Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Belajar Dari Kesalahan Hindun dan Ka’ab bin Malik

Belajar Dari Kesalahan Hindun dan Ka’ab bin Malik

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (inet)
Ilustrasi (inet)

dakwatuna.com – Memaafkan seseorang yang melakukan kesalahan karena belum memiliki pemahaman yang baik ternyata jauh lebih mudah dibandingkan memaafkan seseorang yang dianggap sudah memiliki pemahaman yang baik. Kita bisa bercermin bagaimana Rasulullah memaafkan Hindun yang telah membunuh Hamzah; paman yang sangat beliau cintai; juga Quraisy dan kaum lain yang telah membunuh sahabat-sahabat tercinta beliau; dengan sangat legowo saat Fathul Makkah-meski tidak mudah memang, tapi beliau mengatakan kepada semuanya “Hari ini, aku memaafkan kalian”, lalu “bagaimana mungkin???!!!”teriak hati orang-orang Quraisy itu, bagaimana mungkin orang yang telah dizalimi sekian lama, dengan sebenar-benarnya kezaliman hingga darah tertumpah, memaafkan begitu saja.

Termasuk Hindun, istri Abu Sufyan yang saat itu tengah ketakutan sambil menyembah berhalanya; memohon perlindungan dari pasukan muslimin yang masuk Makkah karena dia sadar telah melakukan kesalahan yang sangat besar saat perang uhud; mengunyah-nguyah jantung Hamzah. Dia terpana mendengar perkataan suaminya yang merupakan salah satu audien saat Rasulullah mengeluarkan statement pemberian maaf itu. “Muhammad telah memaafkan kita, dia tidak akan membalas kita” kata Abu Sufyan pada Hindun.

Coba bandingkan dengan kesalahan yang dilakukan Ka’ab bin Malik dan beberapa orang sahabat yang absen dalam perang tabuk karena mengurus ladang mereka yang sedang panen raya. Saat itu, Rasulullah memaafkan semuanya kecuali Ka’ab bin Malik, “Biarlah Allah yang memutuskan perkaramu” JLEBB!!! Kata-kata Rasulullah itu menyembilu di hati Ka’ab, mungkin baginya lebih baik jika dia dimarahi habis-habisan lalu Rasulullah menerima permintaan maafnya. Kenapa??? Bukankah Ka’ab adalah satu-satunya sahabat yang dengan jujur mengatakan bahwa dirinya tidak memiliki alasan apapun sebagai pembelaan?? Ka’ab bisa saja mengatakan suatu alasan yang logis tentang ketidakhadirannya pada perang tabuk; mungkin saja Rasulullah memaafkannya; kita mengetahui bahwa Ka’ab bukanlah orang yang tidak bisa berdiplomasi; tapi bagaimana dengan Allah?? Ka’ab paham bahwa Allah tahu apa yang dikerjakannya.

Jika dilihat dari track recordnya, Ka’ab hanya tidak hadir sekali ini saja dalam serangkaian perang membela agama Allah. Bukankah, tidak hadir sekali dalam perang; menurut pandangan orang; adalah kesalahan yang kecil?? Dibandingkan dengan apa yang telah dilakukan Hindun dan kaumnya??. Lalu kenapa Ka’ab harus menerima keterasingan yang pedih; tidak ada yang diperbolehkan menyapanya, menjawab perkataannya, kecuali hanya menjawab salam hingga turun keputusan Allah untuknya; bahkan Rasulullah, orang yang sangat pemaaf juga memperlakukanya dengan hal serupa; juga istri dan keluarganya.

Bagi saya yang awam ini, di balik kisah itu ada suatu hikmah, bahwa secara psikologis manusia akan lebih mudah memaafkan kesalahan yang dilakukan oleh orang yang tidak tahu daripada memaafkan kesalahan yang dilakukan oleh orang yang diketahui telah memahami yang benar. Itu disebabkan karena secara logika kesalahan karena ketidaktahuan disebabkan oleh kebodohan sedangkan kesalahan yang sengaja dilakukan walaupun telah memahami yang benar disebabkan oleh nafsu dan kurang sabarnya seseorang untuk tunduk dan taat.

Selain itu, kesalahan yang disebabkan kebodohan sebelumnya dapat dimaklumi karena subjek pelaku belum memiliki ilmu, sedangkan kesalahan yang sengaja dilakukan meski tahu yang benar tidak dapat dimaklumi karena sebelum melakukan kesalahan pelaku kesalahan dinilai baik oleh manusia sehingga tidak menyangka pelaku akan berbuat kesalahan dan menimbulkan kekecewaan yang mendalam.

Kecenderungan tersebut setidaknya menjadikan kita lebih waspada untuk membuat kesalahan dalam kondisi kita sudah paham pada suatu hal. Jika Rasulullah yang pemaaf saja tidak menyukai orang yang sengaja melakukan kesalahan setelah mengetahui yang benar atau abai untuk menjaga dirinya dari berbuat salah setelah mengetahui kebenaran, bagaimana dengan Allah SWT?? Dan apalagi manusia awam, tentunya akan lebih tidak suka lagi.

Hikmah yang lain adalah bahwa kesalahan pada orang lain yang dilakukan baik karena kebodohan maupun karena khilaf hanya dapat diterima taubatnya dan diampuni dosanya oleh Allah jika kita telah berusaha meminta maaf pada orang yang bersangkutan. Oleh karena itu, hendaknya kita selalu berhati hati dan menjaga diri dari berbuat yang menyakitkan jika bermuamalah dengan orang lain.

Semoga Allah senantiasa melindungi kita dari melakukan kesalahan pada orang lain baik karena kebodohan kita maupun karena hawa nafsu kita.

Wallahu’alambishowab.

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Lihat Juga

Program Polisi Pi Ajar Sekolah, Pengabdian Polisi Jadi Guru SD dan TK

Figure
Organization