Topic
Home / Pemuda / Cerpen / Aku Merinduimu…

Aku Merinduimu…

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (Lya Lutfuntika)

dakwatuna.com – “Faraaaaaaaaaaaaah” tiba-tiba Siska memanggil namaku dengan kesal “kamu kenapa? Aku dari tadi bicara koq gak kamu perhatikan sih?” aku hanya menjawab dengan tersenyum gak enak. Aku pun terus dengan semua lamunanku, mengingat wajah-wajah sahabatku. Yang terbaik adalah kalian, tapi apakah aku pantas bersama kalian lagi…

Ini kisah 3 bulan yang lalu…

Aku adalah seorang Mahasiswa di sebuah Perguruan Tinggi Negeri di Jakarta, saat ini aku berada di semester akhir dengan kewajiban yang berjubel akan penelitian dan skripsiku. Sementara aku juga masih berstatus Aktivis di Lembaga Dakwah Kampus ini. Dengan semua itu aku menikmatinya, namun lama-kelamaan semua terasa berat, aku merasakan ada yang salah pada diriku.

Suatu hari di kampus diadakan Malam Amal untuk Para Anak Yatim yang tinggal di Desa Binaan Lembaga Dakwah Kampus yang ku geluti, acara berjalan dengan lancar dan mendapatkan hasil yang maksimal pikirku, Alhamdulillah. Malam sudah mulai larut, kami pun para panitia membubarkan diri setelah kami membereskan semua perlengkapan kegiatan tersebut.

Aku pun pulang, ternyata Ibu telah menunggu ku di rumah.

“Farah, dari mana aja? Jam segini koq baru pulang”

“Iya bu, Farah dari Kampus, kan Farah udah cerita ada Malam Amal tuk membantu anak yatim”

“Oh iya ya, maaf ibu Lupa. Farah Ibu bisa meminta sesuatu?” Ibu bertanya serius

“Ada apa bu?” aku bingung dengan ekspresi Ibu

“Kamu gak bisa ya, kaya’ Siska gitu. Gak usah sibuk dengan acara-acara di kampus gitu, penelitian dan skripsimu bisa kamu selesaikan segera. Ibu dengar Siska sudah memulai penelitiannya lho, sedangkan kamu masih aja bolak-balik ke kampus tapi yang diurusin bukan skripsimu” Panjang lebar Ibu menyampaikan uneg-unegnya.

Aku sangat paham dengan maksud Ibuku, karena keinginannya bukan hal yang aneh, Beliau ingin aku segera menyelesaikan kuliahku dan bisa segera kerja, membantu perekonomian keluarga kami. Sudah beberapa kali permintaan itu Ibu sampaikan padaku. Aku bingung mau menjawab pertanyaan Ibu, yang ada dalam pikiranku aku harus bisa membuktikan semuanya pada Ibu.

Sudah seminggu ini aku tidak sibuk-sibuk dengan aktivitas di lembaga kampus, aku fokus mencari Judul buat penelitian dan Skripsiku. Ujian itu pun datang, hari ini aku di undang ke kampus untuk rapat evaluasi kegiatan Malam Amal minggu lalu.

Rapat pun dimulai, dengan evaluasi dari masing-masing bagian. Bagian Acara yang menjadi tanggung jawabku terakhir di Evaluasi. Mas Edo sebagai ketua pun mengevaluasi langsung tentang Acara kemarin.

“Mbak Farah, acara kemarin berjalan dengan sangat baik. Saya berterimakasih kepada mbak, semua berjalan sesuai dengan yang kita harapkan”

“Terima kasih mas, ini juga atas kerjasama semua bagian dalam kegiatan ini”

