Topic
Home / Narasi Islam / Khutbah / Khutbah Jum'at / Khutbah Jumat: Mensyukuri Kemerdekaan

Khutbah Jumat: Mensyukuri Kemerdekaan

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.

اَلْحَمْدُ لِلّهِ الَّذِيْ أَنْعَمَنَا نِعْمَةَ اْلِإيْمَانِ وَاْلإِسْلَامِ وَاْلِاسْتِقْلَالِ أَوِاْلحُرِّيَّةِ، وَأَفْهَمَنَا مِنْ عُلُوْمِ الدِّيْنِ وَاْلعَقِيْدَةِ، وَبَيَّنَ لَنَا وَأَرْشَدَنَا اْلأَخْلَاقَ الْكَرِيْمَةَ وَاْلأَعْمَالَ الصَّالِحَةَ

أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ شَهَادَةً تُنْجِيْنَا بِهَا مِنْ أَهْوَالِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ شَافِعُ اْلأُمَّةِ وَخَيْرُ اْلبَرِيَّةِ

اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ الَّذِيْنَ يَعْمَلُوْنَ الصَّالِحَاتِ وَيَجْتَنِبُوْنَ اْلَمنْهِيَّاتِ. أَمَّا بَعْدُ:

فَيَا عِبَادَ اللهِ ! أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ

Hadirin Jama’ah Jum’ah Yang Dirahmati Allah

(indobolanews.com)
(indobolanews.com)

dakwatuna.com – Marilah pada siang hari ini kita senantiasa meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah SWT dengan menjalankan semua perintah-perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-larangan-Nya. Dan hendaknya kita selalu bersyukur kepada Allah SWT atas segala nikmat yang telah diberikan kepada kita semua dalam menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara ini.

Salah satu nikmat dan rahmat yang diberikan Allah kepada manusia adalah nikmat Kemerdekaan. Hal ini merupakan nikmat yang tidak bisa diukur dengan harta benda. Banyak orang bersedia mengorbankan apapun demi mendapatkan hak untuk merdeka.

Merupakan fakta sejarah yang tidak dapat dipungkiri bahwa peran dan kontribusi para ulama, dan para pahlawan muslim begitu besar dan menentukan dalam perjuangan melawan penjajah, meraih kemerdekaan. Kontribusi mereka yang sangat bernilai di mata bangsa ini harus dijadikan semangat mengukir prestasi. Saatnya kita menjadikan momentum kemerdekaan ini untuk meneladani perjuangan para ulama dan pahlawan negeri ini, meneruskan perjuangan mereka dan membawa kemerdekaan ini menuju kemerdekaan yang totalitas dalam segala arti dan bentuknya.

70 tahun yang lalu bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya, ini semua merupakan nikmat serta berkah dari Allah SWT, yang harus disyukuri. Sebagaimana ditegaskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi; “Atas berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa, dan didorong oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya”. Jadi jelas, bahwa kemerdekaan yang hingga saat ini kita rasakan dan beberapa hari yang lalu kita peringati, adalah berkat Rahmat Allah

Kemerdekaan adalah nikmat yang sangat besar yang diberikan Allah kepada Negara kita. Karena dengan adanya kemerdekaan, kita masih bisa menghirup udara segar sampai saat ini. Andaikan belum merdeka, entah apakah kita masih hidup atau sudah mati terkena lemparan granat atau tembakan para penjajah. Dengan kemerdekaan pula kita bisa beribadah dengan tenang dengan khusyuk tanpa rasa khawatir akan adanya bombardir pesawat penjajah. Dengan kemerdekaan pula kita bisa bercengkerama dengan keluarga, dengan istri ataupun anak-anak kita. Sungguh, kemerdekaan adalah nikmat yang luar biasa yang diberikan Allah kepada Negara kita. Ini Bukan pemberian Belanda atau pun Jepang.

Hadirin jamaah jum’ah rahimakumullah

Kemerdekaan Indonesia telah berumur 70 tahun, tentu ini bukan umur yang muda dalam bentangan sejarah. Tetapi patut disayangkan, kemerdekaan yang diraih dari penjajahan Belanda selama 350 tahun ditambah 3,5 tahun oleh Jepang dahulu, Kini masih sebatas baru dikenang, belum sepenuhnya disyukuri oleh mayoritas anak bangsa.

70 tahun Indonesia merdeka bukanlah waktu yang pendek, sesuai umur rata-rata manusia. Namun kemerdekaan hakiki bangsa ini masih belum menjadi bukti. Memperingati kemerdekaan bukan sekadar perayaan seremonial saja, juga bukan sekadar semarak warna-warni bendera dan umbul-umbul, juga tidak sekadar aneka lomba yang kurang mendidik.

