
dakwatuna.com
Menatap Indonesia…
Layaknya karang yang telah jutaan kali dihantam ombak lautan
Gagah, penuh potensi
Tapi lebih rapuh dari bongkahan kayu randu kering
Kutatap lagi Indonesia yang Malang
Tak ubahnya sekadar senja di siang hari
Cepat tenggelam dalam balutan kabut hitam
Indonesia…
Kehormatanmu diperjuangkan dengan tumpahan darah pejuang
Kedaulatanmu ditorehkan dengan tinta intelektual bangsa
Indonesia, bagaimana kabarmu hari ini?
Kaum tua telah mengkhianati demi tumpukan rupiah
Kaum muda yang dibanggakan kini sibuk dalam balutan merah darah asmara
Miris rasanya, semakin tak ada nahkoda yang membawamu mencapai kedaulatan!
Kaum tua berebut kekuasaan
Kaum muda berebut pekerjaan
Dan anak-anak cerminan generasi muda pembaharu masa depan,
Semakin dalam jatuh di jurang nyanyian penebar nafsu syetan!
Miris, apa kabarmu Indonesiaku tersayang…
Pendidikan yang hanya bermental mencetak karyawan para perampas kehormatan bangsa
Jabatan yang kian hari menjadi ajang pencetak uang
Rakyat yang dengan senangnya menerima uang penjualan bangsa di masa pencalonan
Rakyat pula yang hanya termangu menonton pertunjukan perampokan
Dengan mengatasnamakan imbalan tugas kaum bangsawan
Anak muda, engkaulah harapan bangsa yang terjajah ini
Pantaskah dirimu terbaring di kamar membayangkan kekasih yang tak kunjung datang,
Sedangkan di belakangmu banyak yang terbaring kelaparan
Sedangkan di belakangmu ada yang tak tidur menciptakan strategi perang
Hey pemangku kekuasaan,
Lihatlah yang kalian katakan hiburan
Tidakkah kau melihat nyata jamur kebiadaban seksual diumbar
Lalu apa yang kalian tuliskan lulus sensor di setiap tayangan???
Dan untuk media yang menggemborkan kebebasan…
Bebas seperti apakah yang kau inginkan?
Bebas menayangkan pertengkaran rumah tangga orang agar berujung perceraian?
Atau menyoroti kekurangan orang lalu kau umbar untuk menjatuhkan?
Ataukah menjadi tangan-tangan pencekik kantong rakyat dengan iklan yang kau tayangkan?
Bangsa ini merindukan kebesaran jiwa para penguasa
Bangsa ini mendambakan perjuangan intelektual muda
Mulia diri bukan tampak seberapa besar yang kita miliki
Mulia diri lebih karena seberapa besar yang kita beri
Redaktur: Lurita Putri Permatasari
Beri Nilai: