Topic
Home / Pemuda / Mimbar Kampus / Memperluas Jaringan Lembaga Dakwah

Memperluas Jaringan Lembaga Dakwah

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (inet)
Ilustrasi (inet)

dakwatuna.com – Pada setiap lembaga dakwah memperluas jaringan merupakan suatu keniscayaan. Kita mengetahui bahwa jaringan akan membantu gerakan kebaikan menjadi lebih massif dan efektif. Kita juga memahami bahwa lembaga dakwah memiliki kekurangan yang bisa dilengkapi oleh lembaga lain, maka dari itu posisi mempertemukan dua institusi antara institusi dakwah dan institusi yang berkaitan dengan nya menjadi hal penting untuk kita fokuskan agar kebaikan bisa diterima dengan baik oleh objek dakwah.

Selama ini lembaga dakwah dengan berbagai jenjang klasifikasi sudah memiliki jaringan nya masing-masing, setidaknya lembaga dakwah mempunyai relasi regional dan nasional dengan FSLDK Indonesia atau setingkat fakultas. Jika belum bergabung dengan forum ini, maka disarankan untuk segera bergabung, hehe kebangetan kalo belum gabung.

Satu aspek penting analisis jaringan adalah bahwa analisis ini menjauhkan sosiolog dari studi tentang kelompok dan kategori sosial dan mengarahkannya untuk mempelajari ikatan dikalangan dan antar aktor yang “tak terikat secara kuat dan tak sepenuhnya memenuhi persyaratan kelompok“. (Wellman, 1983:169). Contohnya telah di ungkapkan dalam karya Granoveter (1973:1983) tentang “ikatan yang kuat dan lemah” Granoveter membedakan antara ikatan yang kuat, misalnya hubungan antara seorang dan teman karibnya, ikatan yang lemah, misalnya hubungan antara seorang dan kenalannya. Berbeda dengan para sosiolog yang menganggap hubungan yang lemah itu tidak penting, Granoveter menjelaskan bahwa ikatan yang lemah bisa menjadi sangat penting. Contoh, ikatan yang lemah antara dua aktor dapat membantu sebagai jembatan antara dua kelompok yang kuat ikatan internalnya. Tanpa adanya ikatan yang lemah seperti itu, kedua kelompok mungkin akan terisolasi secara total dan dapat berakibat system sosial semakin terfragmentasi. Tanpa ikatan yang lemah, seorang individu dapat merasa dirinya terisolasi dalam kelompok yang ikatannya sangat kuat dan akan kekurangan informasi tentang apa yang terjadi di kelompok lain maupun dalam masyarakat luas.

 

Mungkin salah satu kriteria aktivis dakwah yang dicalonkan menjadi Ketua/Pengurus Inti/Pengurus Harian adalah bagaimana sosok dia bisa diterima oleh publik. Penerimaan publik menjadi poin penting juga di luar poin lainnya seperti pemahaman agama, kapasitas kepemimpinan, mengenal medan dakwah, kapasitas finansial dan dukungan keluarga, dan sebagainya. Saya pernah mendapat bocoran dari salah satu peserta musyawarah suksesi ketua FSI (harusnya ga boleh dibocorin ini, hehe) bahwa saya dipilih menjadi ketua FSI karena memiliki penerimaan publik yang cukup baik. Yaa mungkin orang internal dan eksternal melihat saya orangnya supel dan asyik aja. Padahal calon ketua FSI lainnya, pemahaman dakwahnya bagus, ganteng, tajir pula, hehe kurang apa coba (kurang nikah kali ya, #piss). seperti yang dibilang Granoveter, bisa dibilang peserta musyawarah suksesi melihat saya memiliki ikatan lemah dan kuat.

Ikatan lemah yang dimaksud di sini adalah saya memiliki kenalan mahasiswa, minimal seangkatan di FISIP, setiap jurusan (kecuali Sosiologi) saya memiliki kenalan minimal 5-10 orang lah. Kenal tapi tidak dekat. Ikatan lemah ini juga memiliki fungsi yang sangat penting menghubungkan saya atau FSI kepada individu atau lembaga lain yang bisa berkolaborasi bersama. Ikatan kuat, saya tafsirkan pada pengenalan medan FISIP dan FSI. Memang secara track record di SMA, saya pernah di Sie Rohani Islam (SRI) SMAN 13 Jakarta sebagai staf pembinaan, ketua komisi aspirasi dan humas MPK, dan Sekretaris PRAGALAS (Pramuka Gaya 13). Ketika masuk FSI tahun pertama, menjadi staf pembinaan juga, lalu tahun kedua jadi Ketua FSI. Berada di lingkungan FSI, tidak membuat saya ‘canggung’ atau culture shock terhadap budaya internal FSI, tetapi dengan pengalaman yang pernah dienyam di SMA, adaptasi sih pun sangat cepat. Saya kenal hampir seluruh pengurus FSI yang jumlahnya 98 dan mengikuti hampir semua acara yang diselenggarakan FSI. So, secara individu saya memiliki ikatan yang kuat di FSI dan ini dilihat oleh para peserta musyawarah.

Ikatan lemah dan kuat ini harus dikelola dengan baik oleh ketua/pengurus LD agar bisa menjalin hubungan dengan institusi lain karena kita tidak tahu yang akan memberikan jaringan institusi kepada kita, apakah dari lingkungan terdekat atau lingkungan terjauh. Hal yang bisa dilakukan LD, pertama melist jaringan apa saja yang dibutuhkan, misalnya media, tokoh nasional, lembaga pemerintahan, lembaga kemahasiswaan, pejabat kampus, ormas, LSM, BUMN, lembaga kemanusiaan, lembaga internasional, dan sebagainya. Kedua, daftar prioritas jaringan sesuai dengan agenda dakwah selama 5 tahun ke depan. Ketiga, cari info dari orang terdekat atau ‘dekat biasa aja’, datangi sasaran institusi dan maintenance sebaik-baiknya. Keempat, jalin kerjasama melakukan agenda kebaikan.