“Tapi ada hal yang perlu untuk di Evaluasi, teman-teman lain yang berada pada Bagian acara merasa tidak memberikan kontribusi apa-apa di acara kemarin, semua Mbak Farah yang menangani ya? Secara tidak langsung ini berefek pada proses pembelajaran pembebanan tanggungjawab pada teman-teman yang lain. Mana konsep saling ta’awun (tolong menolong) dalam amal jama’i (kerjasama) yang selama ini kita pelajari. Amal jama’i itu indah bila bisa kita terapkan, di sana akan teruji tentang ukhuwah, keikhlasan, pengorbanan dan menjaga emosi di saat ada perasaan kita ingin untuk selalu tampil. Saya menyesalkan ini semua, Mbak Farah termasuk senior di Lembaga ini, harusnya mbak bisa membimbing adik-adik dan melatih mereka untuk berkarya dalam kegiatan ini. Harusnya mbak bisa memaksimalkan proses pembelajaran adik-adik kita, karena kita tidak akan selamanya di sini, kita perlu regenerasi. Ini adalah catatan penting”

Aku pun hanya terdiam, tanpa pembelaan diri apapun.

Mas Edo pun melanjutkan rapat Evaluasi “Saya kira cukuplah evaluasi kita tentang Kegiatan Malam Amal Kemarin. Sekarang kita lanjutkan dengan Pembentukan Panitia Ramadhan, kiranya ada yang ingin menyampaikan sesuatu sebelum kita memasuki agenda selanjutnya?”

Aku pun mengacungkan Jari dan mas Edo mempersilakan aku berbicara “Maaf Mas dan teman-teman sekalian, saya ingin mengajukan Cuti untuk non aktif dalam semua agenda kita, untuk sementara, Semoga”

Semua mata pun tertuju padaku dan aku melanjutkan kata-kataku.

“Ada hal Urgen yang harus aku selesaikan, maaf teman-teman. Semoga ALLAH mengampuni semua salahku dan saya juga mohon diri untuk keluar dari Rapat ini”

Tak ada yang berkata-kata. Aku pun langsung pergi meninggalkan forum rapat tersebut. Entah karena iman ku yang lagi ringkih atau hatiku lagi sensitif karena seminggu ini perjuangan ku mencari Judul untuk Skripsiku belum mendapatkan hasil, ditambah lagi rapat Evaluasi ini terasa sebagai ajang memvonis segala kesalahanku. Dengan emosi aku mengambil keputusan Cuti dari Agenda Dakwah di kampusku.

Malam harinya…Begitu banyak sms yang masuk, mempertanyakan keputusanku termasuk di antaranya Mas Edo dan Ustadzah yang selalu tiap minggu mengisi pengajianku. Tak ada yang ku Balas, dalam pikirku aku hanya ingin mewujudkan semua mimpi Ibuku dan mengurangi kesibukanku di luar aktivitas akademikku. Aku memutuskan hanya mengikuti kajian pekanan saja, kegiatan yang lain aku tinggalkan.

Kemudahan dari ALLAH pun datang, sejak aku tak aktif dalam agenda kampus proses penyusunan skripsiku berjalan lancar. Judul yang ku ajukan langsung diterima. Aku merasa enjoy. Aku mulai akrab dengan komunitas Siska dan teman, komunitas yang sering terlihat di kampus untuk menyelesaikan tugas akhir, skripsi.

Tak selamanya kemudahan menjadi anugerah, ia juga bisa menjadi Ujian bagi diri yang tak pandai bersyukur. Hari itu pun terjadi, aku bersama Siska dan kawan lainnya pergi keluar kota, untuk melakukan pengambilan data di lapangan selama seminggu. Kota yang kami kunjungi sama, karena itulah kami memutuskan untuk menyewa satu rumah. Kami semua ada 8 orang, terdiri dari 3 orang Mahasiswa dan 5 orang Mahasiswi. Dari pagi sampai sore semua agenda pengambilan data di lapangan berjalan dengan baik. Namun malam harinya semua menjadi kelam. Semua teman-temanku telah duduk rapi, dengan satu orang operator yang lagi memasang video film yang akan ditonton.

Aku pun bertanya heran “Mau nonton film apa sih, koq serius banget?”

“Duduk aja Far, aku yakin kamu belum pernah nonton film ini” Heri menjawab sekenanya.

Aku hanya berdiri mematung, penasaran menunggu film apa yang akan tampil. Tiba-tiba film itu pun dimulai, begitu terkejutnya aku ketika melihat cuplikan film di awal penampilan film tersebut. Aku terus Istighfar dan menundukkan pandanganku. Tiba-tiba aku sewot dan marah kepada mereka.

