Topic
Home / Berita / Internasional / Eropa / Pernyataan Sikap Ulama Mesir dalam Muktamar Ulama Islam di Istanbul

Pernyataan Sikap Ulama Mesir dalam Muktamar Ulama Islam di Istanbul

muhammad yusridakwatuna.com – Insanbul.  Hari Rabu (10/07/2013) beberapa ulama Mesir yang tinggal di Istanbul Turki berkumpul guna menyikapi masalah politik yang sedang terjadi di Mesir. Di antara mereka, hadir Syeikh Said Abdul Adhim (Mesir), Syeikh Dr Muhammad Yusri al Amin (Salafy).

Dalam pertemuan ini mereka mengeluarkan pernyataan sikap terkait kudeta dan konflik berdarah yang berujung hilangnya nyawa para demonstran.

Pernyataan mencakup beberapa hal penting: Pertama, tentang pembekuan Undang-undang Mesir untuk sementara waktu. Kedua, penggulingan Presiden Mohammad Mursy. Ketiga, pengangkatan Ketua Mahkamah Konstitusi sebagai pemimpin selama masa peralihan dan pemilihan umum sesegera mungkin.

Selain itu, mereka juga mensikapi kasus penembakan saat demonstrasi damai di depan markas Garda Republik. Di mana kala itu para pendemo melaksanakan shalat subuh,  secara bersamaan ada serangan dari segala penjuru dengan tembakan.

Menurut data, sampai berlangsungnya muktamar ini, lebih dari 80 laki-laki dan perempuan (termasuk 5 di antaranya anak-anak, ditambah korban yang berjatuhan di berbagai kota lainnya, mencapai 130 orang) dan lebih dari 2800 orang luka-luka.

Maka kesepakatan para ulama yang berkumpul di Istanbul di hari pertama Ramadhan 1434 H bertepatan dengan tanggal 10 Juli 2013 Mengaku harus menyampaikan pesan penting.

Inilah pernyataan sikap para ulama tersebut;

“Kami sampaikan kepada umat secara keseluruhan, dan ter khusus untuk penduduk Mesir. Ini adalah sikap syar’i, dalam menyikapi berbagai kejadian dan peristiwa yang terjadi di Mesir.

Pertama: Sesungguhnya hakikat kepemimpinan Dr. Mohammad Mursy di Mesir, adalah kepemimpinan sah, sehingga wajib bagi segenap penduduk Mesir untuk mendengar dan Taat, mencintai dan menolongnya. Dan hal itu sesuai batasan yang sudah syariat tetapkan dalam bab kepemimpinan.

Kedua: Madzhab Ahlus Sunnah Wal Jama’ah sudah menetapkan bahwa haram hukumnya melakukan pemberontakan terhadap penguasa Muslim. Dengan merebut kekuasaannya, atau memutus masa kekuasaaan dengan mengkudetanya. Kecuali jika telah nampak padanya kekufuran yang nyata.

Rasulullah bersabda: “Barangsiapa yang melepaskan tangannya dari ketaatan, maka dia akan bertemu Allah pada hari kiamat, dan tidak ada hujah (alasan) baginya.” [HR.Muslim].

Sebagaimana tidak boleh menggulingkan Penguasa Muslim, maka tidak boleh pula seorang Penguasa menanggalkan kepemimpinannya, jika dia mengetahui bahwa tindakan tersebut akan menimbulkan kerusakan Negeri dan berubahnya keadaan para penduduk.

Dahulu orang-orang berbondong datang dan menuntut Ustman untuk menanggalkan kekuasaannya. Sungguh Rasul telah berwasiat, “Wahai Ustman, Allah telah menghendaki untuk memakaikan mu pakaian, maka ketika orang-orang munafik menuntut mu untuk menanggalkannya, janganlah kamu lepaskan pakaian tersebut sampai kamu berjumpa dengan ku.” Rasul mengulanginya 3 kali.

Ustman bersabar, sampai akhirnya dia mati dalam keadaan syahid. Semoga Allah meridhai nya.

Dan Dr. Muhammad Mursi, Demonstran penentang dan para pelaku keburukan menginginkan dia untuk menanggalkan kepemimpinannya, melepaskan kepemimpinan yang telah diberikan oleh Mayoritas penduduk negeri Mesir untuknya. Dia menolak. Bahkan jikalau dia mengikuti tuntunan tersebut dan tidak kembali pada umatnya, sungguh dia telah berdosa.

