Topic
Home / Berita / Nasional / Menurut MUI, Tiga Hal ini Yang Menjadi Pemicu Kerusuhan Tanjung Balai

Menurut MUI, Tiga Hal ini Yang Menjadi Pemicu Kerusuhan Tanjung Balai

Tanjung Balai
Wasekjen MUI, Tengku Zulkarnaina. (satunusanews.com)

dakwatuna.com – Jakarta.  Kerusuhan hingga pembakaran rumah ibadah di Tanjung Balai, Sumatra Utara sebenarnya hanya masalah kecil yang bisa diselesaikan di tingakt RT atau RW.  Namun, adanya provokasi di media sosial, kasus tersebut semakin meluas hingga menyebabkan kerusuhan.

“Padahal masalah sepele itu bisa diselesaikan di tingkat RT atau RW,” ujar Sekjen MUI, Tengku Zulkarnaina kepada republika.co.id, Senin (1/8/2016).

Tengku mengatakan, ada tiga hal yang memicu kerusuhan tersebut. Yaitu ketidak adilan, ketertindasan, dan ketidakberdayaan umat Islam di Tanjung Balai.

Soal tidak adanya keadilan di Tanjung Balai, Tengku mengatakan, seharusnya masyarakat saling menghargai dan memiliki sikap toleransi khususnya dalam ibadah.

“Adanya ketidakadilan, ketertindasan dan ketidakberdayaan membuat warga yang dipanaskan dengan isu SARA menjadi marah,” lanjut Tengku.

Tengku mengaku, masyarakat di Tanjung Balai mayoritas beragama Islam. Jadi, kata dia, tidak ada salahnya umat Muslim untuk menyiarkan adzan melalui pengeras suara. Namun, ia juga tidak setuju dengan aksi anarkis yang dilakukan oleh sekelompok massa terhadap rumah ibadah.

“Tidak dibenarkan anarkis, umat manapun itu tindakan yang salah, tapi jangan juga melarang umat Muslim untuk adzan,” katanya.

Tengku berharap tidak ada kejadian serupa yang terulang di tempat lainnya. Pemerintah dan aparat keamanan pun diminta untuk segera menyelesaikan masalah tersebut tanpa pandang bulu.

Sementara itu, Menurut versi kepolisian, kerusuhan bermula dari seorang perempuan berinisial M, warga Jalan Karya, Tanjung Balai Selatan, yang menegur nazir Masjid Almakhsum untuk mengecilkan suara dari perangkat loudspeaker masjid.

“Menurut nazir masjid, M berulang kali menegur pengurus masjid,” kata Rina Sari Ginting, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Sumatera Utara, Sabtu, 30 Juli 2016, sebagaimana dilansir tempo.co

Pasca-peristiwa itu, jemaah dan nazir masjid menjumpai M di rumahnya pada Jumat malam, 29 Juli 2016, sekitar pukul 20.00 WIB. Kepala lingkungan mengamankan M ke kantor lurah karena situasi yang kurang kondusif. “Karena saat itu suasana agak memanas, M dan suaminya ditahan di Polsek Tanjung Balai Selatan,” katanya.

Setiba di Polsek, kata Rina, polisi menggelar pertemuan dengan mengundang Ketua Majelis Ulama Indonesia, Ketua Front Pembela Islam, camat, kepala lingkungan, dan tokoh masyarakat. “Pada saat bersamaan, massa mulai banyak berkumpul, yang dipimpin pemuda dan mahasiswa. Sekitar pukul 22.30 WIB, konsentrasi massa bertambah.”

Massa kemudian mendatangi rumah M di Jalan Karya dan berupaya membakarnya. “Namun polisi menghadang. Kemudian massa bergerak ke Wihara Juanda, yang berjarak sekitar 500 meter dari rumah Meliana. Wihara itu dilempari batu,” katanya.

Selanjutnya massa bergerak dan merusak sejumlah tempat ibadah di Pantai Amor, yaitu wihara dan tiga kelenteng.”Massa juga bergerak ke Jalan Sudirman dan merusak kelenteng. Kemudian massa merusak balai pengobatan dan kelenteng,” ucap Rina. “Pukul 04.30 WIB, massa mulai membubarkan diri.”  (SaBah/dakwatuna)

Redaktur: Saiful Bahri

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Lahir dan besar di Jakarta, Ayah dari 5 orang Anak yang hobi Membaca dan Olah Raga. Setelah berpetualang di dunia kerja, panggilan jiwa membawanya menekuni dunia membaca dan menulis.

Lihat Juga

Grand Launching SALAM Teknologi Solusi Aman Covid-19 untuk Masjid

Figure
Organization