Kita bisa lihat, banyak masyarakat, khususnya kaum muda yang memaknai kemerdekaan hanya sebatas penciptaan suasana ramai, meriah, dan gebyar dengan hura-hura dan foya-foya. Sebaliknya, semangat juang yang terkandung di dalamnya nyaris terlupakan.

Oleh karena itu, kita harus tetap mengawasi dan juga mengisi kemerdekaan ini dengan sebaik-baiknya sesuai dengan apa yang telah Allah syari’atkan dan perjuangan dalam mengisi kemerdekaan belum pernah berhenti. Karena kita telah keluar dari penjajah satu, kita akan menghadapi penjajah yang lain. Bung Karno pernah mengatakan “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.”

Hari kemerdekaan Indonesia ke-70 menarik untuk kita renungkan. Sebuah kemerdekaan tidak mungkin diraih tanpa adanya kemenangan, kemenangan mustahil didapat tanpa adanya perjuangan, perjuangan tidak akan berarti tanpa adanya kebersamaan dan persaudaraan, persaudaraan tidak mungkin tercapai tanpa ketulusan, dan ketulusan tidak akan berfaedah tanpa didasari ilmu. Allah SWT berfirman:

وَٱلَّذِينَ جَٰهَدُواْ فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُم سُبُلَنَا وَإِنَّ ٱللَّهَ لَمَعَ ٱلمـُحْسِنِيْنَ

Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (Al-Ankabut: 70)

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah

Kemerdekaan Indonesia yang begitu susah payah diraih, ternyata sering dimaknai sebatas romantisme sejarah semata. Karena hari ini kita lihat dan rasakan, 70 tahun hanyalah peralihan dari satu penjajahan kepada berbagai penjajahan lainnya. Betapa tidak, dahulu para pahlawan kita hanyalah menghadapi penjajahan militer. Tetapi sekarang, bangsa Indonesia menghadapi multi penjajahan, dari penjajahan ekonomi, budaya, moral, sampai pemikiran. Bahkan bentuk penjajahan seperti ini lebih besar bahayanya daripada penjajahan militer, karena bahaya yang ditimbulkan jauh lebih komplek dan berdaya rusak tinggi. Bukan fisik yang dirusak, tetapi pola pikir. Itulah yang dinamakan ghazwul fikri (perang pemikiran).

Dalam masalah ekonomi, sampai hari ini kita belum bisa melepaskan krisis dan ketergantungan kepada utang luar negeri. Bidang budaya, identitas keislaman dan ketimuran bangsa Indonesia terlebur dengan budaya Barat. Dalam bidang moral, mulai anak TK sampai mahasiswa, masyarakat sampai pejabat, tidak jarang kita saksikan pemandangan biasa dari tradisi tawuran korupsi, pornografi, pornoaksi, bahkan bangga menjadi lesbi, waria, dan wanita tuna susila. Maka benarlah apa yang disabdakan Rasulullah SAW:

اِصْبِرُوْا فَإِنَّهُ لَا يَأْتِيْ عَلَيْكُمْ زَمَانٌ إِلَّا الَّذِيْ بَعْدَهُ شَرٌّ مِنْهُ حَتَّى تَلَقَّوْا رَبَّكُمْ

“Bersabarlah kalian, maka sesungguhnya tidak akan datang kepada kalian sebuah zaman, kecuali zaman tersebut lebih rusak dari sebelumnya, sampai kalian menemui Tuhan kalian.”(HR. Bukhari).

Dalam memaknai kemerdekaan ini, marilah kita memposisikan diri sebagai hamba Allah yang taat dan beradab, bersuka ria tanpa harus lupa dari semangat kemerdekaan hakiki. Oleh karena itu, sejatinya seorang muslim seharusnya mensyukuri nikmat kemerdekaan bukan sekadar mengenang kemerdekaan. Kemerdekaan adalah kenikmatan dari Allah. Setiap nikmat itu menjadi pembuka atau penutup pintu nikmat lainnya. Kita sering menginginkan nikmat, padahal rahasia yang bisa mengundang nikmat adalah syukur atas nikmat yang ada. Kalau sekadar mengenang, hanya membuat kita terlena dengan romantisme sejarah, sedang bersyukur merupakan gairah pengundang kenikmatan yang lebih besar.

