Topic
Home / Pemuda / Mimbar Kampus / Pendidikan Tinggi, Mau di Bawa ke Mana?

Pendidikan Tinggi, Mau di Bawa ke Mana?

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (inet)
Ilustrasi. (inet)

dakwatuna.com – Pendidikan adalah senjata yang paling kuat, yang dapat kita gunakan, untuk mengubah dunia. Kurang lebih seperti itulah komentar Nelson Mandela tentang pendidikan. Merupakan sebuah kekuatan yang dapat membawa dunia ini dari era kegelapan menjadi era terang benderang. Kekuatan yang dapat memberi kemudahan pada hampir seluruh sektor kehidupan, membawa manfaat yang sangat besar bagi kehidupan ini. Tak bisa dibayangkan apa yang terjadi jika seandainya dalam hidup ini kita tidak tersentuh oleh pendidikan.

Tidak ada suatu negara maju tanpa pendidikan yang benar. Begitulah pernyataan yang pernah dilontarkan oleh Bapak Jusuf Kalla, wakil presiden kita saat ini. Beliau berkata seperti itu bukanlah tanpa alasan, adu bahkan tebak-tebakan semata. Beliau berkata seperti itu karena tahu betul apa yang ke depannya dapat membangun bangsa ini, yaitu pendidikan. Dengan kata lain, pendidikan adalah syarat mutlak bagi majunya suatu bangsa.

Lalu bagaimana kabarnya pendidikan di Indonesia? Sudah sebaik apa? Cara termudah untuk mengetahuinya adalah dengan melihat para pemudanya, orang-orang yang bersentuhan langsung dengan bidang ini. Sedang apa mereka semua saat ini? Asyik tenggelam dalam lautan buku atau sedang terlalaikan dalam dunia hiburan yang tidak berkesudahan itu? Pertanyaan tersebut bagi saya sudah cukup menggambarkan keberhasilan dari sistem pendidikan ini. Saya pikir para pembaca sudah memahami dengan jelas seperti apa jawabannya, yang tentu itu bergantung pada tempat di mana ia mengabdi.

Namun di balik itu semua, ada hal yang harus kita beri perhatian yang lebih. Yaitu sektor pendidikan tinggi. Mengapa? Pendidikan tinggi merupakan lapis terakhir dari sistem pendidikan formal yang kita semua tempuh dari mulai jenjang sekolah dasar hingga jenjang sekolah menengah atas (SMA).

Dengan menjadi lapisan terakhir bagi sistem pendidikan, seharusnya pendidikan tinggi dapat membentuk orang-orang hebat. Seharusnya lapisan terakhir juga berfungsi sebagai Barrier yang dapat menahan orang-orang yang kurang baik dari memanfaatkan ilmu tersebut untuk kepentingan pribadi atau golongannya. Biasanya, peristiwa tersebutlah yang sering menodai makna suci dari pendidikan.

Di hari ini, sedang terjadi permasalahan besar dalam dunia pendidikan, khususnya pendidikan tinggi. Pendidikan tinggi yang seharusnya mencetak calon-calon pemimpin bangsa, calon-calon orang yang menjadi harapan bagi rakyat Indonesia untuk menjadikan kehidupannya lebih baik lagi, kini mulai bergeser entah menuju ke arah mana.

Pendidikan tinggi ini, pada hari ini mulai berjalan tak tentu arah. Kualitas mahasiswa yang menurun, jauh kualitasnya dibandingkan beberapa tahun yang lalu, di mana integritas akademik adalah hal yang melekat erat di benak para mahasiswanya, kini perlahan-lahan mulai kandas. Ditambah lagi dengan isu komersialisasi perguruan tinggi yang semakin menambah daftar panjang bukti kehilangan arahnya pendidikan tinggi di tanah air ini.

Bagaimana kita mau berharap banyak dengan mahasiswa, yang akan meneruskan perjuangan bangsa ini, jika dalam belajarnya saja mahasiswa sudah diperas habis-habisan kantungnya untuk membiayai pendidikan yang sedang ia jalani. Tentu yang ada di pikirannya nanti ketika lulus adalah bagaimana cara tercepat untuk mengembalikan “modal” yang ia habiskan selama masa pendidikan. Pengabdian? Kepekaan sosial? Kejujuran? Lupakan saja.

Seperti itulah kurang lebih kegelisahan saya terhadap masa depan bangsa, yang dicerminkan oleh para pemudanya. Untuk membenahinya, banyak sekali PR yang harus kita selesaikan karena disorientasi ini bukanlah hanya disebabkan oleh satu hal, namun berbagai perkara yang saling bertumpuk dan mengikat layaknya benang kusut. Diperlukan orang-orang serius yang peduli terhadap nasib bangsa ini. Kamukah orangnya?

Yuk, kita benahi dunia pendidikan tinggi ini, dimulai dari diri sendiri. Sesederhana dari menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran dan lebih peduli lagi dengan sekitar. (dakwatuna.com/hdn)

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Penulis adalah juara I Lomba Menulis "Surat Untukmu Guru" pada acara "Diskusi Publik Memperingati Hari Guru" yang diselenggarakan oleh DPP PKS, tanggal 27 November 2010. SMP di SMPIT Nurul Fikri. Tinggal di Depok.

Lihat Juga

Tradisi Ilmu dan Pendidikan antara Islam dan Barat

Figure
Organization