Topic
Home / Pemuda / Mimbar Kampus / Tentang Kader dan Wajihah Kita

Tentang Kader dan Wajihah Kita

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
ilustrasi (inet)
ilustrasi (inet)

dakwatuna.com – Tulisan ini saya tulis ketika merenungi dan memikirkan sebuah wajihah yang saya cintai keberadaannya. Ketika itulah muncul sebuah perkataan “apa lagi yang harus saya berikan ke wajihah dakwah ini. The Golden Age of KMI? Saya sudahkah baik jadi anggota wajihah ini?”.

Kader, ibarat anak panah dari sebuah wajihah (lembaga/organisasi) dakwah, jika anak panah ini tajam maka akan mudah menancap pada sasaran. Sebuah wajihah akan dilihat gambaran umumnya dari keadaan kader yang ada di dalamnya. ‘Kader simatupang (siang malam tunggu panggilan)’ sangat langka ditemukan keberadaannya sekarang, dan wajib ‘dibudidayakan’ oleh wajihah ketika menemukan spesies langka ini, berjenis ikhwan maupun akhwat.

Bayangkan ketika sebuah wajihah besar, dengan cita-cita yang besar, tetapi kemudian didiami oleh kader-kader yang bermental kerdil dan dipimpin oleh pemimpin yang juga berpikir sempit, bermental ’krupuk’ dan bertindak sakahayang, apa yang akan terjadi? Yang jelas hanya tinggal menghitung hari wajihah ini akan bertahan. Nah lain lagi ceritanya kalau sebuah wajihah, didiami oleh sekelompok orang-orang hebat, mengusung visi yang luar biasa, tapi mereka tidak tahu arah gerak dan tujuan yang akan dicapai, mesti ke mana dan apa gerangan tugas yang harus dilakukan agar kapal bernama wajihahnya itu terus berjalan, apa yang akan terjadi? Layaknya kapal besar yang mengarungi lautan tetapi tidak tahu arah niscaya kapal tersebut akan selamanya berada di lautan tidak akan pernah sampai ke tujuan.

Wahai para akhtivis dan ukhtivis, di atas adalah sebagian kecil masalah yang sering kita temui atau bahkan terjadi juga di wajihah kita. So, biar kita tidak terjebak ke dalam keadaan di atas mari kita deteksi sedini mungkin gejala-gejala awal dari sindrom pada kader di wajihah yang tengah kita geluti, di antaranya adalah :

  1. Tidak mengetahui konsep gerakan apa yang diusung oleh wajihah. Apakah wajihah tersebut Liberal, Kapitalis, Sosialis atau Islam?
  2. Tidak mengetahui arah gerak dan tujuan serta visi dan misi wajihah tersebut.
  3. Kader kurang menguasai skill manajemen tentang keorganisasian.
  4. Kacaunya program kerja yang telah disusun.
  5. Budaya syura yang mulai tidak efektif atau kondisi parahnya lagi stuck.
  6. Kader yang mulai saling mengandalkan satu sama lain. “tenang saja ada si A ko yang ngurus” atau “gak apa-apalah biasanya juga si B yang ngomong”.
  7. Terjadinya puncak titik jenuh yang disebabkan tidak adanya inovasi dalam sebuah wajihah.

Ketika ke tujuh poin di atas satu persatu mulai muncul, apa yang akan terjadi? Bisa dikatakan wajihah hanya sebagai formalitas belaka untuk melegalkan keberadaannya di masyarakat kampus dan rumah singgah yang nyaman bagi kader yang menginfaqkan waktu sisanya setelah rutinitas seharian. Sehingga wajihah sepi dari agenda-agenda pengkaderan maupun agenda-agenda syiar dakwah.

Sebuah peran harus kita ambil ketika wajihah kita berada pada kondisi yang kurang sehat. Tentunya tugas kita sebagai kader bukan hanya sebagai penonton yang hanya bisa berteriak “GOL” ketika wajihah kita berada dalam performa yang baik. Kita analogikan sebuah wajihah itu dengan lapangan sepak bola. Ketika kita menyaksikannya begitu apiknya permainan dari para pemain di lapangan tapi tahukah kita mereka bisa bermain cantik di tengah luasnya medan lapangan itu karena mereka sami’ na wa atho’ na dengan sang pelatih dan improvisasi dengan skill individu dimainkan secara amal jama’i.