“Kalian ini apa-apaan sih, kenapa kalian nonton film Porno beginian? Kalian kan tau ini perbuatan dosa. Ini hal yang dilarang oleh agama kita” Aku mencoba menggagalkan rencana nonton mereka.

Mereka hanya memandangku dengan pandangan aneh. Tiba-tiba Yudi datang dengan membawa bungkusan makanan pikirku. Yudi mengeluarkan isi bungkusan yang dibawanya, beberapa makanan ringan dan 3 botol minuman keras.

“Astaghfirullah, Yudi kamu apa-apaan bawa minuman keras ke rumah??”

“Ah, kamu jangan munafik deh Far. Ini semua kenikmatan hidup yang sangat rugi untuk kita tinggalkan” Yudi menjawab dengan Lantang

“Iya, kalau bukan sekarang kapan lagi kita nikmati semua ini” Heri menjawab sekenanya lagi.

Kami bertiga terus adu argumen dan perang mulut untuk hal ini. Mereka tetap tak mau membatalkan menonton film Porno tersebut. Aku pun menangis dan masuk ke dalam kamar. Siska pun menyusulku ke dalam kamar.

“Sudahlah Far, kami biasa koq seperti ini. Hanya menghibur diri setelah kita capek mengambil data di lapangan tadi Siang. Jangan di besar-besarkan masalah ini, having Fun. Buktinya kami baik-baik saja selama ini.” Siska mencoba menenangkanku.

“Apa Sis, kamu bilang ini hal biasa? Mau jadi apa diri kita kalau hari ini di mata kita sebuah kemaksiatan dianggap sebagai Hal biasa. Aku mohon sis, tinggalkan aku sendiri di kamar”

Siska pun meninggalkan aku sendirian di dalam kamar. Aku menangis sejadi-jadinya, aku terus memohon ampun kepada ALLAH. Aku sadar masuk pada lingkungan yang salah. Setelah lelah menangis, aku pun tertidur lelap di atas sajadahku.

Paginya Siska menjumpaiku, aku tak tahu apa yang selanjutnya terjadi setelah kejadian malam itu. Siska bicara banyak tentang agenda pengambilan data, terutama rencana kami nanti sore akan mengunjungi objek Wisata Air Terjun yang ada di kota ini. Aku hanya terus mematung.

“Faraaaaaaaaaaaaah” tiba-tiba Siska memanggil namaku dengan kesal “kamu kenapa? Aku dari tadi bicara koq gak kamu perhatikan sih?” aku hanya menjawab dengan tersenyum gak enak. Aku pun terus dengan semua lamunanku, mengingat wajah-wajah sahabatku. Yang terbaik adalah kalian, tapi apakah aku pantas bersama kalian lagi…

Wajah para Sahabatku itu terus melintas dalam pikiranku. Mereka, di saat marah adalah karena ALLAH, menegurku karena ingin ku menjadi lebih baik, perhatiannya adalah kehangatan bagiku. Aku menyesal pergi dari komunitas para sahabatku yang shalih dan masuk dalam komunitas yang memiliki pergaulan yang salah. Aku merasa sangat berdosa telah memilih cuti dari aktivitas dakwah, aku sangat menyesal. Ya ALLAH ampuni aku, izinkan aku memperbaiki semuanya. Aku meyakini tiap kemudahan, kesenangan maupun kesedihan, kesulitan adalah ujian dariMu. Aku harus bisa menghadapi semua itu dengan bijak, bukan malah mundur dari kebaikan-kebaikan. Astaghfirullah.

Aku merinduimu, para Sahabatku di jalan dakwah. Kalian adalah yang terbaik. Maafkan aku Sahabat.

Fa ashbahna bi ni’matihii ikhwanan, Senangnya bisa menjadikan kamu sebagai saudaraku dan Inilah nikmat dariNya.

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (11 votes, average: 9.36 out of 5)
Loading...

Tentang

Muslimah yang ingin terus memperbaiki diri.

Lihat Juga

Amal Spesial, Manajemen Hati

Figure
Organization