Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Jujur Itu Taat

Jujur Itu Taat

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (dakwatuna.com/hdn)
Ilustrasi (dakwatuna.com/hdn)

dakwatuna.com – Pernah mendengar semboyan dari Komisi Pemberantasan Korupsi tentang jujur? Sudah tidak asing lagi kalimat yang terlontar tersebut yakni “jujur itu hebat”. Tapi , kini kita ubah menjadi sebuah yang lebih bermakna yaitu “jujur itu taat”.

Orang yang jujur berarti dia taat kepada perintah-Nya, sebab manusia diperintahkan untuk berkata jujur kapanpun dan dimanapun dia berada. Kejujuran itulah yang akan membuat hatinya bahagia sebab dia secara tidak langsung melakukan ketaatan kepada Sang Khaliq.

Diceritakan pada zaman dahulu seorang bocah kecil yang hendak pergi jauh merantau untuk belajar. Dititipi oleh bundanya sekantong yang berisi uang sebagai bekal dalam perjalanan dan selama merantau.

Kondisi zaman dahulu di padang pasir, orang-orang yang biasanya berjalan kaki. Kalaupun ada yang naik unta atau kuda hanya sebagian besar saja tak terkecuali sang bocah ini. Dia pun pergi dengan berjalan kaki melintasi luasnya gurun pasir demi menuntut ilmu. Walaupun sebelumnya sang bunda tak kuasa untuk berpisah dengan sang buah hati. Namun, karena ketaatan dan kelembutan hati sang bunda sehingga dia harus rela berpisah sejenak dengan anaknya. Dengan disertai untaian doa agar kembali pulang dengan kondisi sehat wal afiat serta menjadi orang yang bermanfaat.

Di tengah perjalanan di gurun pasir. Bocah cilik ini dihadang oleh beberapa orang penyamun (perampok) yang hendak merampas harta benda yang dimiliki oleh siapa saja yang melewati mereka.

Tanpa rasa takut sedikit pun bocah ini melewati segerombolan penyamun yang menghadangnya. Sang pimpinan penyamun tersebut pun mencegat dan hendak merampas sekantong berharga yang berada dibalik baju mungilnya.

“Apa yang kau simpan dibalik bajumu itu?”

“sekantong uang”

“Berapakah jumlahnya?”

“Seratus keping emas”

Sang perampok pun tak percaya apa yang dikatakan oleh bocah cilik tersebut. Dia tidak yakin bahwa itu semua benar, sebab mana ada orang yang mau memberitahukan harta yang dibawanya. Apalagi dengan jumlah yang banyak. Akhirnya, perampok pun meminta diperlihatkan kantong yang berisi seratus keping emas tersebut.

“Mengapa kau katakan sebenarnya isi yang ada di kantong tersebut, tak takutkah jika semuanya kami rampok?”

“Aku hanya ingat dengan pesan ibundaku agar selalu menjaga dan berkata jujur”

Semua perampok tertunduk dan menjatuhkan dirinya ke pasir dalam keadaan tegak. Mereka tak menyangka seorang bocah cilik yang ada di hadapan mereka mengajarkan kepada mereka akan arti sebuah kejujuran.

Akhirnya, semua perampok bertaubat dan tidak mengulangi dosa-dosa yang telah mereka perbuat. Lewat seorang bocah cilik, mereka temukan sebuah hidayah tentang kejujuran yang menginsafkan diri agar berada dalam kebaikan dan ketaatan kepada Sang Pemilik Langit dan Bumi.

Sahabat, tahukah kalian siapa bocah cilik tersebut? Seorang bocah yang memegang teguh pesan ibundanya agar tetap berlaku jujur kapanpun, dimanapun dan kepada siapapun. Bocah yang dalam usai tujuh tahun telah selesai menghafal Quran dan pada usia lima belas tahun mendapatkan izin dari gurunya yakni Muslim bin Khalid az-Zanji untuk berfatwa. Beliau adalah Muhammad bin Idris atau kita lebih populer dengan nama kecilnya yakni Imam Syafi’i.

Begitu penting arti sebuah kejujuran sehingga zaman sekarang ini sangat mahal harganya untuk sebuah kejujuran. Hanya sebagian orang-orang yang masih mampu mempertahankan keistiqamahannya untuk berkata jujur. Demi mencapai ketaatan. Lewat jujur mereka ingin menjadi taat kepada Allah. Lewat jujur pula mereka ingin agar nilai-nilai kebaikan akan tetap tersebar di dunia ini.

Kejujuran akan berbuah manis bagi orang yang mampu menjalani dan mempertahankannya. Jika kita ingin menjadi hamba yang taat, jujur adalah salah satu sarana untuk mentaatkan diri kepada perintah-Nya.

Jujur itu taat, jika kita mampu meletakkan kejujuran dimanapun, kapanpun, dan kepada siapapun. Orang yang berkata jujur maka kebaikan pun akan menantinya. Sedangkan orang yang tak mampu berkata jujur maka keburukan akan menghampirinya.

Kebaikankah atau keburukankah yang akan kita pilih untuk diri yang penuh dengan dosa ini? Jika kebaikan yang kita pilih, mulailah dari sekarang kita biasakan untuk berkata jujur. Namun, jika keburukan yang lebih diharapkan, berkatalah sesuka hati, walaupun itu tak benar adanya.

Dengan jujur kita persembahkan ketaatan yang indah kepada-Nya. Buktikanlah bahwa jujur itu memang benar-benar salah satu jalan menuju ketaatan seorang hamba kepada tuhannya.

Mari kita terapkan jujur dimanapun, kapanpun dan pada siapapun. Terlebih jujur pada diri sendiri atas apapun yang telah diperbuat. Jujur yang akan mengantarkan seorang insan untuk semakin mendekati-Nya. Dia akan memilih tetap berkata jujur walaupun pahit untuk dikatakan sebab jujur itu membawa dirinya pada ketaatan. Jujur pulalah yang akan semakin mendekatkan dirinya kepada sebuah tempat yang sangat istimewa yang telah disiapkan bagi orang-orang yang selama hidup di dunia selalu diisi dengan ketaatan dan ketaqwaan kepada Allah.

Jika jujur itu taat, maka lewat berbagai kejujuran kita tunjukkan ketaatan kita kepada Rabbul Izzati. Membiasakan hidup jujur demi meraih ketaatan di sisinya yang akan berbuah kemanisan iman yang tak terkira bagi orang yang merasakannya.

“Tanda-tanda orang munafik itu ada tiga, jika berbicara ia berbohong, jika berjanji ia ingkar, dan jika dipercaya ia berkhianat” (HR Bukhari)

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan. Disela-sela menuntut ilmu sebagai mahasiswa diberikan amanah oleh dekanat menjadi reporter Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan.

Lihat Juga

Meraih Kesuksesan Dengan Kejujuran (Refleksi Nilai Kehidupan)

Figure
Organization