Topic
Home / Berita / Perjalanan / Perayaan Maulid di Sudan, Unik dan Reflektif

Perayaan Maulid di Sudan, Unik dan Reflektif

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi - Peta Sudan dan Sudan Selatan. (voanews.com)
Ilustrasi – Peta Sudan dan Sudan Selatan. (voanews.com)

dakwatuna.com – Mungkin aneh jika sudah di media Rabi’uts Tsani ini anda melihat judul artikel ini. Kok bahas maulid sekarang sih? Perasaan bulan kemarin ramai sekali media sosial membahas maulid. Ada yang bikin acara itu lah, bikin acara ini lah, ada yang mengharamkan lah, ada yang ngotot membela perayaan juga, berbagai jenis argumen sampai berbagai statement berseliweran di internet. Itu di internet, tolong dicatat. Kalau dunia nyata kita tentunya beda lagi. And you trying to bring those chaos and madness back here?

Pembaca bisa tenang dan tak perlu khawatir. Tulisan ini tidak akan membahas perspektif hukum Islam yang kompleks itu terhadap perayaan maulid. Tulisan ini adalah report text. Hanya reportase sederhana, bagi yang ingin mencari perspektif syariah bisa merujuk ke banyak referensi fiqih baik klasik maupun kontemporer. Tulisan ini juga hanya reportase santai, apabila ada kesalahan penamaan atau istilah mohon dimaklumi dan dikoreksi. Insya Allah akan diperbaiki secepat mungkin.

Reportase ini ditulis di Sudan, sebuah negara yang insya Allah dikenal banyak orang di dunia, termasuk Indonesia. Minimal mendengar namanya saja. Lebih jauh lagi, orang kebanyakan tahu tentang Sudan sebagai negara konflik. Lebih jauh lagi, penduduknya kulit hitam khas orang Afrika. Lebih jauh lagi, orang tahu Sudan adalah negara Islam yang diembargo Amerika karena masuk daftar list of countries supporting terrorism. Singkatnya: konflik, negro, miskin kena embargo, baunya teroris. Wah, seram betul.

Baiklah, langsung saja saya bercerita. Tahun 2014 kemarin, maulid Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam jatuh pada bulan Desember beriringan dengan momen tahunan besar lainnya di dunia seperti Natal dan Tahun Baru. Umat Islam Indonesia kebanyakan merayakan maulid dengan banyak cara. Baik berupa pembacaan kitab maulid bersama, makan-makan, silaturahim, atau sekedar Tabligh Akbar. Di banyak sudut di Indonesia mudah dijumpai model perayaan maulid ini. Minimal semua orang menikmati liburannya masing-masing karena memang sudah layaknya hari libur nasional. Dan, pagi buta keesokan harinya umat Islam Indonesia kembali ke kesibukannya semula. Perayaan maulid tinggal standnya saja yang sudah harus dibereskan dan kitab-kitab maulid yang harus dikumpulkan untuk dibaca lagi tahun depan.

The point is, Sudan is more exciting. Kata kuncinya, Sudan jauh lebih menarik. Tulisan ini dibuat bulan Februari. Dan uniknya, masih ada perayaan maulid yang besar di ibukota Sudan, Khartoum. Berarti, sekitar 2 bulan perayaan maulid menggoyang Sudan. Lho, kok menggoyang? Betul, Sudan adalah salah satu negara arab (tolong dicatat, Arab) yang memeriahkan maulid nabi dengan perayaan meriah dan menarik. Ya salah satunya itu tadi, tarian. Tidak itu saja, amdah (puji-pujian) yang dilantunkan tiap malam, karnaval pun ada, pentas musik pun juga ada, Tabligh Akbar jangan ditanya. Kita akan saksikan bagaimana kemeriahan maulid tersbeut sebagaimana yang saya saksikan di kota Madani, sekitar 180 km jauhnya dari ibukota Khartoum.

