Topic
Home / Pemuda / Mimbar Kampus / Dari Menghargai Menuju Sebuah Penghargaan

Dari Menghargai Menuju Sebuah Penghargaan

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.

Ilustrasi (padang-today.com)
Ilustrasi (padang-today.com)

dakwatuna.com – Sejak tersiarnya UU No 20 tahun 2003 pasal 3, tentang sistem pendidikan nasional yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, semboyan pendidikan “karakter” pun terus menjalar.

Tentu rencana ini tidak hanya semboyan belaka. Namun semboyan ini adalah sebagai penunjuk arah mata angin letak alamat pendidikan berkarakter itu. Arah mata angin letak pendidikan karakter itu penulis bidik kearah sebuah kampus yang menggalakkan semboyan “Character Building University” Universitas pembangun Karakter, sebuah kampus sederhana yang mempunyai cita-cita yang mulia untuk membumikan pendidikan karakter ialah Universitas negeri Medan. Sebuah kampus yang memproduksi hasil output nya adalah seorang guru, yang akan melanjutkan pendidikan berkarakter kepada anak-anak didiknya kelak. Sehingga, lewat upaya mendidik calon guru yang berkarakter juga merupakan persiapan menghadirkan generasi-generasi selanjutnya yang tumbuh dalam lingkungan pendidik yang berkarakter.

Berbicara mengenai calon pendidik. Tentulah berbicara mengenai seorang mahasiswa, yang representasinya adalah sekelompok orang yang bernama pemuda, yang dianugrahkan keahlian memukau dan memiliki kesempatan yang banyak untuk mengembangkan intelektualitasnya. Mahasiswa sering pula disebut-sebut sebagai ‘agent of change’, calon pendidik masa depan. Banyak perubahan besar dan nilai-nilai sejarah yang sudah ditorehkan di negeri ini. Yang selalu menempatkan mahasiswa dan pemuda pada posisi yang terhormat. Masih segar dalam ingatan kita lembaran-lembaran catatan sejarah 100 tahun yang lalu. Masa di mana Indonesia merasa itulah momen yang tepat untuk menunjukkan kebangkitan bangsa ini dari penjajahan Belanda dengan berdirinya gerakan kepemudaan yang dinamai Budi Utomo. Atau ketika kaum muda tidak mendesak Soekarno dan Hatta   untuk segera mendeklarasikan kemerdekaan Indonesia tahun 1945 mungkin saat ini Indonesia masih dijajah.

Dalam kerangka kerjanya Anis Matta. Dapat dianalogikan bahwa mahasiswa adalah tonggak pembangunan peradaban, kerangka kerja yang disusun seorang mahasiswa terpola dalam fungsi-fungsi arsitektural di mana mereka bekerja sebagai desainer, sebagai perancang, dan sebagai master plan. Sehingga dengan fungsi arsitektural yang luar biasa tersebut, mahasiswa tumbuh dengan kemampuan berfikir dan berkreasi luar biasa pada semua kategori kemampuan intelektualnya. Baik dalam bidang pendidikan, politik, ekonomi dan sosial budaya. Maka dalam kerangka kerjanya Anis Matta. Akan timbul sebuah pertanyaan di manakah Sang Arsitek itu Kini?

Pemahaman pendidikan karakter secara sederhana dapat dimaknai bahwa mahasiswa tidak hanya pandai dalam bidang kognitif saja atau hanya teori saja tanpa ada aplikasi terhadap teori-teori yang sudah dikuasai mahasiswa tersebut. Direktur Jenderal Pendidikan tinggi pada pengarahan  Rakornas Bidang Kemahasiswaan tahun 2011, menegaskan bahwa pembimbingan Mahasiswa diprioritaskan pada, Pembangunan kemampuan intelektual, keseimbangan emosi, dan penghayatan spiritual mahasiswa, agar menjadi warga negara yang bertanggung jawab serta berkontribusi pada daya saing bangsa. Penanaman nilai-nilai karakter pada mahasiswa ini secara sederhana adalah mampu berlaku jujur, cerdas, mematuhi peraturan-peraturan yang berlaku dan menghargai hasil karya orang lain.

Pemahaman pendidikan karakter ini sudah seharusnya belajar memulainya dari hal-hal yang terkecil dahulu, dimulai dari menghargai hasil karya orang lain. Hal yang sering terjadi di kalangan civitas akademik seperti mahasiswa, adalah fenomena plagiatrisme. Plagiatrisme sebagai bentuk ketidakmampuan mahasiswa untuk menciptakan atau membuat kreasi yang berbeda dengan yang dibuat orang lain. Maka fenomena ketidakmampuan untuk membuat hasil karya yang berbeda dengan orang lain, disebabkan karena ketidakpahaman mengenai hal yang dikaji. Hal ini terus menimbulkan pertanyaan, mengapa seringkali mahasiswa malas berpikir kritis, terhadap permasalahan-permasalahan yang seharusnya menjadi ruang kajian seorang mahasiswa?

