Topic
Home / Narasi Islam / Khutbah / Khutbah Jum'at / Khutbah Jumat: Membaca dan Penciptaan Kita

Khutbah Jumat: Membaca dan Penciptaan Kita

Ilustrasi. (inet)

dakwatuna.com –

اَلْحَمْدُ لِلّهِ الَذِى جَعَلَ شَهْرُ رَمَضَانَ شَهْرَ الْخَيْرَاتِ وَالْبَرَكَةِ شَهْرَ الطَّاعَاتِ وَالْمَبَرَّاتِ شَهْرَ الصّيَامِ وَالْقِيَامِ وَأشْهَدُ أنْ لا اِلهَ اِلااللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيْكَ لَهُ الْمُنْفَرِدُ بِالْوَحْدَانِيّةِ وَالْقُدْرَةِ الّذِى فَضَّلَ بَعْضَ الشُّهُوْرِ وَالاَيَّامِ عَلَى بَعْضٍ وَجَعَلَ شَهْرَ رَمَضَانَ مِنَ الشُّهُوْرِالْعِظَامِ وَأيَّامَهُ مِنَ الايَّامِ الْكِرَامِ وَأشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِى أرْسَلَهُ اللهُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ اللّهُمَّ صَلِّ وِسَلِّمْ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ سَيِّدِنَا مُحَمّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ لِقَاءِ رَبِّهِمْ.

فقد قال الله تعالى في كتابه الكريم : اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ () خَلَقَ الإنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ () اقْرَأْ وَرَبُّكَ الأكْرَمُ () الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ () عَلَّمَ الإنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ (*)

اَمَّا بَعْدُ، فَيَا عِبَادَ الله اِتَّقُوْا الله وَ اعْلَمُوْا اَنَّ الله يُحِبُّ مَكَارِمَ الْأُمُوْرِ وَ يَكْرَهُ سَفَاسِفَهَا يُحِبُّ مِنْ عِبَادِهِ اَنْ يَّكُوْنُوْا فِى تَكْمِيْلِ اِسْلَامِهِ وَ اِيْمَانِهِ وَ اِنَّهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الْفَاسِقِيْنَ

Hadirin kaum jamaah shalat Jumat yang mulia.

Puji syukur pada Allah SWT atas segala nikmat yang diberikan kepada kita semua, terutama nikmat iman, Islam dan kesehatan. Shalawat dan salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada Rasulullah SAW dan para ahli keluarganya yang suci dan mulia.

Selaku khatib, saya berpesan pada diri sendiri dan jamaah sekalian: mari tingkatkan selalu ketakwaan kita kepada Allah SWT, agar kita mendapatkan kesuksesan hidup dunia dan akherat. Amin.

Pada hari yang cerah ini, selaku khatib, saya ingin mengajak hadirin sekalian untuk sejenak mentabbauri al-Qur’an, terutama dikaitkan dengan wahyu pertama yang turun kepada Rasulullah SAW di bulan Ramadhan, musim panas tahun

Ramadhan memang bulan al-Qur’an, Allah SWT menegaskan,

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ

“Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil) (QS al-Baqarah: 185).

Menariknya, lima ayat pertama yang turun kepada Rasulullah SAW mengajarkan kita untuk membaca. Pada khutbah yang singkat ini, saya ingin kita mentadabburi dua ayat yang mula-mula turun kepada Rasulullah SAW.

Dalam hadits yang diriwayatkan dari Aisyah (RA), diceritakan:

