Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / KB, Masih Relevankah? (Bagian ke-2)

KB, Masih Relevankah? (Bagian ke-2)

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.

Beberapa Argumen Lain

keluargadakwatuna.com – Golongan yang tidak setuju dengan konsep KB menyatakan bahwa anak-anak adalah rahmat dari Allah; dan persetubuhan antara suami istri (yang salah satu maksudnya adalah untuk menghasilkan keturunan) adalah halal; oleh itu “mencegah” pembuahan adalah perbuatan yang melarang sesuatu yang telah diizinkan oleh Allah. Pernyataan dikemukakan oleh Maulana Maududi[1], yang menurutnya berdasarkan dari interpretasi surat al-An’am ayat 140. Perdebatan pun berlanjut, dengan sanggahan dari yang pro dengan KB. Mereka menyanggah bahwa interpretasi Maulana Maududi bias dan pernyataan Maududi terkesan dipaksakan dan berusaha keras untuk mencegah praktek KB di kalangan muslim.

Dalam argumen lain, pihak yang pro KB mengemukakan surat al Baqarah ayat 233. Mereka menginterpretasikan bahwa ayat ini menggalakkan perencanaan (jeda waktu antara kehamilan). Ayat lain yang hampir sama ada dalam surat Luqman ayat 14, dan surat Ahqaf ayat 15. Selain itu, dalam sebuah hadits Nabi Muhammad SAW tidak menggalakkan wanita untuk hamil lagi dalam masa menyusui, atau disebut al-ghayl, ghaylah, gheyal (suatu hal yang tidak baik untuk si bayi).

Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana pasangan dapat menghindari kehamilan dalam masa dua tahun interval setelah kelahiran seorang anak? Mereka mungkin bisa puasa dari seks, yang pastinya sangat susah dilakukan untuk pernikahan monogami. Alternatifnya adalah melakukan al azl atau metode lain untuk mencegah kehamilan. Menanggapi hal ini, Syeikh Shaltout yang pernah menjadi Imam Besar Al Azhar menyatakan bahwa nampaknya prinsip untuk memberikan jeda kelahiran anak mendapatkan dukungan dari al Qur’an. Dalam fatwanya, ia mengatakan, “KB dalam kaitannya dengan ini bukanlah sesuatu yang melawan fitrah, dan bukanlah sesuatu yang melawan syariah -jika tidak disebutkan dalam al Qur’an. Al Qur’an menetapkan masa menyusui selama dua tahun penuh, dan nabi Muhammad SAW memperingatkan agar tidak menyusui bayi dari ibu yang sedang mengandung. Hal ini menunjukkan diperbolehkannya langkah untuk mencegah kehamilan dalam masa menyusui.”

Faktor jumlah anak telah menjadi kunci perdebatan antara golongan yang pro dan kontra KB. Ada anggapan bahwa jumlah dan pertumbuhan yang lebih besar akan menjamin kekuatan yang lebih besar dan lebih dekat dengan ridha-Nya. Lebih lanjut, golongan yang kontra dengan KB menganggap bahwa KB sebenarnya berasal dari budaya Barat, dan mereka berkonspirasi untuk mengurangi jumlah Muslim dengan mempromosikan KB. Lain pula dengan pendapat yang mendukung KB, mereka percaya bahwa masa depan Muslim saat ini harusnya lebih ditumpukan kepada kualitas individu, kualitas keimanan dan solidaritas daripada nominal jumlah. Golongan ini tidak percaya bahwa dunia Islam akan kekurangan orang; mereka lebih melihat kepada pentingnya solidaritas, kerjasama antara negara-negara Muslim, demi peningkatan spiritual, sosio ekonomi, dan kemajuan teknologi. Lebih jauh lagi, mereka melihat bahwa pertumbuhan penduduk yang begitu cepat di negara-negara Muslim merupakan hambatan yang serius dalam proses pembangunan menuju umat yang lebih baik. Dalam hal ini, bisa diambil contoh kasus Presiden Mesir Gamal Abdul Nasser yang begitu keras menentang program perencanaan populasi dalam 10 tahun pertama kepemimpinannya. Tapi kemudian, ia menyadari bahwa pertambahan populasi yang tidak terkontrol memberikan efek yang serius pada Mesir, ia menyatakan:

Pertambahan populasi memberikan hambatan yang sangat serius pada langkah Mesir untuk meningkatkan standar produksi dengan cara yang efektif dan efisien. Konsep KB merupakan usaha mendesak yang perlu didukung oleh metode saintifik modern.”