Yuk Mulai Perluas Jaringan!

Salah satu tujuan didirikannya Salam UI (MMS, 2008:11) adalah Kolektif, maksudnya mengembangkan dan meningkatkan ukhuwah islamiyah yang dikenal dalam salah satu amal islami, sebagai sebuah bentuk amalan yang dapat mewujudkan terciptanya persatuan dan kesatuan, yang dalam hal ini dapat pula dijadikan sarana untuk terciptanya integrasi mahasiswa muslim di Universitas Indonesia. Selain Salam UI menghimpun mahasiswa muslim se UI dan bagi mereka yang sudah memiliki identitas pengurus, maka tugas mereka sesudah menyatukan mahasiswa muslim adalah meningkatkan ukhuwah Islamiyah kepada individu, kelompok, dan institusi lain.

Jika merujuk visi umum Salam UI, yakni Perekat Umat, bagaimana tumbuhnya kultur komunikasi, silaturahim, dan kerjasama antar sesama mahasiswa muslim di UI dan institusi lain, yang proaktif, bersahabat, dan berorientasi pada manfaat (MMS, 2008: 12). Pada setiap biro pada bidang eksternal Salam UI memiliki fungsi dalam merekatkan umat pada tingkat universitas, nasional, bahkan internasional. Dengan LD membangun silaturahim dan kerjasama, maka institusi dan masyarakat beranggapan bahwa LD merupakan institusi yang terbuka, tidak eksklusif. Hal ini menjadi peluang LD merekatkan umat dengan gerakan komunikasi dan kerjasama yang dilakukan demi kebaikan umat. Maka dari itu, jaringan Salam UI sampai internasional. Setidaknya jaringan LD perlu diperluas minimal se nasional. Beberapa jaringan Salam UI yang sudah dibangun, FSDLK, PKPU, ACT, BASARNAS, Partai Politik Islam (PPP, PKB, PBB, PKS, PAN), ASPAC Palestine, KNRP, Dakwatuna, Tarbawi, Republika, BSMI, INSIST, ITJ, Pejuang Shubuh, IYG (International Youth Gathering, PMI UM (Persatuan Mahasiswa Muslim Universiti Malaya), PKPIM (Persatuan Kebangsaan Pelajar Islam Malaysia), HARUM (Pertubuhan Ikatan Kekeluargaan Rumpun Nusantara), NTU MS (Nanyang Technological University Muslim Society), CYMK (Creative Young Muslim Kakis), TSAI (Thailand Student Association in Indonesia), WAMY (World Assembly of Muslim Youth), dan sebagainya (takut kepanjangan,hehe).

Dengan memulai komunikasi dan silaturahim, akan memunculkan peluang-peluang kerjasama yang mungkin sebenarnya belum terpikirkan. Sebagai contohnya, Salam UI bekerja sama dengan institusi pengungsi rohingya. Salam UI mendatangkan para pengungsi dan produk lokal rohingya ke kampus dan mereka bisa sharing bagaimana kondisi sebenarnya para pengungsi. Mahasiswa muslim pun bisa bersimpati atas apa yang dirasakan pengungsi Rohingya. Kerjasama dengan ITJ dan INSIST dengan sekolah pemikiran Islam, mendatangkan Parpol Islam demi koalisi pemilu presiden dan wakil presiden 2014, gerakan shalat shubuh berjamaah bersama pejuang shubuh, kerjasama dengan BSMI terkait bencana alam Sinabung, dan lain-lain (takut kepanjangan lagi, hehe).

Dalam membuka peluang-peluang kerjasama dengan institusi lain, tidak ‘ujug-ujug’ datang. LD sebagai institusi dakwah harus juga memiliki standar yang bagus dalam mengelola/manajemen organisasinya. Seperti ciri masyarakat madani (MMS, 2008:15-16­),

Dalam masyarakat yang plural, tidak hanya aturan yang dibutuhkan, namun juga pengaturan. Pluralitas tanpa institusionalisasi yang baik berarti kekacauan. Dalam kemadanian, institusi penting untuk memiliki kredibilitas yang baik. Pola pendekatan yang jujur dan dialogis adalah prasyarat kredibilitas publik terhadap institusi.

Ada kata kunci di sini, yaitu pengaturan, kredibilitas, jujur dan dialogis. Pengaturan dan kredibilitas LD menjadi poin yang dipertaruhkan dalam membina institusi lain. Kenyataannya, Institusi lain dalam membina pun terkadang selektif memilih. Institusi yang cukup terkenal dan memiliki kredibilitas yang baik, membuat institusi lain pun tertarik untuk berinteraksi. Jujur dan dialogis merupakan sifat dan metode agar tidak eksklusif dan terbuka dengan ide-ide baru yang masuk dari hasil interaksi antar individu, kelompok, dan institusi lain. So, jika LD kita sudah bisa dibilang oke, sok atuh beranikan diri untuk perluas jaringan, setelah itu perluas efek dakwah kalian. (dakwatuna.com/hdn)

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Mahasiswa Sosiologi FISIP UI yang sedang aktif di SALAM UI sebagai Sekretaris Jenderal. Orang yang sederhana untuk terus menjadi pembelajar sampai akhir hayat.

Lihat Juga

Ada Dakwah di Dalam Film End Game?

Figure
Organization