Topic
Home / Berita / Opini / Intifadhah Al-Quds, Sampai Kapan?

Intifadhah Al-Quds, Sampai Kapan?

Rakyat Palestina melakukan aksi intifadhah Al-Quds di Palestina, Oktober 2015. (hamas.ps)
Rakyat Palestina melakukan aksi intifadhah Al-Quds di Palestina, Oktober 2015. (hamas.ps)

dakwatuna.com – Semula banyak pihak tidak akan mengira bahwa Intifadhah benar-benar akan meletus di Palestina. Mengapa? Karena aksi perlawanan seperti ini sudah biasa dan terjadi cukup lama. Mulai dari aksi lempar batu, aksi tabrak hingga penikaman, tidak ada yang baru sama sekali dari jenis perlawan seperti ini. Tetapi apa sebenarnya yang membedakan dan menjadikannya sebagai the real Intifadhah?

Ada 3 ciri sebenarnya yang menurut penulis menjadi latarbelakang Intifadhah itu meletus. Analisa ini diambil dari pengamatan di dua Intifadhah sebelumnya. Alasan pertama adalah ketidak puasan. Konsepnya adalah, semua manusia ingin hidup merdeka, tidak ingin berada dibawah penjajahan.

Berulang kali perundingan digulirkan antara Otoritas Palestina dengan penjajah Israel, dan berulang kali itu pula Israel melakukan pengkhianatan. Hasil ini membuat rakyat tidak puas dan semakin tidak percara dengan jalur perundingan. Akhirnya mereka memilih jalan yang lazimnya ditempuh oleh para pejuang kemerdekaan, yaitu perlawanan fisik.

Ciri kedua, klimks dari rentetan penderitaan. Intifadhah merupakan upaya untuk bangkit dan keluar dari beragam penderitaan. Aksi ini sendiri bukan lahir begitusaja, tapi ada rentetan peristiwa yang berujung kepada aksi perlawanan. Diantara deretan penderitaan yang memicu Intifadhah kali ini adalah, pertama, pembunuhan disertai pembakaran yang dilakukan pemukim ilegal Yahudi terhadap satu keluarga Palestina bernama Dawabsheh di Negev. Peristiwa keji ini terjadi di akhir bulan Juli 2015 kemarin.

Kedua, nasib tawanan Palestina yang semakin mengenaskan di penjara Israel. Perlawanan mereka biasanya melalui aksi mogok makan berbulan-bulan, hingga membuat Israel akhirnya terpaksa membebaskan mereka.

Ketiga, agresi militer Israel ke Jalur Gaza. Kendati berjauhan, mereka yang hidup di Al-Quds dan sekitarnya merasakan kepedihan yang dialami saudaranya di Gaza. Mereka tidak tega menyaksikan saudarnya sebangsa diagresi 3 kali secara militer oleh Israel dan dibiarkan hidup 8 tahun di bawah blokade zalim. Ikatan emosi ini yang memotivasi mereka dalam mengambil bagian melawan penjajah Israel.

Ciri ketiga adalah permasalahan masjid Al-Aqsha. Ini menjadi tema sentral di setiap perjuangan bangsa Palestina. Karena alasan ideologis ini pula perjuangan Palestina menjadi abadi, bahkan diikuti dengan dukungan dari seluruh muslim di dunia.

Kepongahan penjajah Israel semakin tampak dengan nekatnya mereka menginjakkan kaki di pelataran masjid suci Al-Aqsha. Mereka mengawal Yahudi radikal dan menteri dari kabinet Netanyahu untuk melakukan ritual Talmud di Al-Aqsha. Ini terjadi di awal September 2015 kemarin.

Adapun warga Palestina yang melakukan iktifkaf dan menjaga masjid Al-Aqsha, diusir paksa dan dihinakan. Agenda besar Israel adalah membagi-bagi masjid Al-Aqsha berdasarkan tempat dan waktu antara Yahudi dan Muslim. Dan itu sudah mereka ujicobakan selama beberapa hari di akhir bulan September kemarin. Dan Intifadhah menjadi harga yang harus mereka bayar akibat ide gila mereka.

