Topic
Home / Narasi Islam / Resensi Buku / Kelas Bukanlah Jeruji Besi

Kelas Bukanlah Jeruji Besi

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.

Kelasnya Manusia (1)Judul: Kelasnya Manusia

Penulis: Munif Chatib

Penerbit: Kaifa, Mizan Pustaka

Cetakan: Pertama, April 2013

Tebal: v + 151 Halaman

ISBN: 978-609-7870-13-0

dakwatuna.com- Proses belajar dimana pun dan oleh siapa pun, identik dengan cara kinerja otak. Guru sebagai substansial terpenting dalam proses pentransfer ilmu, wajib mengetahui pula cara kinerja otak pada siswa didiknya. Dewasa ini, pengetahuan tentang otak telah mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Meskipun dapat dikatakan bahwa buku-buku referensi tetang otak masih tergolong baru bermunculan di era 1960-an, dibandingkan dengan teori-teori tentang belajar mengajar itu sendiri. Namun hal terpenting yang harus diketahui bahwa ketika pengetahuan tentang otak mulai bermunculan, lahirlah teori-teori pembelajaran baru yang lebih selaras dengan kinerja otak.

Dalam buku ini, Munif Chatib mencoba untuk menggugah cakrawala kita bahwa belajar bersama alam dan lingkungan telah terbukti sebagai cara belajar yang efektif bagi siswa. Seorang guru dapat mengoptimalkan proses belajar mengajar dengan lingkungan sekitar sebagai media pembelajaran. Tak perlu jauh-jauh harus keluar kelas, salah satunya cukup dengan memanfaatkan display kelas.

Display kelas sebagai salah satu dari bagian wilayah manajemen kelas adalah usaha pemenuhan kebutuhan kinerja otak siswa. Kapabilitas seorang guru dalam memanage display kelas akan mempermudah proses belajar mengajar. Seperti, mendesaian bentuk ruangan kelas semenarik mungkin agar otak tidak mudah jenuh, memberi hijau-hijauan dalam kelas yang dapat merefres otak, dan masih banyak hal lain kekreatifan kita dalam mewujudkan display kelas yang menarik. (Hal 137)

Berbicara tentang kinerja otak, dalam buku Maclean yang berjudul “The Triune Brain in Evolution” memuat beberapa konsep dasar dalam otak manusia. Secara sederhana konsep tersebut menggambarkan pembagian otak yang dalam perkembangannya dibagi menjadi tiga, yaitu otak reptil, otak limbik (mamalia), dan otak neokorteks.

Otak reptil terletak paling belakang di otak kita. otak inilah yang mengendalikan dunia fisik. Otak reptil disebut juga dengan sang penjaga. Ibarat penjaga pintu gerbang, jika dapat memuaskan otak reptil, ia akan membukakan pintu masuk arus informasi ke bagian otak berikutnya. Sang penjaga akan merasa puas jika lingkungan fisik di sekelilingnya nyaman dilihat dan dirasakan.

Otak limbik atau sang pengatur, merupakan otak yang berfungsi sebagai pengendali emosi, membantu mempertahankan keseimbangan hormonal, rasa haus dan lapar, pusat kesenangan, metabolisme, dan bagian penting untuk ingatan jangka panjang. jadi dengan melibatkan otak limbik sang pengatur emosi, maka kita akan lebih mudah untuk mengingat sebuah informasi yang masuk dalam otak kita.

Otak neokorteks atau sang pemikir, merupakan bentuk kecerdasan seorang manusia. Lebih dari itu, di otak ini bersemayam kecerdasan yang lebih tinggi yakni intuisi. Kemampuan otak dalam menerima informasi yang tidak dapat diterima oleh panca indera. (Hal 4-7)

Keseimbangan dari ketiga konsep ini harus diperhatikan dalam proses pembuatan display kelas. Mengingat  informasi yang ditangkap oleh seorang siswa terlebih dahulu harus melewati otak reptil sebelum dialirkan ke otak limbik dan neokorteks. Jika otak reptil telah terpuaskan, maka implementasinya adalah informasi tersebut mudah untuk diteruskan dan diolah oleh otak limbik dan neokorteks.

Di samping itu, karena informasi pertama yang ditangkap oleh otak kita berupa gambar, visual, atau display. Maka eksistensi display sangat dibutuhkan pada saat proses belajar berlangsung, karena display merupakan satu-satunya potensi utama yang dapat memuaskan otak reptil. Dapat dianalogikakan, jika ada display maka otak akan senang dan lebih mudah mencerna sebuah informasi. Sebaliknya, jika tidak ada display maka otak akan merasa jenuh, minat belajar akan berkurang, tidak memiliki selera belajar dan ujungnya proses pencernaan otak akan melamban.

Redaktur: Aisyah

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Pegiat Farabi Institut, anggota CSS MoRA IAIN Walisongo Semarang

Lihat Juga

Tinjauan Neurospiritual: Mengapa Harus Makanan Halal dan Baik?

Figure
Organization