Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Tafsir Subuh Bersama Alumni Madinah

Tafsir Subuh Bersama Alumni Madinah

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.

ceramahdakwatuna.com – Di suatu pagi, tepatnya Ba’da subuh berjamaah. Saya mendapatkan sesuatu yang sangat berharga, bukan harta bukan warisan melainkan sebuah ilmu tentang tafsir surat Al Hujurat ayat 2.  Kajian tafsir ini disampaikan oleh seorang ustadz yang hanif, tawadhu’ dan dari wajahnya terpancar cahaya keshalihan bagi siapa pun yang memandang. Beliau mendalami betul tentang tafsir. Beliau adalah tamatan Universitas Islam Madinah, hafiz Quran dan sekarang beliau mengajar di Yayasan Al Azhar Jakarta. Beliau datang ke kota Saya dalam rangka bersilaturahim dengan keluarganya yang satu kampung dengan Saya dan juga kedatangan beliau untuk memenuhi undangan menjadi khatib Idul Adha.

Seusai subuh ustadz yang alumni madinah ini menyampaikan kajian tentang asbabul nuzul (sebab-sebab turunnya Al Quran) dari Surat Al Hujurat ayat 2 yang turun di Madinah. Beliau mengisahkan bahwa ketika Rasulullah SAW tinggal di Madinah, para sahabat sering berkunjung ke rumah Rasulullah SAW. Kunjungan para sahabat bukanlah untuk urusan dunia melainkan menambah ilmu dan bertanya tentang wahyu yang baru turun agar bisa dipraktekkan dalam kehidupan. Para sahabat memiliki antusias yang tinggi untuk mencari ilmu ke sumber nya langsung yakni dari Rasulullah SAW. Salah satu sahabat yang sering berkunjung ke rumah baginda nabi yakni Abdullah Ibnu Ummi Maktum, seorang sahabat yang buta tapi punya semangat untuk menimba ilmu agama.

Suatu ketika Abdullah Ibnu Ummi Maktum mendatangi rumah Rasulullah SAW, beliau berteriak lantang ketika sampai di depan Rumah Rasulullah SAW.

Ya Rasulullah, Ya Muhammad… Assalamu’alaikum, Saya mau bertanya apakah ada wahyu yang turun? Ajarkanlah kepada Saya? Teriak Abdullah Ibnu Ummi maktum memecah kesunyian Rumah Rasulullah SAW.

Beberapa saat menunggu, akhirnya Rasulullah membuka pintu dan mempersilakan Abdullah Ummi Ibnu maktum masuk.  Setelah berhadapan dengan Abdullah Ibnu Ummi Maktum, beliau membacakan sebuah surat yang baru turun yang berbunyi:

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara yang keras, sebagaimana kerasnya suara sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu, sedangkan kamu tidak menyadari. Sesungguhnya orang yang merendahkan suaranya di sisi Rasulullah mereka itulah orang-orang yang telah diuji hati mereka oleh Allah untuk bertaqwa. Bagi mereka ampunan dan pahala yang besar. Sesungguhnya orang-orang yang memanggil kamu dari luar kamar(mu) kebanyakan mereka tidak mengerti. Dan kalau sekiranya mereka bersabar sampai kamu keluar menemui mereka sesungguhnya itu lebih baik bagi mereka, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. Al Hujurat ayat 2-5).

Mendengar wahyu yang baru turun, seketika Abdullah Ibnu Ummi Maktum menjadi tersipu malu.  Beliau merasa tersindir dengan Ayat tersebut. Meski demikian Abdullah Ibnu Ummi Maktum menerima karena itu adalah perintah yang langsung turun dari Allah SWT. Setelah selesai mendengar wahyu, Beliau meminta pamit pulang kepada Rasulullah SAW.

***

Beberapa hari berikutnya, Abdullah Ibnu Ummi Maktum kembali mendatangi Rasulullah SAW. Ketika sampai di depan rumah nabi, ia memanggil Rasulullah.

“Ya Rasulullah… Ya Muhammad… saya datang mau menimba ilmu. Apakah ada wahyu baru yang turun?” ucap Abdullah Ummi Ibnu Maktum

Sebelumnya Abdullah ummi Ibnu Maktum berteriak dengan keras ketika memanggil nabi di halaman Rumah Rasulullah SAW. Tapi kali ini panggilan itu begitu pelan. Sampai sampai Rasulullah SAW tak mendengarnya. Karena saat itu baginda Nabi berada di kamar bersama Aisyah.

