Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Untuk yang Aku Kira Sahabatku

Untuk yang Aku Kira Sahabatku

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.

(Sebuah refleksi akan makna persahabatan sesungguhnya)

Bismillahirrahmannirrahim, Kulantunkan lirih Basmalah untuk membuka awal cerita ini…

Ilustrasi (123rf.com / Tjui Tjioe)
Ilustrasi (123rf.com / Tjui Tjioe)

dakwatuna.com – Di kota ini, aku mencoba untuk sejenak meredam kemelut yang telah lama bercokol dalam nurani dan benakku. Sebelumnya, ada hal yang ingin aku ceritakan padamu… sungguh, sore ini suasana seolah menjadi sangat sempurna. Sore perpisahan dengan tanah dan langit Yogyakarta yang basah, bertambah syahdu dengan alunan suara khas kentrung dan tembang kenangan yang bertajuk ‘Ke Jakarta Aku ‘kan Kembali’, pas sekali rasanya dengan ku saat ini.

Untuk yang aku kira sahabatku,

Sore ini aku memutuskan untuk kembali ke Jakarta kita. Di mana kita senantiasa hidup menggulung hari mengukir sejarah untuk anak cucu dan peradaban. Bukan aku tak betah di Jogja yang gemah ripah ini, bukan. Terlebih karena aku tersadar bahwa aku memang harus kembali, apapun yang nantinya akan terjadi. Selama 29 jam aku berada di sini, banyak yang aku ilhami. Terutama pada apa yang terjadi selama ini, yang selalu aku resahi. Ya, tentang kita.

Untuk yang aku kira sahabatku,

Pernahkah kau berfikir mengapa kita diciptakan berbeda? Mengapa kita dipertemukan lalu dipisahkan? Mengapa kita masih dikukuhkan untuk saling menjaga meski kita sering berbenturan dalam banyak hal? Tentu dari kesemuanya itu aka nada hikmah besar yang dinubuwatkan Allah untuk kita. Dan dimulai dari kota inilah aku mencoba untuk mengikhlaskan semua yang tidak sesuai dengan apa yang aku kehendaki. Ah, aku yang koleris saja sampai jadi sebegini melankolinya. Akan kuceritakan apa yang aku ilhami dari segenap perjalanan kita…

Untuk yang aku kira sahabatku,

Mungkin kita dulu sama-sama lupa mengingatkan bahwa bukan kita yang sepenuhnya mengendalikan hati kita. Hingga, aku sadar bahwa tidaklah sebuah hubungan baik untuk dilanjutkan kecuali untuk perbaikan iman. Ah, aku yang dulu terlalu ceroboh. Sebagai pendatang di kota besar seperti ini aku terlalu gembira dijumpai sosok istimewa sepertimu. Kegembiraanku terlalu berlebih. Tibalah saatnya Allah menegurku. Dan fatalnya aku tidak siap—mungkin.

Untuk yang aku kira sahabatku,

Sekarang aku perlahan ikhlas dan mencoba untuk bangkit, meski tanpamu. Aku sadar frekuensi kita sekarang sudah jauh berbeda. Rotasi kita sekarang sudah berlawanan arah. Namun aku masih optimis bahwa ruh-ruh iman kita saling berpelukan dalam doa. Udara yang kita hembus masih dari Allah yang satu, Azza wa jalla. Jika aku sekarang masih punya kesempatan untuk kembali bersahabat denganmu, ada yang ingin aku tegaskan. Jika selama bersamaku kadar keimananmu tidak bertambah menjadi lebih baik, aka aku bukanlah sahabat yang baik untukmu. Sahabat memang tidak bisa dijadikan satu-satunya indicator iman seseorang. Tapi sahabat yang baik adalah yang senantiasa mengingatkan dalam keimanan.

Untuk yang aku kira sahabatku,

Aku saat ini rindu sekali padamu. Tapi biarlah aku saja yang merasakan rindu ini. Ini berat, kamu tidak akan kuat. Ah, terakhir ingin aku sampaikan nasihat dari ki Joko Bodo,

“Kangen yang paling dahsyat adalah ketika kamu tidak saling berkirim pesan, BBM, mention, tapi diam-diam saling merapal nama dalam doa”. Memang, kita mungkin terlalu sering lupa bahwa doa adalah senjata bagi orang beriman.

Untuk yang aku kira sahabatku,

Kita memang bukan ditakdirkan untuk bersahabat di dunia, namun ini adalah ukhuwah yang lebih dahsyat kadar cintanya. Semoga ruh-ruh kita senantiasa berpelukan dalam iman dan kita kembali dipertemukan dalam surga. Ya, aku kira engkau adalah sahabatku… tapi kau lebih dari itu. Terima kasih.

Redaktur: Lurita Putri Permatasari

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (9 votes, average: 8.11 out of 5)
Loading...
Seorang mahasiswi tingkat dua jurusan ilmu pendidikan Bahasa Inggris di STKIP Kebangkitan Nasional atau Sampoerna School of Education (SSE). Ia adalah perantau dari Lampung. Mencintai dunia pendidikan, sastra, olahraga dan dunia seni khususnya music. Aktif dalam beberapa organisasi kampus yaitu SMILY (SSE Muslim Family bertindak sebagai sekretaris) dan Debate Club (Sebagai material Manager), juga terlibat dalam organisasi dan volunteer ekstra kampus. Beberapa kali menjuarai kompetisi sastra (puisi). "Expresikan Semangat Dakwah dengan Caramu!"

Lihat Juga

Meraih Kesuksesan Dengan Kejujuran (Refleksi Nilai Kehidupan)

Figure
Organization