عَنْ عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ أَنَّهَا قَالَتْ أَوَّلُ مَا بُدِئَ بِهِ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – مِنَ الْوَحْىِ الرُّؤْيَا الصَّالِحَةُ فِى النَّوْمِ ، فَكَانَ لاَ يَرَى رُؤْيَا إِلاَّ جَاءَتْ مِثْلَ فَلَقِ الصُّبْحِ ، ثُمَّ حُبِّبَ إِلَيْهِ الْخَلاَءُ ، وَكَانَ يَخْلُو بِغَارِ حِرَاءٍ فَيَتَحَنَّثُ فِيهِ – وَهُوَ التَّعَبُّدُ – اللَّيَالِىَ ذَوَاتِ الْعَدَدِ قَبْلَ أَنْ يَنْزِعَ إِلَى أَهْلِهِ ، وَيَتَزَوَّدُ لِذَلِكَ ، ثُمَّ يَرْجِعُ إِلَى خَدِيجَةَ ، فَيَتَزَوَّدُ لِمِثْلِهَا ، حَتَّى جَاءَهُ الْحَقُّ وَهُوَ فِى غَارِ حِرَاءٍ ، فَجَاءَهُ الْمَلَكُ فَقَالَ اقْرَأْ . قَالَ « مَا أَنَا بِقَارِئٍ » . قَالَ « فَأَخَذَنِى فَغَطَّنِى حَتَّى بَلَغَ مِنِّى الْجَهْدَ ، ثُمَّ أَرْسَلَنِى فَقَالَ اقْرَأْ . قُلْتُ مَا أَنَا بِقَارِئٍ . فَأَخَذَنِى فَغَطَّنِى الثَّانِيَةَ حَتَّى بَلَغَ مِنِّى الْجَهْدَ ، ثُمَّ أَرْسَلَنِى فَقَالَ اقْرَأْ . فَقُلْتُ مَا أَنَا بِقَارِئٍ . فَأَخَذَنِى فَغَطَّنِى الثَّالِثَةَ ، ثُمَّ أَرْسَلَنِى فَقَالَ ( اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِى خَلَقَ * خَلَقَ الإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ * اقْرَأْ وَرَبُّكَ الأَكْرَمُ ) …..

Dari Aisyah Ummul Mukminin r.a. bahwa ia berkata, “Pertama turunnya wahyu kepada Rasulullah SAW secara mimpi yang benar waktu beliau tidur. Biasanya mimpi itu terlihat jelas oleh beliau, seperti jelasnya cuaca pagi. Semenjak itu hati beliau tertarik untuk mengasingkan diri ke Gua Hira. Di situ beliau beribadah beberapa malam, tidak pulang ke rumah istrinya. Untuk itu beliau membawa perbekalan secukupnya. Setelah perbekalan habis, beliau kembali kepada Khadijah, untuk mengambil lagi perbekalan secukupnya. Kemudian beliau kembali ke Gua Hira, hingga suatu ketika datang kepadanya kebenaran (wahyu), yaitu sewaktu beliau masih berada di Gua Hira. Malaikat datang kepadanya, lalu berkata, “Bacalah. “Nabi menjawab, “Aku tidak bisa membaca”. Nabi menceritakan, “Maka aku ditarik dan dipeluknya hingga aku kepayahan. Lalu aku dilepaskannya dan disuruh membaca. Malaikat berkata “bacalah” aku menjawab “aku tidak bisa membaca.” Maka aku ditarik dan dipeluknya hingga aku kepayahan. Lalu aku dilepaskannya dan disuruh membaca. “Bacalah” kujawab menjawab “aku tidak bisa membaca.” Maka aku ditarik dan dipeluknya untuk kali ketiga. Kemudian aku dilepaskan seraya ia berkata “Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menjadikan. Yang menjadikan manusia dari segumpal darah. Bacalah! Demi Tuhanmu yang Maha Mulia.”

Menilik hadits di atas, dua ayat pertama berbicara tentang (1). Membaca sebagai proses belajar, dan (2) Penciptaan manusia.

Hadirin jamaah shalat Jumat yang mulia.

Maka, membaca sebagai proses pembelajaran adalah ibadah yang sangat mulia. Dengan membaca, seseorang menjadi cerdas dan memiliki masa depan yang lebih cerah. Imam Syafii mengatakan,

ومنْ لم يذق مرَّ التعلمِ ساعةً * تجرَّعَ ذلَّ الجهل طولَ حياته

ومن فاتهُ التَّعليمُ وقتَ شبابهِ * فكبِّر عليه أربعاً لوفاته — الإمام الشافعي

Siapa orang yang tak pernah merasakan sulitnya belajar; * dia akan terus dikungkung kebodohan sepanjang hidupnya

Dan, siapa orang yang terlewat untuk belajar di masa mudanya * mari takbir empat kali (shalat jenazah) atas kematiannya.