Berikut pendapat golongan yang mendukung bahwa jumlah umat adalah penting:

  1. Manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi seperti disebutkan dalam surat al Baqarah ayat 30; serta surat Hud ayat 61, “Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya.” Sebagai pemakmur, maka jumlah yang berlipat ganda akan membawa keuntungan dan kemakmuran yang besar sebagaimana disebutkan dalam surat an Nisa ayat 1.
  2. Menghasilkan keturunan. Berdasarkan poin sebelumnya, menghasilkan keturunan adalah cara paling alami untuk melipatgandakan jumlah umat Muslim. Mereka menjadikan surat an Nahl ayat 72, surat ar-Ra’d ayat 38, surat al A’raf ayat 86, dan surat al Furqan ayat 74 sebagai pendukung argumen ini.
  3. Sebagai dukungan, golongan ini juga mengangkat sebuah hadits yang mereka interpretasikan sebagai anjuran Nabi Muhammad SAW untuk melipatgandakan jumlah umat Muslim;

–            “Menikahlah kamu agar dapat melahirkan keturunan. Sesungguhnya saya akan berbangga pada hari kiamat jika kamu menjadi umat yang teramai (daripada umat-umat lain)”. (HR. Al-Baihaqi)

–            ”Nikahilah wanita yang penyayang dan banyak anak, karena aku berlomba-lomba banyak umat dengan kamu bersama Nabi-Nabi pada hari kiamat”. (H.R Ahmad dan disahkan oleh Ibnu Hibban).

  1. Jumlah umat yang banyak merupakan sumber kekuatan dan pembangunan umat.
  2. KB sebagai konspirasi Barat untuk melemahkan Islam.
  3. KB tidak lain sebagai bentuk ketidakpercayaan Muslim terhadap Allah.

Dan golongan yang pro perencanaan keluarga menjawab argumen di atas yang intinya ada dua poin berikut:

(i)       Jumlah yang berlipat ganda bisa dicapai dengan jumlah anak yang sedikit tetapi diberi jeda yang sepatutnya dan dilahirkan dari ibu yang tidak terlalu muda, tidak terlalu tua.

(ii)     Kualitas Muslim tidak selalunya berkaitan dengan nominal jumlah. Jumlah yang besar tetapi lemah; umat Muslim yang miskin serta terpecah-pecah dengan berbagai kompleksitasnya, penyakit menular, kemiskinan, buta huruf dan lemah iman bukanlah suatu kebanggaan bagi Nabi Muhammad SAW pada hari Kiamat nanti.

Selanjutnya pihak pro KB menjawab satu per satu argumen dari golongan yang kontra KB:

1. Memang benar bahwa manusia adalah khalifah Allah di muka bumi, tetapi kemudian mereka menambahkan surat Adz-Dzaariya ayat 56. Menurut mereka surat ini menekankan bahwa tujuan utama penciptaan manusia bertumpu pada kewajibannya di muka bumi. Seorang Muslim dalam hal ini seharusnya mempunyai kapasitas yang baik secara fisik, spiritual, sosial dan intelektual untuk meninggikan asma Allah di muka bumi. Pada awal masa Islam, jumlah berlipat ganda tidak begitu dipertanyakan karena pada masa-masa itu begitu banyak penyakit menular, bencana dan perang. Sedangkan pada masa sekarang, jumlah yang berlipat ganda memang diperlukan tetapi tidak seharusnya dalam jumlah yang sangat besar. Umat Muslim dalam jumlah besar, tetapi tidak mampu membesarkan anak-anak mereka di jalan Islam, tidak mampu “mewakili” agama Allah dengan cara yang benar, mempertahankan negeri serta tempat-tempat suci mereka, tidak mampu menjaga kesehatan, kemampuan baca tulis – umat yang seperti ini bukanlah umat yang sesuai dengan apa yang diutarakan dalam kitab Allah. Lebih lanjut lagi, Nabi Muhammad SAW dalam sebuah hadits dari Tsauban menyebutkan, “Rasulullah Saw bersabda: “Suatu masa nanti, bangsa-bangsa akan memperebutkan kalian seperti orang-orang yang sedang makan yang memperebutkan makanan di atas nampan”. Kemudian ada sahabat yang bertanya: “Apakah saat itu kita (kaum Muslimin) berjumlah sedikit [sehingga bisa mengalami kondisi seperti itu]?”. Rasulullah Saw menjawab: “Sebaliknya, jumlah kalian saat itu banyak, namun kalian hanyalah bak buih di atas air bah [yang dengan mudah dihanyutkan ke sana ke mari]. Dan Allah SWT akan mencabut rasa takut dari dalam diri musuh-musuh kalian terhadap kalian, sementara Dia meletakkan penyakit wahn dalam hati kalian.” Ada sahabat yang bertanya lagi: “Wahai Rasulullah Saw, apakah wahn itu?” beliau menjawab: “Cinta dunia dan takut mati.”