لئن شكرتم لأزيدنكم

“Jika kalian bersyukur, niscaya Aku akan menambah (kenikmatan tersebut) kepada kalian.” (Ibrahim: 7)

Maka menjadi pilihan bagi kita, apakah kita akan mengikuti zaman dengan warna kemaksiatan dan menjadi budak zaman? Atau justru mewarnai zaman dengan warna keshalihan dan menjadi manusia merdeka yang terbebas dari nafsu dunia, yang hanya menghambakan kepada Allah Taala? Itulah sejatinya tugas manusia sebagai khalifah di muka bumi ini, untuk mewarisi bumi dan memakmurkannya dengan aturan dan celupan Allah

صبغة الله ومن أحسن من الله صبغة ونحن له عابدون

“Celupan (agama) Allah. Siapa yang lebih baik celupannya daripada Allah? Dan kepada–Nya kami menyembah.” (Al-Baqarah: 138)

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

Perjuangan panjang para pendahulu bangsa ini yang notabene mayoritas kaum muslimin, berjuang melawan penjajah, di bawah teriakan takbir mereka melawan kaum kafir, di bawah bendera Laa Ilaaha Illallah mereka berkorban jiwa dan raga, banyak dari mereka yang menjadi syuhada’. Sehingga Allah SWT memberikan nikmat kemerdekaan kepada bangsa ini.

Umat Islam yang berjumlah mayoritas di negeri ini sudah seharusnya mengisi kemerdekaan dengan sebaik-baiknya. Mensyukuri kedaulatan dengan pembangunan dan persatuan. Ini menjadi bukti penghargaan kepada para pendahulu bangsa ini, sekaligus agar Allah SWT menambah nikmat-nikmatnya kepada bangsa ini. Bukankah Allah SWT pasti menambah nikmat-Nya bagi siapa saja yang bersyukur?

Dengan tegas Allah SWT telah memberi arahan kepada bangsa ini bagaimana seharusnya mengisi kemerdekaan dan mensyukuri nikmat kepemimpinan. Allah SWT berfirman dalam surat Al-Hajj ayat 41:

ٱلَّذِينَ إِنْ مَّكَّنَّٰهُم فِي ٱلأَرضِ أَقَامُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَوُاْ ٱلزَّكَوٰةَ وَأَمَرُواْ بِٱلمعرُوفِ وَنَهَواْ عَنِ ٱلمُنكَرِ وَلِلَّهِ عَٰقِبَةُ ٱلأُمُورِ

”(yaitu) orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.”

Kalimat ”Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi” bisa berarti suatu bentuk kemerdekaan dari penjajahan. Ada empat strategi yang harus dilaksanakan dalam mengisi kemerdekaan ini:

Pertama, iqamatus shalah (mendirikan shalat)

Mendirikan shalat dalam rangka membangun moralitas dan akhlaq mulia.

Suatu bangsa atau institusi akan dapat langgeng ketika memiliki moralitas dan kredibilitas yang tinggi. Kunci membangun moralitas terletak pada pelaksanaan ibadah shalat, dan ketaatan kepada Allah SWT. Sebagaimana firman Allah SWT.

إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَاْلمُنْكَرِ

”Sesungguhnya shalat mampu mencegah dari perbuatan keji dan munkar”. (Al Ankabut: 45)

Kedua, itauz zakah, menunaikan zakat sebagai bentuk kepedulian sosial

Agama Allah tidaklah hanya mengurusi masalah rohani dan akhirat saja, namun juga sangat memperhatikan keseimbangan kehidupan sosial bermasyarakat. Itu dibuktikan dengan anjuran di banyak tempat di Al Qur’an, penyebutan perintah shalat selalu diiringi dengan perintah berzakat.

Zakat, atau mengeluarkan harta yang kita punya untuk diberikan kepada orang yang berhak menerimanya adalah dalam rangka membersihkan harta kita dari yang tidak halal atau yang masih samar-samar. Zakat juga sebagai upaya untuk mengerem nafsu bakhil dalam diri seseorang, karena kecendrungan seseorang itu cinta terhadap harta dan dunia. Zakat juga sebagai symbol sosial kepedulian seseorang kepada sesama.

Ketiga, Amar makruf nahi munkar, jaminan kepastian dan penegakan hukum

Jabatan dan kekuasaan mendorong seseorang untuk menyimpang dan menyalahgunakan jabatan. Banyak contoh dalam sejarah, Firaun misalkan yang berupaya untuk melanggengkan kekuasaannya dengan segala cara, karena tidak ada perimbangan kontrol dari masyarakatnya.

Tingkatan amar makruf dan nahi mungkar sudah diatur dalam agama. Yaitu dengan pendekatan kekuasaan atau tangan, bagi yang berwenang. Dengan lisan atau nasihat bagi siapa pun yang bisa mampu memberikan nasihat. Jika keduanya tidak bisa dilakukan, maka dengan pengingkaran dalam hati. Inilah selemah-lemah iman seseorang.

Dalam konteks jaminan kepastian dan penegakan hukum, pernah ditegaskan Rasulullah saw, ketika ada usaha dari para sahabat untuk minta keringanan hukuman bagi seorang wanita bangsawan yang berzina. Namun dengan tegas Rasul menolak dan mengatakan, ”Ketahuilah, penyebab kehancuran umat terdahulu, adalah karena ketika orang kaya mencuri, maka tidak ditegakkan hukuman. Namun kalau yang mencuri itu rakyat kecil, seketika itu hukuman ditegakkan dengan seberat-beratnya. Ketahuilah, seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri, pasti aku sendiri yang akan memotong tangannya.” Seseorang sama di mata hukum. Hukum tidak bisa dibeli dan digadaikan.

Keempat, Mengembalikan urusan kepada Allah semata

Ketika usaha untuk membangun moralitas dan akhlakul karimah lewat pelaksanaan ibadah shalat. Dan menumbuhkan kepedulian sosial yang dibuktikan dengan mengeluarkan zakat. Serta proses amar makruf dan nahi munkar sudah dijalankan dengan seimbang, maka selebihnya kita serahkan urusan kehidupan kepada kehendak Allah SWT. Karena Dia-lah yang akan mengatur urusan seluruh manusia. Dan Allah SWT pasti menepati janji–Nya, yaitu akan menolong orang yang mengikuti kehendak–Nya. Allah SWT berfirman:

وَشَاوِرْهُمْ فِي اْلأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللِه إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِيْنَ

”Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada–Nya.” (Ali Imran: 15)

Jamaah Jumat yang dirahmati Allah

Sesungguhnya Islam lahir membawa misi kemerdekaan dan kebebasan serta ingin mengantarkan segenap manusia kembali kepada fitrah mereka yang suci. Misi kemerdekaan dan kebebasan yang diperjuangkan oleh Islam merupakan inti dari ideologi yang benar yaitu Tahrirul ‘Ibad Min ‘Ibaadatil ‘Ibaad ilaa ‘Ibaadati Rabbil ‘Ibad, membebaskan manusia dari penghambaan, belenggu, dari ketergantungan kepada sesama manusia menuju penghambaan dan pengabdian yang totalitas kepada Tuhan sang pencipta makhluk sealam jagad ini.

Kesyukuran yang tertinggi bagi kita bukan hanya bangsa ini telah meraih kemerdekaan, tetapi kesyukuran kita selaku umat Islam adalah bahwa kita tidak sekadar menjadi penonton di dalam mengisi kemerdekaan ini, tapi semampu mungkin menjadi pemain dan ikut ambil bagian sesuai dengan bidangnya masing-masing, sesuai dengan segmentasi masing-masing untuk menjadi orang-orang yang bisa menorehkan tinta emas dan menuliskan sejarah kegemilangan bangsa ini di masa yang akan datang, sehingga kita akan dikenang sebagai sebuah kebaikan yang Insya Allah jika itu diteruskan oleh generasi yang akan datang, maka kita akan meraih pahala yang tidak putus-putus meskipun kita sudah menghadap Allah kelak.

Dengan semangat kemerdekaan, marilah kita menyukuri kemerdekaan ini dengan mempertahankan keutuhan jati diri dan bangsa ini dengan nilai-nilai akhlaq yang luhur dan nilai-nilai Islam yang tinggi, hanya dengan itu, kita bisa meraih kejayaan di masa yang akan datang. Mudah-mudahan Allah SWT berkenan meneruskan sejarah bangsa ini sehingga bangsa ini akan menjadi sebuah “Baldatun Thayyibatun Warabbun Ghafuur“ sebuah negara dan bangsa yang meraih maghfirah Allah SWT dalam waktu yang bersamaan juga meraih kesejahteraan dan kedamaian selama-lamanya.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِلْمُسْلِمِيْنَ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Khutbah Kedua