Demikianlah kita mendengar Rasulullah SAW menganjurkan umatnya untuk terus belajar. Bahkan, Rasulullah SAW mengatakan,

فَضْلَ العالمِ على العَابِدِ كَفضل القمر ليلة البدرِ على سائرِ الكَوَاكِب

“Keutamaan seorang yang berilmu atas ahli ibadah adalah seperti (keutamaan cahaya) bulan purnama atas seluruh bintang-gemintang” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)

Ilmu pengetahuan yang dipelajari harus menjadi jembatan untuk mendekatkan dirinya kepada Allah SWT. Sebab, sesungguhnya Islam tidak pernah membedakan ilmu dunia atau akherat, ilmu umum atau ilmu agama. Perbedaan itu terjadi karena keterbatasan manusia untuk menguasai semua disiplin ilmu. Kemampuan akal manusia sangat fakultatif sehingga diperlukan fakultas-fakultas ilmu.

Hadirin jamaah shalat Jumat yang mulia.

Ilmu adalah anugerah ilahiyah. Tidak mungkin diperoleh kecuali dengan pertolongan dan taufik dari Allah. Karena itu, di antara doa yang paling agung yang ada dalam Alquran adalah “وَقُل رَّبِّ زِدْنِي عِلْمًا “dan katakanlah, Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan”. (Thaahaa: 114)

Dari Ummu Salamah radhiallahu ‘anha, bahwa Rsulallah SAW setiap selesai shalat subuh mengucapkan doa:

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا ، وَرِزْقًا طَيِّبًا، وَعَمَلًا مُتَقَبَّلًا

“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rezeki yang baik dan amal yang diterima.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).

Oleh karena itu, hendaknya para pembelajar senantiasa meminta pertolongan kepada Allah SWT, memohon taufik kepada-Nya. Dan Allah sekali-kali tidak akan pernah mengecewakan doa seseorang yang tulus meminta kepada-Nya.

Hadirin jamaah shalat Jumat yang mulia.

Puncak dari segala ilmu adalah yang mendatangkan rasa takut kepada Allah SWT. Bukan kesombongan apalagi sampai menantang-Nya. Allah SWT berfirman,

إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ

“Sesungguhnya di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya adalah para ulama, sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS: Fathir: 28)

Karena itulah, Allah SWT menegaskan,

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِى خَلَقَ

“Bacalah, dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan”.

Jadi, ilmu pengetahuan yang tidak mendatangkan ketaatan kepada Allah adalah kesia-siaan. Karena itulah, Ibnu Mas’ud mengatakan, كفى بخشية الله علما “cukuplah rasa takut kepada Allah disebut sebagai ilmu pengetahuan”.

Apalah artinya banyak gelar, jika tak pernah gelar sajadah. Capaian-capaian dunia hanyalah halte dari fase kehidupan kita.

Maka, barangsiapa yang kehilangan rasa takut kepada Allah SWT di dalam hatinya, dia tidak disebut sebagai ilmuwan, betapapun banyak gelar akademis yang disandangnya. Takut kepada Allah adalah esensi dan puncak keilmuan seseorang. Semakin besar rasa takut yang mendatangkan ketakwaan kepada Allah, maka akan semakin tampak bersih hatinya, bagus akhlaknya, berbinar wajahnya, lembut tutur-katanya dan ilmunya mendatangkan kemaslahatan bagi umat manusia.

Hadirin jamaah shalat Jumat yang mulia.

Pada ayat ke-dua dalam surah al-Alaq itu, Allah SWT berfirman tentang penciptaan kita.

خَلَقَ الإنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ

Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.

Ayat ini menarik sekali untuk kita tadabburi bersama, sebab ia diturunkan di bagian awal wahyu, sehingga seharusnya manusia tak pernah berhenti belajar untuk mengetahui dirinya sendiri.

