Topic
Home / Muhamad Fauzi (halaman 6)

Muhamad Fauzi

Seorang petani di kaki Gunung Ungaran. Mengikuti kegiatan di Muhammadiyah dan halaqah. Meski minim mendapatkan pendidikan formal, pelajaran hidup banyak didapat dari lorong-lorong rumah sakit.

Publikasi Keshalihan untuk Mendulang Suara

Bukan toleransi semu dan bukan konsep toleransi yang tanpa arah, dalam arti bukan pemaksaan sepenuhnya dan bukan pembiaran sepenuhnya. Agar terbangun sebuah proses yang edukatif, semua memiliki akses secara terbuka untuk menentukan sebuah pilihan yang akan dipertanggungjawabkan masing-masing kepada Tuhan Sang Pencipta.

Baca selengkapnya »

Anak Tukang Becak, Anak Bebek dan Ketidaksempurnaan Dunia

Dunia tak selalu menyempurnakan pengabarannya. Tak semua yang terlahir berkesan itu sejati. Ketika pengabaran dunia dicuri oleh kepalsuan. Gegap gempita, memukau pandangan manusia. Padahal, ia hanyalah polesan tipis. Apa yang tersembunyi berbeda dengan yang tampak, sebaik-baik pujian belum tentu sebaik-baik amal. Pencitraan semu, antara kepalsuan dan pura-pura. Mengemas sebuah kepalsuan, memperdaya, mengelabuhi pandangan manusia, memanipulasi empati mereka

Baca selengkapnya »

Laba-Laba Merah

Betapa pun ia indah dipoles, disembunyikan dalam samar, aral tetaplah aral. Ia bisa berubah rupa. Menjadi bentuk yang lain. Mengecoh, membuat terlena dan memperdaya. Jebakan itu mesti dibuat indah dan menarik, memikat untuk dihampiri. Menyapa dengan ramah, tapi menggigit dengan tajam. Indah tapi berbahaya. Tenang tapi menghanyutkan.

Baca selengkapnya »

Futur di Bawah Futur

Rasulullah dan para sahabat pernah bangun kesiangan dan kehabisan waktu shalatnya ketika ditimpa kepayahan dalam perang. Tetapi, hiruk pikuk politik ini sungguh berbeda. Jika ia terus menjadi justifikasi atas kemalasan demi kemalasan ini, mungkin akan menghanyutkan keteguhan ini dari sisi yang lain, tanpa terasa. Bentuk lain dari futur, bukan karena pergi dari jalan ini. Tetapi karena bertahan teguh di atasnya. Harus melewati satu tantangan menuju tantangan berikutnya, tergerus di jalan perjuangan.

Baca selengkapnya »

Ketulusan Amien Rais pada Gus Dur dan Cinta Buta Muhammadiyah

Jangan menyerah untuk mempersembahkan sebuah ketulusan. Meski pada langkah-langkah yang ditempuh itu berkubang kesalahan, tetapi berarti telah ada yang diperbuat. Nilai yang didapatkan dari perbuatan seorang hamba dengan segala keterbatasannya. Dunia memang tak memberi tempat yang baik untuk sebuah ketulusan, tetapi akhirat senantiasa terbuka menerimanya. Meski bukan ketulusan buta yang diharap. Ketulusan yang disertai cara pandang cerdas.

Baca selengkapnya »

Rasanya, Muhammadiyah ini Belum Indah

Memenuhi keperluan seseorang lebih utama daripada iktikaf di Masjid Nabi selama satu bulan. Mendatangi majelis ilmu lebih utama daripada shalat sunah seribu rakaat. Betapa majelis-majelis ilmu jauh lebih utama daripada mejelis zikir. Sebenarnya semua aktifitas sosial itu tak kalah indah dibanding ritual-ritual yang glamor.

Baca selengkapnya »

SDA, Korupsi Menohok Umat, dan Kedewasaan Kita

Untuk kesekian kalinya, umat ini harus menerima kenyataan pahit, terseret dalam pusaran suatu kasus. Untuk kesekian kalinya, umat ini harus kehilangan elemen potensial yang dimilikinya. Sejak kasus zaman Ya Muallim, Buloggate, kasus impor daging sapi, hingga kasus korupsi yang sedang menimpa Bupati Bogor Rachmat Yasin dan Menteri Agama Suryadharma Ali.

Baca selengkapnya »

Islamnya Pak Harto

Terlalu sulit untuk dipenuhi, tak seperti mereka. Ketika sebuah rezim yang korup meminta untuk menjadi stempel atas kezhalimannya, seburuk apapun, untuk duduk dengan nyaman di belakang penjilat. Namun keteguhan itu mungkin belum sempurna, ketika mengusir seorang sahabat yang belepotan dengan kotoran, menjauhkannya agar ia tak mengotori. Bukannya menolong dan membersihkan untuk kemudian bisa nyaman berdekatan dengannya.

Baca selengkapnya »
Figure
Organization