Topic
Home / Berita / Opini / SDA, Korupsi Menohok Umat, dan Kedewasaan Kita

SDA, Korupsi Menohok Umat, dan Kedewasaan Kita

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (inet)
Ilustrasi. (inet)

dakwatuna.com – Kita berharap upaya penegakan hukum berlangsung fair, bebas dari tendensi politik, serta tanpa ditunggangi kepentingan tertentu. Akan tetapi bila kita cermati, sejauh ini kondisi penegakan hukum di negeri ini belum seperti yang diharapkan. Kalangan tertentu seperti tidak terjamah oleh hukum. Sementara instrumen hukum yang sama ditimpakan pada kalangan lain dengan profesional, bahkan seperti mengoyak terlalu tajam. Penanganan kasus tertentu berjalan lambat bahkan terbengkelai, sedang kasus lain seperti didramatisir.

Islam sangat menjunjung amanah dan kejujuran. Setiap upaya pemberantasan korupsi seharusnya kita dukung. Namun persoalan tidak sesederhana itu. Penting mengedepankan sikap yang obyektif dan jeli menyikapi ketidakpastian hukum di negeri ini. Bila tidak, kita akan mudah terseret dan terombang-ambing pada pusaran kepentingan tertentu.

Untuk kesekian kalinya, umat ini harus menerima kenyataan pahit, terseret dalam pusaran suatu kasus. Untuk kesekian kalinya, umat ini harus kehilangan elemen potensial yang dimilikinya. Sejak kasus zaman Ya Muallim, Buloggate, kasus impor daging sapi, hingga kasus korupsi yang sedang menimpa Bupati Bogor Rachmat Yasin dan Menteri Agama Suryadharma Ali.

Kita mengakui, umat ini tetaplah sekumpulan manusia yang bisa berbuat kesalahan dan memiliki kekurangan. Tetapi di sisi lain, kita juga merasakan upaya penegakan hukum yang ditimpakan tidak fair dan lurus, yang semestinya membuat kita peka menyikapi kejanggalan yang menyertainya, merasakan diskriminasi dan kebijakan yang tebang pilih, agar kita mewaspadai suatu agenda tertentu terhadap umat ini. Apa yang menimpa PPP, PKS, Susno Duaji dan Mantan Ketua BPK Hadi Purnomo seharusnya memberi pelajaran yang cukup bagi kita.

Kita tidak ingin umat ini menjadi tempat berlindung bagi koruptor. Tak sepantasnya kita menjustifikasi korupsi untuk kepentingan umat. Tak mungkin dakwah ini ditegakkan di atas pilar-pilar yang korup, nantinya tetap akan runtuh juga. Meski dalam kekurangan dan keterbatasannya, dakwah ini seringkali masih ditopang oleh pilar-pilar yang tak sepenuhnya bersih. Kelemahan ini suatu saat bisa menjadi beban dakwah.

Berhadapan dengan opini yang menempatkan Islam dalam persepsi korup di mata publik. Kondisi tidak ideal pada umat dimanfaatkan untuk menggiring umat Islam keluar (tersingkir) dari lingkaran politik dan kekuasaan yang kotor, memudahkan kelompok lain mengambilalih negara dan mengendalikan masyarakat. Meski seburuk-buruknya kondisi umat, di samping opini buruk yang dipersepsikan terhadapnya, lebih sulit untuk membayangkan bila kekuasaan dan kebijakan publik berada di tangan mereka yang berseberangan dengan visi dakwah -tidak saja berkaitan dengan kemaksiatan, penyakit masyarakat, pornografi, miras dan semacamnya- akan tetapi mereka sebenarnya tidak kalah korup (bahkan sebenarnya lebih), meski dipoles oleh manisnya opini yang dimainkan media.

Bertahan pada upaya dakwah di jalur kekuasaan memang berat, dalam dilema antara menjaga kepentingan dakwah dengan tuntutan biaya politik tinggi. Meski demikian, jangan sampai mengesampingkan upaya menjaga proses dakwah ini berada di jalur lurus, juga tanpa mengabaikan upaya pembenahan di dalam tubuh umat itu sendiri. Sehingga tujuan sebenarnya dari dakwah tersebut tetap terjaga. Tetapi tantangan dakwah tidak sederhana, tatkala berhadapan dengan persaingan tidak sehat, intrik, konspirasi dengan segala bentuknya, kriminalisasi, festivalisasi, atau upaya-upaya semacam jebakan Batman, sangat membutuhkan sikap hati-hati dan waspada.

Dari kasus yang menimpa SDA ini, semestinya kita sikapi secara bijak, komprehensif, tidak hanya parsial. Sebagaimana ketika PKS terbelit dugaan kasus korupsi yang sangat berat, berbagai elemen umat yang lain masih menjaga empati, solidaritas dan praduga tak bersalah, sekaligus mensupport PKS untuk berbenah, tidak begitu saja mengikuti opini tendensius yang dibangun oleh media-media. Mereka memiliki pandangan bahwa PKS adalah aset yang sudah banyak memberi kontribusi bagi umat. Sehingga jangan sampai umat Islam bergembira dengan kasus yang menimpa PKS.

Tak henti-henti umat ini tertimpa berbagai prahara, persoalan hukum, korupsi, masalah koalisi dan perpecahan, semestinya menjadi momentum untuk menumbuhkan kedewasaan kita. Jangan sampai sebagian kita berharap keuntungan atas musibah yang menimpa sesama umat. Persoalan yang dihadapi diletakkan secara proporsional, tidak memendam, tidak pula mendramatisir. Menjalin sebuah hubungan yang konstruktif. Setiap persoalan dilihat secara utuh, diletakkan dalam perspektif yang luas, hadapi tantangan ini bersama, sebuah umat sebagai satu kesatuan. Masalah dan tanggungjawab kita bersama. Sikap yang sebaliknya akan memuluskan upaya divide et impera yang akhirnya melemahkan umat ini secara keseluruhan, sehingga akan makin mudah termarjinalisasi.

Ketika kita telah merasakan sendiri bagaimana pahitnya terzhalimi, semestinya menjadi pelajaran agar kita tak melakukan kezhaliman serupa. Sebagaimana yang dijanjikan Allah bahwa kekuasaan itu dipergilirkan, pada saat diberikan kepada orang-orang lemah yang teraniaya ini, agar menegakkan keadilan yang sebenarnya baik terhadap kawan maupun lawan. Sebuah teladan dari generasi terbaik umat ini, dalam kekuasaannya bukan hanya muslim, Yahudi dan Nashrani sekalipun merasakan keadilan dengan sempurna.

Redaktur: Pirman

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Seorang petani di kaki Gunung Ungaran. Mengikuti kegiatan di Muhammadiyah dan halaqah. Meski minim mendapatkan pendidikan formal, pelajaran hidup banyak didapat dari lorong-lorong rumah sakit.

Lihat Juga

Oposisi Israel Ramai-Ramai Desak Benyamin Netanyahu Mundur

Figure
Organization