Dalam ayat lain, Allah SWT berfirman:

أَلَمْ يَكُ نُطْفَةً مِنْ مَنِيٍّ يُمْنَى (٣٧)ثُمَّ كَانَ عَلَقَةً فَخَلَقَ فَسَوَّى (٣٨)فَجَعَلَ مِنْهُ الزَّوْجَيْنِ الذَّكَرَ وَالأنْثَى (٣٩)أَلَيْسَ ذَلِكَ بِقَادِرٍ عَلَى أَنْ يُحْيِيَ الْمَوْتَى (٤٠

Bukankah Dia (manusia) dahulu setetes mani yang ditumpahkan (ke dalam rahim), kemudian mani itu menjadi segumpal darah, lalu Allah menciptakannya, dan menyempurnakannya, lalu Allah menjadikan daripadanya sepasang: laki-laki dan perempuan. Bukankah (Allah yang berbuat) demikian berkuasa (pula) menghidupkan orang mati? (QS al-Qiyamah: 37-40)

Hadirin jamaah shalat Jumat yang mulia.

Ayat-ayat di atas yang terkait dengan kata ‘alaq atau ‘alaqah menarik untuk diperhatikan. Setidaknya ada tiga pelajaran di sini.

Pelajaran Pertama: Dari sisi ilmu qiroat. Pada ayat ke 37 Surah al-Qiyamah tadi, orang-orang di Kufah dulu ada yang membaca, “تمنى” dengan huruf “ت”, sedangkan bacaan dengan huruf “ي” populer di Mekkah dan Bashrah (Iraq). Mushaf yang kita pegang sekarang menggunakan bacaan dengan huruf “ي

Mengapa bisa berbeda bacaan? Jika dibaca dengan huruf “ta”, punya pemahaman, penciptaan manusia berawal dari “sperma yang memancar”. Maka, hanya sperma jantan-lah yang berhasil bertemu dengan indung telur. Karena itu pula, dalam ayat lain,

Allah SWT berfirman,

إِنَّا خَلَقْنَا الإنْسَانَ مِنْ نُطْفَةٍ أَمْشَاجٍ نَبْتَلِيهِ فَجَعَلْنَاهُ سَمِيعًا بَصِيرًا

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur (memancar) yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat. (QS al-Insaan: 2)

Jika dibaca dengan huruf “ya”, memiliki pemahaman, penciptaan manusia adalah bermula dari bagian kecil (satu) sel sperma dari jutaan sel sperma yang ada. Imam al-Qurtubi menyimpulkan, kedua model bacaan itu dapat dibenarkan karena kedua-duanya shahih dan memiliki pemahaman yang benar.

Hadirin jamaah shalat Jumat yang mulia.

Pelajaran Kedua: Apakah pada wanita terdapat “mani” yang memancar juga? Kisah berikut ini menarik untuk dicermati. Suatu hari Ummu Salamah bertanya, “Ya Rasulullah, sesungguhnya Allah tak malu mengungkap kebenaran, apakah jika seorang wanita bermimpi, dia wajib mandi?” Rasulullah SAW menjawab, نعم إذا رأت الماء “Ya, jika dia melihat air (dari kemaluannya)”.

Teks hadits itu berbunyi, “na’am idza raat al-ma” Kata yang digunakan Rasulullah SAW secara jelas adalah “al-ma” atau “air”. Jadi kewajiban “mandi besar” pada wanita, adalah karena keluarnya air dari mimpinya itu. Lalu, apakah “air” itu yang menjadi unsur pembentukan embrio (janin)? Bukan. Embrio terbentuk karena sperma laki-laki (mani) yang berwarna putih lalu bercampur dengan indung telur perempuan yang berwarna kekuning-kuningan.

Hal itu diterangkan oleh Rasulullah SAW dalam hadits lainnya. Beliau SAW berkata, ماء الرجل ابيض وماء المرأة اصفر “air laki-laki berwarna putih, dan air perempuan berwana kekuning-kuningan”.

