Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Kader Dakwah Itu “Penipu”

Kader Dakwah Itu “Penipu”

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (donialsiraj.wordpress.com)
Ilustrasi (donialsiraj.wordpress.com)

dakwatuna.com – “Sejarah telah diwarnai, dipenuhi dan diperkaya oleh orang-orang yang sungguh-sungguh. Bukan oleh orang-orang yang santai, berleha-leha dan berangan-angan. Dunia diisi dan dimenangkan oleh orang-orang yang merealisir cita-cita, harapan dan angan-angan mereka dengan jiddiyah (kesungguh-sungguhan) dan kekuatan tekad” (Alm Ust Rahmat Abdullah)

Setiap manusia, selama ia hidup, pasti mempunyai masalah. Manusia juga kadang suka merasa ke-geer-an, bahwa masalahnya (jauh) lebih berat daripada yang lain. Begitu juga dengan kader dakwah, tak lepas dari masalah-masalah. Dulu sewaktu saya jadi objek dakwah, saya selalu tertipu oleh wajah-wajah mereka (kader dakwah) yang seolah tak memiliki masalah. Wajah teduh, selalu memperlihatkan kecerahan yang mampu menyinari kegelapan masalah-masalah si pemandangnya. “Oh mungkin karena mereka memang tidak memiliki masalah sama sekali, makanya bisa berwajah teduh seperti itu” gumam saya. Wajah-wajah teduh itu mampu membuat saya yang sangat kurang ajar ini mau belajar Islam dengan baik.

Seiring berjalannya waktu, saya sadari, ternyata dugaan saya salah. Perjalanan dakwah yang mereka lalui itu bukanlah perjalanan yang banyak ditaburi kegemerlapan dan kesenangan. Ia merupakan perjalanan panjang yang penuh tantangan dan rintangan berat. Tantangan hidup kader dakwah jauh lebih berat daripada yang lain. Jalan hidupnya dipenuhi dengan beragam kesulitan, hambatan, rintangan, tribulasi. Mereka akan berhadapan dengan beragam mihnah, sebagaimana para dai generasi sebelumnya sejak Rasulullah SAW dan para sahabatnya, tabi’in, tabiit tabi’in, dan seterusnya.

Tetapi mereka tetap kuat, tenang, teduh, tak mengeluh. Saya kembali bertanya, “lantas mengapa mereka bisa berwajah teduh dan cerah seperti itu? Mengapa mereka terlihat tenang dan menikmati hidupnya? Bukankah masalahnya berabe?”

Dewasa ini baru saya sadari, alasan mereka menikmati hidupnya. Mereka bekerja untuk Allah, mereka yakin Allah akan membalasi mereka dengan sebaik-baiknya balasan, mereka yakin akan bertemu Allah, mereka yakin Allah akan menolong mereka, mereka yakin.

Maka adakah alasan lain untuk bermuka masam?

Setiap hari mereka saling mengingatkan dan menguatkan, menikmati keindahan ukhuwah, berjuang bersama meraih cinta-Nya, saling memahami bukan meminta dipahami, saling menolong, bukan meminta ditolong, saling memberi bukan meminta agar diberi, saling mencintai bukan meminta dicintai, saling meringankan beban, bukan meminta diringankan beban.

Maka adakah alasan lain untuk bermuka masam?

Setiap hari mereka menyalakan lampu-lampu kebaikan, di kala orang lain merutuki kegelapan, menyampaikan dengan akhlak, tanpa menyakiti, tetap bersabar meski disakiti.

Setiap hari mereka beribadah tanpa dibumbui polesan keriyaan yang menghancurkan. Mereka semangat belajar, mengajar dan diajar. Mereka dididiknya dengan semangat meraih surga, bukan dengan permasalahan umat terus. Wajar kalau wajah mereka menampakkan kecerahan dan kebahagiaan, karena ada surga di sana, bukan muka yang banyak masalah. Wajah yang mampu menipu siapa saja yang memandangnya seolah mereka tak memiliki masalah.

Terakhir, Ana uhibbukum fillaah… Tetap semangat saudaraku!

“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal shalih, dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?” (QS. Fushilat: 33)

Redaktur: Lurita Putri Permatasari

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (16 votes, average: 9.88 out of 5)
Loading...

Tentang

Seorang pemuda perantau yang sedang belajar untuk belajar.

Lihat Juga

Meraih Kesuksesan Dengan Kejujuran (Refleksi Nilai Kehidupan)

Figure
Organization