Oleh karena itu, golongan yang pro KB menekankan bahwa berlipat ganda dalam kualitas lebih baik daripada berlipat ganda dalam kuantitas. Para ahli demografi Muslim, dokter, ahli sosial, dan ahli pembangunan telah mengingatkan bahwa pertumbuhan penduduk yang sangat cepat di negara-negara berpenduduk Muslim merupakan hambatan bagi perkembangan spiritual, sosial, ekonomi dan teknologi.[2] Ayat Qur’an yang mereka gunakan untuk mendukung argumen ini ialah pada surat al Maidah ayat 100, surat al Baqarah ayat 249, dan surat at Tawba ayat 25.

2. Pembuahan merupakan jalan untuk mendapatkan keturunan; para Nabi dalam sejarahnya hampir selalu memohon kepada Allah, anak-anak yang baik dan pastinya bukan anak-anak nakal. Seperti yang tertuang pada surat al Baqarah ayat 266. Al Qur’an dalam surat al Mu’minuun ayat 55-56 juga “menanyakan” tentang kepentingan mempunyai anak dalam jumlah besar.

3. Kalangan yang pro KB menambahkan sebuah hadits shahih dari al Hakim, Abdullah Ibn Omar yang menyebutkan, “Tidak ada cobaan yang paling meletihkan daripada mempunyai banyak anak yang tidak begitu berarti.” Selain itu Ibnu Abbas juga meriwayatkan bahwa mempunyai anak dalam jumlah besar hanya akan mendatangkan kesusahan. “Banyak anak adalah salah satu dari dua kemiskinan, sedangkan sedikit anak adalah salah satu dari kemudahan.” (Qudaeei dalam Musnad al Shahab). Selain itu, berhubungan dengan surat an Nisa ayat 3, Imam Syafi’i yang ahli bahasa Arab memberikan interpretasi bahwa ayat ini secara implisit tidak mendukung adanya banyak anak.

Jika kita amati kondisi global saat ini, maka sebenarnya Islam tidak hanya memerlukan nominal jumlah yang berlipat ganda, tetapi lebih memerlukan yang “berlipat ganda” dalam kaitannya dengan moral tinggi, keunggulan ilmiah, kewibawaan dalam politik untuk mencegah ideologi musuh. Selain itu perlu juga untuk “berlipat ganda” dalam penghasilan daripada konsumsi, untuk meminimalkan utang global; “berlipat ganda” yang terkoordinasi dan bukan terpecah-pecah.

Bagaimana dengan pendapat Anda sendiri mengenai KB?

 

Referensi:

al-Ghazali, Abu Hamid M. (d. 1111), Ihya’ Ulum al-Din (Revival of Religious Sciences), al-Babi al-Halabi, Cairo, with an authentication of the Ahadith by al-Hafiz al-Iraqi.

al-Najjar, Sheikh (Dr) Abdel Rahman (1986), Ru’yah Mawdou’iyyah Fi al-DaeWah Ila Tanzim al-Usrah, al-Hay’ah al-eAmmah Lil-Istielamat, Cairo.

Jadel Haq Laws of Sharieah, (1991). Sheikh Jadel Haq Ali Jadel Haq, the Grand Imam of Al-Azhar, monograph, Laws of Sharieah and Gynecological Problems.

Madkour, Dr M.Sallam (1965), Nazrat al-Islam Ila Tanzim al-Nasl, Dar al-Nahda al-Arabiyyah, Cairo.

Maudoudi, Maulana Aboul-Aeala (1982), Harakat Tahdid al-Nasl (Arabic), Mu’assasat al-Risalah, Beirut.

Abonnour, M.Al-Ahmadi (1976), ‘Thamarat al-Zawaj’ in ‘Manhaj al-Sunnah Fil Zawaj’ , disertasi, College of Usul Al-Din, Al-Azhar, manuskrip.

Omran, Abdul Rahim (1992), Family Planning in the legacy of Islam, United Nations Population Fund.



[1] Maudoudi, op.cit, hal. 79.

 

[2] Abonnour Manhaj, hal. 409–12.

Redaktur: Lurita Putri Permatasari

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (1 votes, average: 9.00 out of 5)
Loading...
Pelajar Postgraduate di IIUM (International Islamic Univ. Malaysia), Kuala Lumpur, Malaysia.

Lihat Juga

Bagaimana Nasib Orang Miskin?

Figure
Organization