Ketiga: Wajib bagi setiap penganut agama apapun di Mesir, khususnya umat Islam di antara mereka, untuk menyelamatkan dan mengembalikannya (Presiden Muhammad Mursi) ke kursi kepemimpinan, dan mengangkat kezhaliman.

Dalam hadits Qudsi disebutkan, “Wahai para hamba Ku, sungguh aku telah mengharamkan kezhaliman atas diri-Ku. Dan Aku jadikan kezhaliman haram untuk kalian. Maka janganlah kalian berbuat zhalim.”

Berkata al Mawardi -Rahimahullah, “Seorang pemimpin, ketika dia sudah ditetapkan sebagai pemimpin, maka wajib bagi segenap umat untuk menyelamatkannya. Karena mereka memiliki kewajiban untuk menolongnya.”

Atas dasar tersebut, maka yang dilakukan oleh militer, bersama dengan Partai Orientalis, Sekuler, Islam, Rumuz Diniyyah (tokoh agama), sebagian kelompok Nasrani, dan juga orang-orang yang melakukan kerusakan. Hal tersebut adalah pengkhianatan terhadap legitimasi.

Orang-orang yang melakukan kudeta terhadap presiden, telah membawa Negara pada situasi yang rentan, sangat riskan berakibat terjadinya perang saudara. Bahkan sudah terlihat benih-benih tersebut di berbagai propinsi, dikhawatirkan kerusakan terus menjalar dan diderita akibatnya oleh seluruh penduduk.

Atas dasar hal tersebut, wakil-wakil dari persatuan dan ikatan ulama Muslim di Istanbul menetapkan 2 ketetapan perkara:

Yang Pertama; Kewajiban syar’i bagi segenap petinggi militer untuk mengembalikan urusan kepada yang berhak, menutup pintu keburukan bagi penduduk Mesir. Dan perlu diketahui bahwa hasil dari kudeta terhadap presiden terpilih pertama di Mesir akan berakibat pada kehancuran, kecuali Allah menghendaki hal lain. Kembali kepada kebenaran lebih baik dari pada bertahan di atas keburukan.

Kedua; Wajib secara syariat bagi segenap ulama di Mesir khususnya Al Azhar, untuk melaksanakan amanah yang dibebankan oleh syariat kepada mereka, yaitu menyampaikan kebenaran kepada manusia. Haramnya memberontak terhadap penguasa Muslim yang terpilih dan wajib mengembalikan syariat dan kewajiban untuk mendengarkan dan taat terhadapnya. Allah berfirman:

“Wahai orang-orang yang beriman, taatlah kalian kepada Allah, dan taatlah kalian kepada Rasul, dan kepada pemimpin dari kalian.”

Maka hendaklah mereka menyatukan kalimat, merapatkan barisan, dan menjaga darah penduduk Mesir.

Yang Terakhir;  Kalimat yang kami tujukan kepada sebagian bangsa Arab, yang memberikan selamat untuk kudeta terhadap presiden terpilih.

Sesungguhnya Islam, agama yang kalian anut, telah mewajibkan kepada kalian untuk menolongnya. Kesempatan tersebut masih terbuka, untuk masuk dan memberi sumbangsih perbaikan, bersikap tawassut (berada di tengah) untuk mengangkat kezhaliman, menjaga darah, dan mengembalikan presiden kepada tahtanya.

Dan sebagai penutup, para ulama yang berkumpul menghaturkan banyak terima kasih kepada Turki, baik segenap rakyat, pemimpin, pemerintahan, dan para ulamanya. Dalam sikapnya yang sigap terhadap Mesir, dan berbagai kejadiannya.

Kita meminta pada Allah Yang Maha Tinggi lagi Berkuasa, agar menjaga Mesir di bawah naungan Islam sepanjang sejarah. Menjaga penduduknya yang mulia, menjaga darah mereka, dan menghindarkan mereka dari fitnah yang tampak maupun tersembunyi.

Kami akhiri dengan memanjatkan puji pada Allah Rab semesta alam.”

Demikian hasil kesepakatan Muktamar Persatuan Ulama di Istanbul, 1 Ramadhan 1434 H. (alzajeera/sinai)

Redaktur: Saiful Bahri

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Tim dakwatuna adalah tim redaksi yang mengelola dakwatuna.com. Mereka terdiri dari dewan redaksi dan redaktur pelaksana dakwatuna.com

Lihat Juga

Ini Alasan Turki Beli Sistem Pertahanan dari Rusia

Figure
Organization