Topic
Home / Berita / Warga Gaza Tak Kenal Kata Menyerah

Warga Gaza Tak Kenal Kata Menyerah

batu-bata-gaza
Tak Kenal Menyerah, Batu Bata Buat Rumah

dakwatuna.com – Gaza, “Bisa jadi penjajah Israel berhasil memberlakukan blockade dan melarang masuknya banyak bahan utama dan barang ke Jalur Gaza. Namun Israel tidak akan berhasil memaksa kami melepaskan hak-hak kami atau melumpuhkan kekuatan kami dalam menghadapi blockade ini.”

Kalimat itulah barangkali yang mewakili ungkapan perasaan mayorits orang Palestina di Jalur Gaza hari-hari ini yang kembali menggunakan cara-cara hidup nenek moyang mereka dan menggunakan tanah untuk membangun rumah untuk bernaung mereka, setelah harapan mereka melemah dalam merealisasikan sesegera mungkin janji-janji rekonstruksi apa yang telah dihancurkan penjajah Zionis Israel.

Di Rafah misalnya, tidak jauh dari rumah yang dihancurkan dalam salah satu agresi Zionis Israel, pemiliknya seorang warga bernama Mahmud Abul Abd (45), mencetak tanah dari bekas rumah yang dihancurkan Israel, untuk mendirikan bangunan sementara guna mengatasi derita tanpa rumah sejak rumahnya dihancurkan dalam agresi Israel terakhir.

Tanah, Alternatif yang Masuk Akal

Dengan tekad yang tinggi, Abul Abd dan orang-orang yang membantunya bekerja menyiapkan cetakan-cetakan tanah berbentuk segi empat. Cetakan-tetakan itu kemudian disusun meninggi membentuk rumah yang akal menjadi tempat bernaung keluarga selama ini hidup dari rumah ke rumah lain.

Kepada koresponden Infopalestina, Abul Abd mengatakan dirinya sudah lama menunggu masuknya material bangunan sampai dia merasa bahwa apa yang didengungkan tentang rekonstruksi Jalur Gaza tidak lain hanyalah janji-janji yang tidak diketahui oleh siapapun kapan itu terealisasi. Dari situlah dia dan yang lainnya berfikir untuk membut rumah dari tanah.

Penggunaan tanah dalam membangun rumah-rumah kecil, yang dikenal dengan nama “al Bakiyah”, menyebar di Jalur Gaza puluhan tahun yang lalu sebelum berhenti penggunaannya setelah warga menggunakan batu dan semen sebagai meteri bangunan.

Abul Abd mengatakan bahwa kakeknya hidup di rumah tanah. Ayahnya lahir di rumah tanah. Hal itulah yang mendorongnya untuk menghidupkan kembali ide membangun rumah dengan tanah.

Melempar Dua Burung dengan Satu Batu

Menurut Amir Syahin, salah seorang pekerja bangunan, membangun rumah tanah sederhana membutuhkan dana sekitar 3 ribu dolar. Pembangunan ini membutuhkan jenis tanah tertentu yang dicampur dengan bahan perekat tertentu agar bisa dibentuk dan dicetak. Setelah itu dibiarkan selama beberapa hari sampai kering sebelum digunakan untuk membangun.

Sambil tersenyum dia mengatakan:

“Tanah yang digunakan adalah tanah liat yang berada di bagian dalam bumi padang pasir. Di dapat dari penggalian terowongan. Inilah yang disebut melempar dua burung dengan satu batu. Pertama kami menggali terowongan untuk menembus blockade, kemudian tanahnya digunakan untuk membangun rumah dalam rangka melawan blockade.”

Selama agresi terakhir ke Jalur Gaza, Israel telah menghancurkan tidak kurang dari 20 ribu rumah penduduk secara total dan sebagian. Serangan yang berlangsung selama 22 hari dan dimulai pada 27 Desember 2008 itu terjadi di tengah-tengah krisis bahan bangunan yang terjadi di Jalur Gaza sejak 2 tahun setengah akibat larangan pasokan material bangunan ke Jalur Gaza oleh Zionis Israel. Terutama semin dan besi dengan dalih digunakan para pejuang perlawanan Palestina untuk membangun tempat persembunyian di bawah tanah. (ip/ut)

Redaktur: Ulis Tofa, Lc

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (21 votes, average: 9.38 out of 5)
Loading...

Tentang

Tim dakwatuna adalah tim redaksi yang mengelola dakwatuna.com. Mereka terdiri dari dewan redaksi dan redaktur pelaksana dakwatuna.com

Lihat Juga

Sabyan Kampanye Pembangunan Klinik THT di Palestina

Figure
Organization