Padahal begitu banyak ruang-ruang diskusi yang siap menampung wacana-wacana kritis mahasiswa. Kemudahan fasilitas teknologi saat ini, tidak serta merta membuat mahasiswa berlomba-lomba memperkaya wawasan pengetahuannya, agar bersikap kritis dan kritik terhadap permasalahan-permasalahan yang terjadi di negeri ini. Namun sebaliknya kemudahan yang ditawarkan teknologi saat ini, membuat mahasiswa terlena. Pemanfaatan kemudahan ini seringkali hanyalah tempat permainan terbaru kalangan mahasiswa di era yang katanya modern ini. Misalnya jaringan wifi yang disediakan universitas dan fakultas yang gunanya adalah untuk memacu semangat mahasiswa menambah wawasan pengetahuannya. Seringkali diselewengkan untuk bersenda gurau di jejaring sosial seperti Facebook-an, tweeter-an dan chattingan dengan gaya bahasa yang sedikit pun tidak menunjukkan wibawa seorang mahasiswa yang katanya agen of change.  misalkan komentar-komentar yang tidak mencerdaskan seperti “enalan??” yang seharusnya dituliskan “benaran” atau “ ciyuss mi appah” yang seharusnya dituliskan “serius demi apa”. Hal-hal yang semacam inilah yang disukai mahasiswa daripada berdiskusi dengan argumen-argumen yang kritis di halaman postingan-postingan permasalah negeri ini. Mahasiswa lebih senang bermain-main atau kesannya mempermainkan gaya bahasa yang sudah diatur dalam ejaan yang disempurnakan. Bagaimana orang lain mau menghargai kita sebagai bangsa yang bagus bertutur katanya, sedangkan kita tidak menghargai apa yang seharusnya menjadi kebanggaan kita. Terlebih kepada mahasiswa yang perannya sangat strategis sebagai tonggak pembangun peradaban yang adil dan makmur.

Jika model mahasiswa kita seperti yang telah dipaparkan di atas. Bagaimana pula model jajaran pemerintahan kita hari ini, karena para pejabat juga kebanyakan adalah hasil output sebuah perguruan tinggi juga. Sudahkah para pejabat menghargai hasil perut buminya sendiri? Sudahkah menghargai hasil karya anak bangsa ini? Atau sudahkah menghargai buatan dalam negeri yang sekalipun kualitasnya tidak sama dengan buatan luar negeri yang lebih canggih. Saya rasa tidak. Mobil hasil rakitan mahasiswa berprestasi di negeri ini, atau temuan-temuan anak SMK yang jika dihargai sedikit saja untuk kemudian dikembangkan menjadi kebanggaan bangsa dalam aplikasi mempergunakannya dan mengkonsumsinya sebagai hasil karya anak-anak bangsa negeri ini. Tentulah Indonesia mampu berdaya saing. Dan mendapatkan penghargaan sebagai bangsa yang mampu berdiri sendiri di atas kakinya. Tanpa ada investasi, eksploitasi dan tanpa campur tangan pihak asing. Tentulah negeri ini mendapatkan penghargaan sebab elemen masyarakatnya menghargai apa yang ada pada negerinya, Keindahan bahasa dan keelokan sumber daya alam.

Semboyan pendidikan karakter untuk memperbaiki carut-marut problematika negeri ini merupakan solusi yang belum terlambat. Oleh sebab itulah, pemerintah membumikan pendidikan karakter yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Yang terletak pada elemen civitas akademiknya dan berwujud pada sikap sosok pemuda-pemuda yang mampu berlaku jujur, cerdas, mematuhi peraturan-peraturan yang berlaku dan menghargai hasil karya orang lain. Yang kemudian pemuda – pemuda inilah yang menggantikan tampuk kepemimpinan negeri ini, lewat tangan-tangan merekalah diharapkan bangsa ini perlahan mulai merangkak maju kemudian berdiri menyongsong masa depan dan kemudian mendapatkan penghargaan sebagai bangsa yang mampu berdiri di atas kakinya sendiri. Mampu mandiri lewat menghargai keindahan yang ada pada bumi pertiwi.

Redaktur: Lurita Putri Permatasari

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (2 votes, average: 10.00 out of 5)
Loading...

Tentang

Mahasiswi di Universitas Negeri Medan, Jurusan Pendidikan Antropologi Sosiologi. Aktif di Forum Lingkar Pena Sumut, Lembaga Dakwah kampus Ar-Rahman Unimed, Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia, Badan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial.

Lihat Juga

Kemuliaan Wanita, Sang Pengukir Peradaban

Figure
Organization