Topic
Home / Berita / Opini / Muhannid Halabi, Inspirator Intifadhah Al-Quds III

Muhannid Halabi, Inspirator Intifadhah Al-Quds III

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Rakyat Palestina melakukan aksi intifadhah Al-Quds di Palestina, Oktober 2015. (hamas.ps)
Rakyat Palestina melakukan aksi intifadhah Al-Quds di Palestina, Oktober 2015. (hamas.ps)

dakwatuna.com – “Orasi Anda sungguh indah wahai tuan Presiden Abbas. Tapi kami tak mengakui Al-Quds terbagi dua: Timur dan Barat. Kami hanya tahu, Al-Quds itu satu saja tak pernah terbagi. Kami tahu, semua jengkal Al-Quds itu muqaddas. Maafkan wahai Tuan Abbas. Apa yang menimpa wanita-wanita Al-Aqsha dan Al-Aqsha sendiri, tak akan pernah berhenti dengan cara-cara damai. Kami tak ingin tumbuh dewasa untuk dihinakan.”

Demikian. Surat yang ditulis sosok anak muda, 19 tahun. Pesan sangat jelas: Waktu berteori, beretorika, berbicara telah berakhir. Intifadhah III benar-benar telah dimulai. Muhannid Halabi, mewakili generasinya lahir saat Perjanjian Oslo II ditandatangani di Thaba Mesir. Perjanjian yang melahirkan pemerintahan otonomi sementara Palestina di Tepi Barat dan Jalur Gaza.
Saat usianya menginjak 4 tahun. Sepatutnya ia merasakan perdamaian menyeluruh, di mana Israel mundur dari wilayah-wilayah Palestina sesuai perjanjian damai. Menginjak usia 7 tahun, yang Halabi rasakan: justru Israel membangun tembok 12 meter tingginya. Tembok rasis yang memisahkan wilayah Tepi Barat-Gaza dengan wilayah yang dikuasai Israel.
Menginjak usia 8 tahun. Yaser Arafat wafat. Israel “menghabisi” Arafat. Pemimpin yang disebutnya sebagai “Pemilik dua wajah”. Arafat digantikan Abbas, yang sangat anti kekerasan dan menolak perlawanan. Saat itu, sepatutnya Halabi menyaksikan perdamaian Israel-Palestina tercapai.
Proyek Tony Blair dan Salam Fayyad (PM Palestina) untuk menciptakan kesejahteraan sepatutnya dimulai. Namun apa yang kemudian ia lihat? Israel melakukan migrasi besar-besaran ke Tepi Barat, dengan mentrasmigrasikan 600 ribu warga Israel. Tak hanya itu. Israel malah semakin menancapkan kebengisannya di wilayah Al-Quds. Polisi-polisi Palestina justru dimanfaatkan menghadapi penolakan warga. Malah Al-Aqsha dan semakin dilecehkan Israel setiap hari tak kenal henti.
Ghirah yang menggelora inilah yang membakar jiwa generasi Halabi. Puncaknya, seorang mahsiswa Fakultas Hukum Universitas Al-Quds menikam seorang tentara Israel. Merebut senjatanya dan menembak mati empat tentara lainnya. Sebelumnya ia menulis di akun Facebooknya, “Menurutku. Intifadhah III telah dimulai. Apa yang menimpa Al-Aqsha dan tempat-tempat suci serta tempat diIsrakan baginda Nabi, kemudian apa yang menimpa wanita-wanita Al-Aqsha itulah yang menimpa kaum ibu dan saudara perempuan kami.”
Sayangnya. Sikap bangsa Arab masih terpecah. Seorang penulis Kuwait malah menyebut Intifadhah III, sebagai aksi yang melanggar HAM Israel. Tutup mata pada pelanggaran HAM Israel terhadap bangsa Palestina. Di Mesir sendiri, TV-TV Mesir malah menganggap Intifadhah III sebagai aksi “teroris”. Standar kebenaran semakin terjungkir.
Lantas bagaimana dengan kita di Indonesia? Tak jauh beda bukan? Tapi itu bukan halangan, bagi kita yang masih sadar dan memiliki setitik keimanan. Membantu perjuangan Palestina dan terbebasnya Al-Aqsha adalah panggilan iman. Allahu Akbar!

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Alumni Universitas Al-Azhar, Kairo-Mesir.

Lihat Juga

Israel Bersiap Bangun Sinagoge di Tengah Kompleks Al-Aqsha

Figure
Organization