Air di hadits ini bermakna mani atau “sperma” bagi laki-laki dan “indung telur” bagi perempuan. Air-air tersebut, apabila keluar, keduanya memancar dengan tingkat intensitas yang berbeda antara laki-laki dan perempuan sebagaimana Al-Qur’an tegaskan:

فَلْيَنْظُرِ الإنْسَانُ مِمَّ خُلِقَ (٥)خُلِقَ مِنْ مَاءٍ دَافِقٍ (٦)يَخْرُجُ مِنْ بَيْنِ الصُّلْبِ وَالتَّرَائِبِ

Maka hendaklah manusia memperhatikan dari Apakah Dia diciptakan? Dia diciptakan dari air yang dipancarkan, yang keluar dari antara tulang sulbi laki-laki dan tulang dada perempuan. (QS At-Thariq 5-7)

Hadirin jamaah shalat Jumat yang mulia.

Pelajaran Ketiga: Setelah sperma dan indung telur bertemu, Allah proses menjadi segumpal darah atau alaq sebagaiaman disebutkan dalam surah al-Alaq ayat kedua, atau alaqah sebagaimana disebutkan dalam surah al-Qiyamah ayat ke-tiga puluh delapan.

Pada ayat-ayat itu, Allah SWT menggunakan kata “alaq” atau “alaqah” yang umumnya kita terjemahkan menjadi “segumpal darah”. Apa maksudnya?

Kata ‘alaq atau alaqah memiliki tiga makna.

Pertama: gumpalan darah. (Blood clot). Kenapa harus menjadi gumpalan darah? Pada awal pekan ketiga kehamilan, jantung yang tersekat bergabung dengan pembuluh darah membangun sebuah sistem cardio-vaskular. Dan pada akhir pekan ketiga (hari ke-21), darah mengalir ke dalam embrio itu, maka jantung mulai berdetak.

Kedua: bergelantungan. Kita mungkin berfikir, “tali pusar”, tapi pemahaman itu tidak tepat, sebab embrio baru di pekan ketiga dan belum sempurna penciptaannya. Ternyata, ilmu kedokteran menemukan, pembentukan “tali pusar” memerlukan “alat penghubung” (connecting stalk), dan — masya Allah — alat penghubung atau gantungan itu Allah ciptakan ketika janin masih berbentuk “gumpalan darah”.

Ketiga: Lintah. Kok lintah, apa hubungannya? Pada usia embrio dua puluh lima hari, gumpalan darah itu persis seperti lintah, mulai dari bentuk hingga anatomi tubuhnya. Sekilas, lintah terlihat seperti tidak memiliki tulang. Padahal, jika kita menggunakan x-ray, ia memiliki anatomi yang sempurna, termasuk mulut. Dan, embrio manusia di usia itu disebut sebagai lintah sebab memang sangat mirip dengan lintah.

Karena itulah, kita mendapati firman Allah SWT lainnya yang menjelaskan tentang detail proses penciptaan manusia. Allah SWT berfirman;

وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسانَ مِنْ سُلالَةٍ مِنْ طِينٍ (12) ثُمَّ جَعَلْناهُ نُطْفَةً فِي قَرارٍ مَكِينٍ (13) ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظامًا فَكَسَوْنَا الْعِظامَ لَحْمًا ثُمَّ أَنْشَأْناهُ خَلْقًا آخَرَ فَتَبارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخالِقِينَ (14)

Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. emudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik. (QS al-Mu’minun 12-14)

Insya-Allah, pembahasan tentang detail penciptaan manusia itu akan kita bahas di kesempatan khutbah Jum’at lainnya. Demikian khutabh singkat ini semoga bermanfaat dan menambah keimanan kita kepada Allah SWT. (inayatul/dakwatuna.com)

أَقُوْلُ هَذَا القَوْلَ وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ يَغْفِرْ لَكُمْ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ

Redaktur: Samin Barkah

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (2 votes, average: 3.00 out of 5)
Loading...
Menyelesaikan pendidikan dasar di Pondok Pesantren Attaqwa, Bekasi. Lalu melanjutkan studi ke International Islamic University, Pakistan. Kini, dosen di Fakultas Hukum Universitas Djuanda, Bogor. Email: [email protected] Salam Inayatullah Hasyim

Lihat Juga

Meraih Kesuksesan Dengan Kejujuran (Refleksi Nilai Kehidupan)

Figure
Organization