Sampai Kapan?

Ini yang menjadi pertanyaan banyak pihak. Kapan Intifadhah ini akan berakhir? Tidak ada yang tahu kapan pastinya aksi heroik rakyat Palestina ini akan berhenti. Kalau kita ikuti perkembangan yang terjadi, setiap hari selalu diberitakan terjadinya bentrokan fisik antara warga Palestina dengan penjajah Israel. Bentuknya bisa dengan operasi penikaman, aksi tabrak, lempar batu atau molotov. Dan sebagai balasannya, Israel bebas melakukan tembak di tempat, menghancurkan rumah-rumah pelaku penikaman, menangkap, menawan dan menyidangnya dengan vonis penjara hingga ratusan tahun.

Namun apabila berkaca kepada Intifadhah sebelumnya, ada beberapa kemiripan dalam proses menghentikan aksi Intifadhah ini. Pertama, seperti yang sudah-sudah, aksi ini akan berhenti melalui meja perundingan. Intifadhah pertama berhenti dengan disepakatinya perjanjian Oslo di Norwegia. Intifadhah kedua terhenti dengan perundingan di Sharmu Sheikh, Mesir. Intifadah ketiga? Tidak menutup kemungkinan akan ada perjanjian serupa dengan Israel demi menyudahi perlawanan rakyat ini.

Kedua, perlawanan yang membutuhkan nafas panjang. Umumnya, intifadhah tidak berhenti dalam bilangan bulan, tapi hingga hitungan tahun. Intifadhah Al-Mubarakah, sebutan Intifadhah pertama berlangsung dari tahun 1987-1993. Intifadhah Al-Aqsha yang merupakan Intifadhah jilid dua, terjadi dari tahun 2000-2005. Dan Intifadah Al-Quds kali ini bisa jadi juga memakan waktu yang lama, kita akan dipaksa menyaksikan perlawanan panjang yang dilakukan para pejuang Palestina.

Ketiga, campur tangan dunia internasional. Seperti Intifadhah sebelumnya, Amerika dan sekutu Israel lainnya giat menjadi mediator dengan Palestina untuk menyudahi Intifadhah yang selalu berhasil membuat Israel tertekan. Namun saat ini, seluruh pihak masih dalam posisi wait and see. Seolah ingin menguji ketahanan juang yang dimiliki rakyat Palestina. Barat dalam hal ini Amerika sudah jelas-jelas mendukung penjajah Israel dengan gelontoran bantuan militer dalam bentuk hibah. Adapun PBB, tetap sebagai posisi pengamat dan penghimbau yang “baik”. Tidak akan memberikan pengaruh apa-apa dari peristiwa yang terjadi.

Satu-satunya yang dijadikan harapan adalah dunia Islam. Dalam hal ini adalah negara-negara Arab dan negara muslim di dunia termasuk Indonesia.

Khusus Indonesia, seyogyanya sebagai muslim terbesar dunia memiliki andil yang besar pula dalam menyudahi penjajahan yang terjadi di Palestina. Terlalu banyak utang sejarah Indonesia kepada Palestina, terlebih Indonesia sebagai negara yang merasakan pahitnya dijajah selama 3,5 abad, sudah selayaknya menjadi negara yang paling serius dalam menghapuskan penjajahan di dunia khususnya di Palestina.  Wallahul Must’an.  (sbb/dakwatuna)

Redaktur: Saiful Bahri

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Alumnus Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir. Peneliti di Pusat Studi Islam Wasathiyah dan Aktivis Palestina di LSM Asia-Pacific Community For Palestine

Lihat Juga

Grand Launching SALAM Teknologi Solusi Aman Covid-19 untuk Masjid

Figure
Organization