Kita mulai dari hari pertama perayaan maulid. Yaitu sekitar dua minggu sebelum tanggal 12 Rabi’ul Awwal. Jadi, semuanya dimulai sebelum hari maulid itu sendiri. Kalau anda penasaran, siapakah yang menggelar perayaan maulid tersebut? Masjid di perkampungan kah? Atau pemerintah? Ternyata, penyelenggara maulid di hampir seluruh Sudan adalah tarekat-tarekat sufi yang puluhan jumlahnya dan mereka membuat stand-stand di lapangan besar di kota masing-masing. Lapangan itu untuk tiga minggu tidak bisa dipakai lagi untuk main bola. Karena setiap malam dari ba’da maghrib sampai tengah malam lapangan itu akan gemerlap.

Datanglah maghrib, semua warga Sudan shalat maghrib tepat pada waktunya sebagaimana kebiasaan seluruh rakyat Sudan sebagai kewajiban dien. Lepas shalat maghrib lapangan langsung dipadati ratusan orang. Semua tarekat mengisi stand masing-masing. Setelah semua tarekat bersiap, mereka langsung bernyanyi, menari, bershalawat, atau sekadar membaca kitab maulid bersama-sama. Lama kelamaan warga setempat bahkan masyarakat dari ujung kota berdatangan. Lama-lama lapangan bola itu sudah mencapai ribuan orang. Perhatikan, semua tarekat tersebut walaupun ada di lapangan yang sama, namun mereka tidak melakukan puji-pujian atau benyanyi bersama tarekat lainnya. Tiap tarekat ada acaranya sendiri, ada programnya sendiri, bahkan sound systemnya sendiri. Jika ada 20 tarekat dalam satu lapangan, maka ada 20 pasang sound system, dan 20 jenis acara yang berbeda-beda. Dan tidak lupa semua tarekat mempunya bendera khas masing-masing. Ada yang berbentuk kotak, perisai, atau segitiga. Kebanyakan berbentuk perisai. Belum lagi warnanya, ada yang hijau garis putih, putih garis hijau, hijau biasa, hijau garis merah, merah garis hijau, merah garis putih, putih garis merah. Jika anda berjalan dari jauh, seakan-akan anda melihat pasukan perang macam perang salib yang benderanya ada ratusan itu dengan berbagai warna. Ditambah lagi, setiap stand punya tiang bendera yang dipasangi lampu, ditambah setiap stand memiliki lampu hiasnya masing-masing. Maka beginilah yang akan anda saksikan: sebuah lapangan berisi puluhan stand yang setiap stand berukuran minimal 7×7 meter berisikan para sufi yang sedang menari atau menyanyikan shalawat. Dari kejauhan anda akan merasakan suasana takbiran lebaran semacam di Indonesia. Semua shalawat dan puji-pujian pada Nabi itu melantun dan menggema sekaligus sampai jam satu malam.

Dan bayangkan semua ini terjadi selama 2 minggu lebih, setiap malam. Masya Allah wa Tabarakallah. Saya memilih kata ‘unik’ sebagai kata yang tepat untuk menggambarkan suasananya. Perlu diperhatikan juga, bahwa acara maulidan semacam ini diadakan di sebuah lapangan besar di suatu kota. Di satu kota bisa terdapat lebih dari lima acara maulidan besar ini. Betul-betul seluruh negeri disemarakkan oleh gema salawat dan puji-pujian untuk Rasulullah selama berminggu-minggu lamanya.

Sekarang mungkin ada juga yang penasaran, apa yang dilakukan warga Sudan di hari Natal dan Tahun Baru? Sudan seperti negara lainnya juga memasukkan Natal dan Tahun Baru dalam daftar hari besar rakyat. Namun tak ada libur nasional untuk hari Natal kecuali beberapa lembaga atu sekolah. Maka menjadi suatu hal menggelitik tentunya, jika di Sudan ini, Maulid Nabi Muhammad Shallalallahu’alaihi wa sallam lebih meriah bahkan lebih menarik daripada perayaan Natal. Karena memang tanggal 25 Desember dan 1 Januari bertepatan dengan dua minggu penuh perayaan Maulid Nabi yang jatuh pada tanggal 3 Januari. Saat new year eve tiba saya berkeliling bersama kawan-kawan ke sungai nil. Waduh, sepi sekali. Tahun baruan seperti di Indonesia tidak ada di Sudan. Tapi setelah saya selesai berkeliling, saya melewati lapangan perayaan maulid. Dan ternyata pengunjung acara maulidan saat malam tahun baru itu bisa dibilang dua kali lipat pengunjung biasanya. Saya pikir, mungkin acara tahun baruan bukannya tidak ada, tapi pindah ke perayaan maulid itu. Jadilah tempat maulidan seakan tempat tahun baruan, hanya saja diisi dengan shalawat, puji-pujian, dan tentunya tarian-tarian sufi.