اَلْحَمْدُ للهِ الْعَزِيْزِ اْلغَفُوْرِ، اَلَّذِيْ جَعَلَ فِي اْلإِسْلَامِ الْحَنِيْفِ اْلهُدَى وَالنُّوْرِ، اَلَّذِيْ قَالَ {وَمَا اْلحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُوْرِ}، نَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى حَمْدَ مَنْ نَظَرَ فَاعْتَبَرَ، وَكَفَّ عَنِ الْمَسَاوِيءِ وَازْدَجَرَ، وعَلِمَ أَنَّ الدُّنْيَا لَيْسَتْ بِدَارِ مَقَرّ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلَّا اللهُ خَلَقَ الْخَلَائِقِ وَأَحْكَامَهَا، وَقَدَّرَ الْأَعْمَارَ وَحَدَّدَهَا، وَهُوَ بَاقٍ لاَ يَفُوْتُ وَهُوَ حَيٌّ لَا يَمُوْتُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، أَمَرَ بِتَذْكِيْرِ الْمَوْتِ وَاْلفَنَاءِ، وَالْاِسْتِعْدَادِ لِيَوْمِ اْلبَعْثِ وَاْلَجزَاءِ. صَلَّى اللهُ عَلَى مُحَمَّدٍ خَاتِمُ اْلأَنْبِيَاءِ وَاْلـمُرْسَلِيْنَ وَعَلَى آلِهِ الطَّيِّبِيْنَ وَأَصْحَابِهِ الْأَخْيَارِ أَجْمَعِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلا سَدِيدًا * يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَّعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ وَارْضَ اَللّهُمَّ عَنِ الْخُلَفَاءِالرَّاشِدِيْنَ سَيّدِنَا اَبِى بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ وَعَنْ سَائِرِ أَصْحَابِ نَبِيِّكَ اَجْمَعِيْنَ وَعَنِ التَّابِعِيْنَ وَتَابِعِى التَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإحْسَانٍ اِلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ

اللَّهُمَّ اجْعَلْ جَمْعَنَا هَذَا جَمْعًا مَرْحُوْمًا، وَاجْعَلْ تَفَرُّقَنَا مِنْ بَعْدِهِ تَفَرُّقًا مَعْصُوْمًا

اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالعَفَافَ وَالغِنَى

اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ أَنْ تَرْزُقَ كُلاًّ مِنَّا لِسَانًا صَادِقًا ذَاكِرًا، وَقَلْبًا خَاشِعًا مُنِيْبًا، وَعَمَلاً صَالِحًا زَاكِيًا، وَعِلْمًا نَافِعًا رَافِعًا، وَإِيْمَانًا رَاسِخًا ثَابِتًا، وَيَقِيْنًا صَادِقًا خَالِصًا، وَرِزْقًا حَلاَلاً طَيِّبًا وَاسِعًا، يَا ذَا الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ

اللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَوَحِّدِ اللَّهُمَّ صُفُوْفَهُمْ، وَأَجْمِعْ كَلِمَتَهُمْ عَلَى الحَقِّ، وَاكْسِرْ شَوْكَةَ الظَّالِمِينَ، وَاكْتُبِ السَّلاَمَ وَالأَمْنَ لِعِبادِكَ أَجْمَعِينَ.

اللَّهُمَّ رَبَّنَا احْفَظْ أَوْطَانَنَا وَأَعِزَّ سُلْطَانَنَا وَأَيِّدْهُ بِالْحَقِّ وَأَيِّدْ بِهِ الْحَقَّ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ

اللَّهُمَّ رَبَّنَا اسْقِنَا مِنْ فَيْضِكَ الْمِدْرَارِ، وَاجْعَلْنَا مِنَ الذَّاكِرِيْنَ لَكَ في اللَيْلِ وَالنَّهَارِ، الْمُسْتَغْفِرِيْنَ لَكَ بِالْعَشِيِّ وَالأَسْحَارِ

اللَّهُمَّ أَنْزِلْ عَلَيْنَا مِنْ بَرَكَاتِ السَّمَاء وَأَخْرِجْ لَنَا مِنْ خَيْرَاتِ الأَرْضِ، وَبَارِكْ لَنَا في ثِمَارِنَا وَزُرُوْعِنَا وكُلِّ أَرزَاقِنَا يَا ذَا الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ.

رَبَّنَا لا تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا، وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً، إِنَّكَ أَنْتَ الوَهَّابُ.

رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الخَاسِرِيْنَ

رَبَّنَا آتِنَا في الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

عِبَادَ اللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانَ وَإِيْتَاءِ ذِى اْلقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَاْلَبغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، فَاذْكُرُوااللهَ يَذْكُرْكُمْ, وَاشْكُرُوْا عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُاللهِ أَكْبَرُ.

أَقِيْمُوا الصَّلَاةَ

Redaktur: Samin Barkah

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (7 votes, average: 4.00 out of 5)
Loading...
Pria keturunan Jawa yang kini berlabuh di Palembang guna mengamalkan ilmu yang didapat selama belajar di LIPIA Jakarta.

Lihat Juga

Kiat Menghafal Quran

Figure
Organization