mengumbar amarah dengan alasan untuk menenangkan jiwa bukan merupakan pilihan bagi pengobatan amarah. Baik menurut ahli psikologi, terlebih menurut ajaran Islam. Allah SWT memuji orang yang sanggup mengendalikan amarahnya serta menjanjikan surga baginya. Firman-Nya:

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.. (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. Ali Imran: 133 – 134).

Rasulullah menyebut orang yang mampu mengendalikan amarah sebagai orang yang kuat. Sabdanya, “Orang yang kuat bukanlah orang yang jago berkelahi, tetapi orang yang kuat adalah orang yang sanggup mengendalikan dirinya ketika marah.”

Hadist di atas memberikan pelajaran bahwa ketika kita marah dengan alasan yang benar sekali pun, harus tetap pada batas-batas tertentu. Sebagai seorang muslim, kita harus berusaha agar bisa mengendalikan amarah dalam setiap keadaan. Obat penawar agar emosi tetap stabil dan amarah tidak mudah meledak adalah dengan cara-cara berikut ini:

  1. Mendekatkan diri kepada Allah dengan cara beribadah kepada-Nya secara istiqamah, memahami makna dan hikmah di balik setiap ibadah yang dilakukan, dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Setiap ibadah dalam Islam mengandung pembelajaran agar kita bisa mengendalikan amarah. Puasa misalnya, mendidik kita untuk menjadi manusia yang bisa mengendalikan hawa nafsu, dan salah satu bentuk hawa nafsu adalah nafsu amarah.

  1. Memperbanyak dzikir karena dzikir akan menentramkan hati. Dengan hati yang tentram manusia akan mampu melakukan kontrol yang baik terhadap dirinya. Alquran menyebutkan, “Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah hati menjadi tentram.” (QS. Ar-Ra’d: 28)
  2. Ada perjuangan untuk membiasakan diri agar tidak cepat marah. Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya ilmu diperoleh dengan cara belajar dan sikap mudah memaafkan diperoleh dengan upaya untuk memaafkan.” (HR. Thabrani).
  3. Memikirkan keutamaan menahan amarah dan keburukan mengumbarnya. Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah seorang hamba meneguk sesuatu yang lebih besar pahalanya selain dari meneguk (menahan) amarah karena mencari ridha Allah.” (HR Thabrani)
  4. Mengingatkan diri sendiri dengan azab Allah. Misalnya, saat kita marah kepada seseorang, katakanlah kepada diri sendiri bahwa kekuasaan Allah terhadapku adalah lebih besar dari kekuasaan diriku terhadap orang ini.
  5. Menahan keinginan untuk marah. Karena sangat mungkin itu adalah bisikan setan bahwa, “Jika kamu tidak marah, maka kamu itu lemah.”

 

Itulah enam cara agar kita bisa mengendalikan amarah. Tentu hal ini perlu dilatih secara terus-menerus dan berkesinambungan. Sehingga kita benar-benar menjadi orang yang mampu mengendalikan amarah, dan berhak mendapat ganjaran berupa surga sebagaimana diterangkan dalam surat Ali Imran ayat 133 – 134. (dakwatuna.com/hdn)

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Lulusan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan yudisium cum laude ini dikenal sebagai penulis, penceramah, trainer, dan pembicara publik. Ia menulis sejak kuliah dan hingga kini telah menulis dan menerbitkan 43 buku dengan 5 buku di antaranya diterjemahkan ke Bahasa Melayu di Malaysia. Ia menjadi pembicara di berbagai sekolah, kampus, lembaga, perusahaan, radio, dan TV Edukasi Pustekkom, Kemdikbud. Bergabung di Dompet Dhuafa pada 2010 sebagai guru di Smart Ekselensia Indonesia, kemudian diamanahi sebagai kepala sekolah, dan kini diberikan tugas sebagai Manajer Penelitian dan Pengembangan Pengetahuan Makmal Pendidikan Dompet Dhuafa.

Lihat Juga

Hamas Hari Ini Serukan Aksi “Jumat Amarah” untuk Selamatkan Al-Aqsha

Figure
Organization