Khusus untuk tarian sufi, jangan bayangkan tariannya seperti yang anda lihat di TV atau film. Biasanya tarian sufi yang diketahui orang gerakannya dilakukan dengan indah, dan bajunya unik. Karena memang itu tarian sufi di Turki atau Indonesia maupun sufi di negara lainnya. Tapi berbeda dengan sufi di Sudan, tariannya terlalu sederhana. Hanya menggoyangkan tangan. Mengayunkan tangan. Mengepalkan tangan. Lalu berkeliling berputar membuat lingkaran besar. Seperti itu saja terus. Layaknya anak TK saja. Pun pakaiannya hanya jubah biasa. Itu memang jubah yang dipakai orang Sudan baik saat shalat atau ke pasar. Kadang-kadang beberapa tarekat memakai rompi berwarna khusus dan peci yang khusus juga. Warnanya disesuaikan dengan warna bendera tarekat mereka masing-masing. Tapi selain beberapa tarekat itu, semuanya hanya menari dengan gerakan sederhana dan kostum sederhana.

Akhirnya, saat puncak maulid pun tiba. Setelah dua minggu lebih penduduk sekitar (termasuk saya) menyaksikan setiap malam diisi dengan perayaan gemerlap dan meriah, akhirnya malam teramai itu tiba. Singkatnya, jumlah pengunjung yang datang mencapai empat ribuan lebih, dan perayaan digelar sampai jam dua malam. Malam itu memang ramai seperti dua minggu sebelumnya. Namun lebih berisik dan lebih lama acaranya.

Hal yang istimewa juga adalah penganan dan manisan saat maulid. Setahu saya tidak ada kue atau manisan yang khusus dibuat untuk maulid. Tapi yang ada justru kaki lima dadakan yang menjual semua jenis kue dan manisan di sekitar tempat maulidan, dengan papan nama ‘Toko Kue Maulid’ atau sejenisnya. Kuenya sebenanya biasa saja, tapi tempatnya saja yang mendadak muncul. Selain manisan, tempat di sekitar lapangan maulidan tersebut yang biasanya tak banyak penjual juga dipenuhi jajanan lainnya. Setiap malam, dengan banyaknya penjaja makanan seperti kulit dan leher ayam, gula-gula dan lainnya membuat lapangan itu seperti pasar kaget khusus makanan.

Inilah Sudan saat maulid tiba. Seantero negeri Sudan dengan segala kesederhanaan dan keterbatasannya menyambut maulid nabi dengan suka cita.

Jika anda mengenal Sudan sebagai negara konflik, perang, kelaparan, et cetera et cetera, maka bolehlah anda berubah pikiran sebelum terlambat. Karena Sudan sudah mulai merangkak dan menggeliat dari kekacauan sisa perang. Ya betul, sisa perang. Karena memang perang sudah berakhir. Di tulisan ini, semoga pembaca bisa mendapat info dan pengetahuan baru tentang negeri dua nil ini. Negeri yang jika diceritakan serba-serbinya akan membat anda penasaran: kenapa saya baru mengetahuinya?

Sebelum kita selesaikan, ada momen yang tak kalah pentingnya Januari kemarin. Tepatnya momen itu adalah tragedi. Tragedi Charlie Hebdo. Dan itu terjadi tepat saat rakyat Sudan masih dalam suasana Maulidan. Anda ingin tahu respon rakyat Sudan terkait tragedi itu? Nantikan tulisan selanjutnya insya Allah.

 

 

 

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Mahasiswa Univ. of Holy Quran Sudan. Alumni SDIT Ummul Quro Kab Bogor. Alumni MTs Husnul Khotimah Kuningan. Alumni MA Husnul Khotimah Kuningan.

Lihat Juga

Konflik Air Antara Ethiopia, Sudan, dan Mesir

Figure
Organization