Topic
Home / Berita / Nasional / Komnas HAM Bantah Sudutkan NU Soal PKI

Komnas HAM Bantah Sudutkan NU Soal PKI

Gedung Komnas HAM. (rimanews)
Gedung Komnas HAM. (rimanews)

dakwatuna.com – Surabaya. Ketua Komnas HAM Otto Iskandar Ishak membantah pihaknya menyudutkan Nahdlatul Ulama dan badan otonomnya Ansor NU terkait laporan penyelidikan pelanggaran HAM dalam Peristiwa G-30-S/PKI ke Kejagung.

“Itu salah paham, karena kami tidak mengaitkan dengan Ansor atau NU. Kami hanya menuntut negara mengakui kesalahannya akibat operasi Kopkamtib yang menyebabkan anak cucu korban operasi yang tidak tahu apa-apa dikaitkan dengan PKI hingga hidupnya sulit,” katanya di Surabaya, Rabu (19/12).

Di sela-sela diskusi publik Capres 2014 yang diadakan Lembaga Survei Indonesia (LSI) bekerja sama dengan FISIP Unair Surabaya, ia menjelaskan pihaknya sudah menyelesaikan penyelidikan itu dan disampaikan ke Kejakgung, apakah bisa berlanjut ke penyidikan atau tidak.

“Kalau tidak ya akan menggantung, tapi kalau berlanjut ke penyidikan, maka tuntutan kami hanya tiga yakni negara mengakui kesalahannya dengan adanya operasi Kopkamtib itu, lalu meminta maaf kepada korban operasi itu dan merehabilitasi nama baik korban. Itu saja,” katanya.

Menurut dia, ratusan ribu korban operasi itu yang belum tentu berideologi komunis seperti nenek moyangnya justru telah mengalami tekanan selama bertahun-tahun akibat peristiwa G-30-S/PKI.

“Mereka hidup di bawah tekanan dan menyembunyikan identitas, padahal mereka adalah WNI,” katanya.

Oleh karena itu, katanya, bila hasil penyelidikan itu tidak membuahkan hasil di tingkat Kejagung, maka Komnas HAM akan mendorong lahirnya Komisi Kebenaran Nasional agar benih kebencian akibat konflik di republik ini dapat terputus tanpa berlarut-larut.

“Republik ini merupakan negara konflik mulai dari 1948 (pemberontakan PKI di Madiun), 1965 (peristiwa G-30-S/PKI), 1988 (DOM di Aceh), kerusuhan di Papua, Timor Leste, Poso, Ambon, dan seterusnya hingga Tragedi Trisakti, karena itu harus dituntaskan lewat Komisi Kebenaran yang mengikhtiarkan pemaafan negara agar tidak menjadi beban sejarah,” katanya.

Sebelumnya (16/12), Ketua PWNU Jatim KH Mutawakkil Alallah menegaskan bahwa DPR dan pemerintah tak perlu meminta maaf atas laporan pelanggaran HAM itu, karena kalau pemberontakan G-30-S/PKI itu tidak dicegah justru akan terjadi kudeta oleh PKI.

“Mereka memulai dengan Pemberontakan PKI di Madiun pada 1948, lalu pada 1965. Karena itu upaya melawan pemberontakan itu bukan pelanggaran HAM, sebab PKI itu bukan korban, tapi justru pelaku. Kalau tidak dicegah, maka negara kita akan menjadi negara komunis,” ujarnya.

Ditanya upaya yang dilakukan PWNU Jatim untuk menyikapi laporan pelanggaran HAM itu, ia mengatakan pihaknya sudah menyurati sejumlah fraksi di DPR dan pemerintah untuk tidak menerima pemaksaan untuk meminta maaf itu, karena hal itu sama saja dengan pengakuan PKI itu korban, padahal mereka adalah pelaku.

“Kami juga sudah menyurati Dewan Pers untuk meluruskan sejarah yang ditulis media massa terkait laporan pelanggaran HAM itu. Tulisan itu sepihak, karena menempatkan PKI sebagai korban, padahal PKI itu sesungguhnya pelaku pemberontakan,” katanya di sela-sela pelantikan dan Muskerwil Ikatan Sarjana NU (ISNU) Jawa Timur. (Ant/OL-11/MICOM)

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Tim dakwatuna adalah tim redaksi yang mengelola dakwatuna.com. Mereka terdiri dari dewan redaksi dan redaktur pelaksana dakwatuna.com

Lihat Juga

PBB: Kematian Mursi Harus Diselidiki Secara Independen

Figure
Organization