Setelah sekian lama memanggil, maka Abdullah Ibnu Ummi Maktum tidak menyerah begitu saja untuk mendapatkan sebuah ilmu. Ia menunggu Baginda Nabi di depan Rumah Rasulullah tersebut. Setelah menunggu cukup lama, akhirnya Rasulullah membuka pinta. Ketika membuka pintu dan melihat Abdullah Ummi Ibnu Maktum berdiri di depan rumah, Rasulullah terkejut.

“Wahai Abdullah Ibnu Ummi Maktum, kenapa Anda berdiri di depan rumah saya? Kenapa tidak memanggil saya dari tadi? Tanya Baginda Nabi keheranan.

“Wahai utusan Allah, saya dari tadi telah memanggil engkau tapi dengan suara pelan. Saya takut Allah murka kepada saya jika saya masih bersuara keras seperti hari-hari yang lalu “jawab Abdullah Ibnu Ummi maktum.

Mendengar jawaban itu Baginda Nabi tersenyum dan mempersilakan Abdullah Ibnu Ummi Maktum masuk

***

Subhanallah, itulah sepenggal kisah yang disampaikan oleh seorang ustadz alumni Madinah kepada jamaah subuh. Begitu banyak pelajaran yang bisa diambil hikmahnya.

1. Dahulu sebelum Nabi diutus Jadi Nabi, ada kebiasaan masyarakat Arab ketika itu dalam bergaul yaitu sering memanggil seseorang dengan suara yang keras. Kemungkinan kondisi padang pasir yang tandus telah membentuk watak mereka yang keras dan terbiasa berbicara keras pula dengan siapa pun. Setelah wahyu ini turun, ini menjadi pelajaran bagi umat muslim agar tidak berbicara keras di hadapan Rasulullah SAW melebihi suara Rasulullah. Karena Rasulullah adalah seorang Nabi dan kekasih Allah. Beliau mempunyai perasaan selayaknya manusia umumnya. Sejak turun wahyu ini maka kebiasaan masyarakat muslim ketika itu mulai berubah.

2. Watak / sikap para sahabat sangat terpuji dan patut diteladani. Meski mereka salah, setelah mendapat teguran kebenaran mereka langsung berubah saat itu juga. Menurut Sayyid Quthub dalam bukunya Petunjuk Jalan, beliau menjelaskan bahwa yang membedakan generasi awal dengan generasi berikutnya hingga sekarang adalah jika generasi awal menerima wahyu, maka pasti langsung di praktekkan dan menjadi sebuah kebutuhan dalam hidup. Para sahabat generasi awal menimba ilmu Al Quran bukanlah untuk alasan ilmiah, atau alasan yang bersifat sekadar tahu dan paham. Sedangkan generasi berikutnya banyak yang menimba ilmu Al Quran cuma untuk alasan ilmiah, hanya tahu atau sekadar hafal tanpa mempraktekkan isi kandungan Al-Quran.

Sebuah memori di Bulan Dzulhijjah.

Redaktur: Lurita Putri Permatasari

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (6 votes, average: 7.00 out of 5)
Loading...

Tentang

Dilahirkan di Kampung Kandang, Kabupaten Padang Pariaman pada tahun 1987 sebagai anak ketujuh dari tujuh bersaudara dari pasangan Tongga Ahmad, BSc dan Zaimar. Pendidikan terakhir di Fakultas Teknologi Pertanian, Program studi Teknologi Hasil Pertanian Universitas Andalas. Selama kuliah, pernah aktif di Forum Studi Dinamika Islam (Forstudi), Komunitas Ilmiah Pertanian (KMIP), Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) Fakultas Teknologi Pertanian dan Forum Mahasiswa dan Pemuda Pariaman (FASPAR). Pernah menjadi relawan Zakat PKPU sebagai Duta Zakat Ramadhan, tenaga lapangan di daerah (anggota surveyor) Kemenristek RI, dan terakhir bekerja sebagai Staf Teknik KJPP MBPRU Padang hingga sekarang. Tinggal Kab. Padangpariaman, Provinsi Sumbar.

Lihat Juga

Perlunya Belajar Tafsir Al-Qur’an Bagi Setiap Muslim

Figure
Organization