Pelatih itu ibarat BPH (Badan Pengurus Harian) yang mengarahkan anak didiknya, mengamati pergerakan lawan dan sebagai pemotivasi ketika mengalami kekalahan. Pemain inilah yang disebut kader, kita harus ingat pemain ini ada pemain starter dan pemain cadangan yang siap menggantikan. Sehingga kita harus ingat ketika seseorang tidak siap melaksanakan sebuah amanah dakwah masih ada pemain lain yang siap menggantikannya. Singkatnya bergerak atau tergantikan. Di antara pemain ada yang diangkat jadi kapten kesebelasan inilah qiyadah kita di lapangan. Dan terakhir ada penonton inilah masyarakat pada umumnya yang hanya bisa berteriak senang, mencibir dan menggerutu. Hal yang penting adalah si kulit bundar ya itulah bola, tidak ada permainan tanpa bola, bola diibaratkan proker yang sudah kita susun dan mesti kita golkan.

Peran-peran di atas mesti kita ambil dan pilih salah satu, kita tentunya ingin tetap produktif dalam wajihah baik itu menjadi pelatih, pemain atau penonton. ketika kita jadi pelatih maka bawalah team kesebelasan kader ini menuju kemenangan, dan tetap berikan asupan motivasi. Ketika kita memilih untuk menjadi pemain maka jadilah pemain tangguh yang mampu menganalisis dan menaklukkan medan serta senantiasa berada pada posisi yang telah ditetapkan oleh pelatih. Jangan terlalu terobsesi untuk menyerang sehingga pertahanan jebol, tetaplah pada tugas masing-masing. Bangun ‘cemistry’ di lapangan dengan ukhuwah dalam bingkai amal jama’i. Kalau Anda memilih untuk menjadi penonton ataupun komentator maka berkomentarlah sewajarnya. Ingat bahwa sebuah pertandingan kadang berhasil menang, terkadang juga harus menuai kekalahan, tetap berikan motivasi-motivasi positif kepada para pemain.

Jadilah kader produktif menyumbang kontribusi kepada wajihah, jangan pernah pikirkan apa yang akan diberikan wajihah untuk kita, tapi renungkan apa yang telah kita berikan untuk wajihah ini. Ingatlah sekecil apapun amal kebaikan yang kita perbuatan maka akan dibalas oleh Allah SWT. Tidak akan ada yang sia-sia berapapun waktu yang telah kita habiskan di jalan ini, ketika kita ikhlas maka berlelah-lelah di jalan ini adalah sebuah kenikmatan yang tak akan ada duanya. Sebagaimana sebuah kata yang selalu penulis ingat “Tiada Lelah Jika Lillah”.

Melihat senyum yang terukir di wajah saudara-saudara kita dalam wajihah ini adalah kebahagiaan yang tak ternilai harganya. Rasakanlah, rasa yang timbul dari hati yang paling dalam, buah dari niatan yang hanya karena Allah semata. Sebuah wajihah tidak akan berjalan tanpa adanya kader yang menggerakkannya, dan tidak ada amal jama’i tanpa sebuah wajihah.

Wallahu’alam bishawab. (dakwatuna.com/hdn)

Ditulis oleh kader yang selalu berusaha menjadi pencetak gol dalam setiap agenda yang digulirkan.

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (1 votes, average: 5.00 out of 5)
Loading...

Tentang

Alumni SDN Sawahdadap 1, SMPN 2 Jatinangor, SMAN Cimanggung. Pernah aktif sebagai Wakil Ketua OSIS SMAN Cimanggung, Ketua KIR, Anggota PASKIBRA, dan Anggota ROHIS SMA. Pendidikan sekarang di Institut Teknologi Nasional (Itenas) Bandung mengambil S1 Jurusan Teknik Sipil. Di kampus Indra aktif sebagai salah satu anggota LDK Keluarga Muslim Itenas. Pernah menjabat sebagai Ketua Umum LDK Keluarga Muslim Itenas tahun 2017. Sekarang Indra diamanahkan menjadi ketua FSLDK Bandung Raya

Lihat Juga

Ada Dakwah di Dalam Film End Game?

Figure
Organization