Jumat , 4 Oktober 2024
Topic
Home / Narasi Islam / Dakwah / Peran Media Dalam Politik Konspirasi

Peran Media Dalam Politik Konspirasi

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.

mediadakwatuna.com – Sudah menjadi tabi’at dari sunnah dakwah yang benar dan mulia pasti akan menemui hambatan, rintangan, cobaan, fitnah, dan berbagai bentuk rintangan lainnya, sebagai ujian yang harus dilakoni para pelakunya. Disetiap zaman sejalan dengan diutusnya para Rasul Allah untuk menyelamatkan manusia dari kesesatan, meskipun para Rasul itu telah memiliki bukti-bukti kerasulan yang kuat dan tak terbantahkan, yaitu dengan membawa sifat-sifat terpuji, keteladanannya dalam kehidupan, diturunkannya mukjizat dan wahyu, untuk memperkuat sekaligus menjadi bukti kerasulannya, namun selalau saja banyak orang yang membantah, berpaling dari ajarannya.

Bentuk penolakan, permusuhan, dan perlawanan itu bermula dari sikap meragukan kerasulannya, membantah dalil dan hujjah kenabiannya, menolak ajarannya, menuduhnya sebagai pendusta, kurang akal, gila, munafik, pemecahbelah kaumnya, kemudian mereka mengusir dari negerinya, atau memenjarakannya, hingga upaya mencealakai dan membunuhnya. Namun kemudian sejarah membuktikan bahwa semua bentuk perlawanan kepada Rasul-Nya itu akan kandas dan berakhir dengan kerugian dan kekalahan mutlak.

Para Nabi dan Rasul itu kini telah tiada, namun sebagai muslim yang cerdas, maka sudah semestinya kita dapat mengambil pelajaran dari mata rantai perjuangan mereka yang panjang, yang telah dihadirkan oleh Allah SWTdi muka bumi ini dalam dinamika dakwah. Mereka laksana mutiara sejarah yang berkilauan mempesona, bertebaran dimuka bumi ini. Maka beruntunglah bagi orang-orang yang mampu mengenali dan kemudian menjadikan semua keteladanan itu merefleksi dalam hidupnya, mulai dari kehidupan pribadi dan rumah tangga, bermasyarakat, berpolitik, berbangsa dan bernegara. Dan merugilah bagi orang yang tak mampu menemukan butiran hikmah dari bertabur kemilaunya mutiara sejarah itu, hingga zaman kemudian menelannya menjadi manusia picik, penuduh dan pembuat fitnah, menggali kuburan buruknya sendiri. Nau‘udzubillaahi min dzaalik.

Hari ini, dibelahan bumi dimana kita hidup, nampaknya tengah menggambarkan bahwa bagian awal dari akhir zaman itu telah tiba, dimana para pendusta malah dibenarkan dan dipercaya, yang benar malah disalahkan dan didustakan, para pengkhianat diberi amanah, dan yang amanah malah dikhianati. Sebagaimana sabdanya:

“Akan datang kepada manusia tahun-tahun penuh dusta, saat itu pendusta dipercaya, sedangkan orang benar justru didustakan, pengkhianat diberi amanah, dan orang yang amanah justru dikhianati, dan saat itu Ruwaibidhah berbicara. “ Ada yang bertanya : Apakah Ruwaibidhah itu…? Beliau bersabda: “ Seorang laki-laki yang bodoh/kurang akal, namun ia membicarakan urusan banyak orang.”

(Dari Abu Hurairah, diriwayatkan oleh; Ibnu Majah no. 4036, Ahmad no. 7812, Al-Bazzar no. 2740, At-Thabrani dalam musnad Asy-Syamiyyin no. 47, Al-Hakim dalam Mustadrak ‘Alash-shohihain no 8439 dalam lafaz yang berbeda.

Kita menyaksikan hari-hari belakangan ini, beberapa Media tertentu mudah memelintir perkataan seseorang, dan kemudian menggiringnya kearah yang salah, bahkan secara sengaja memuat berita yang salah, dilakukan secara salah atau tak lagi menjaga kode etik pemberitaan. Orang begitu mudah berbicara dusta dan bersumpah benar diatas kedustaannya. Orang begitu percaya dengan mudah kepada informasi media tanpa peduli benar atau salah, fitnah atau kebenaran. Generasi pembebek telah lahir dari lemahnya iman mereka, minimnya pengetahuan, dan busuknya permainan media, ditengah tirani yang korup, namun pandai menipu rakyatnya.

Padahal cukuplah hadis Rasulullah untuk mengingatkan kita, sabdanya:

“Cukuplah seseorang disebut berdusta jika selalu menceritakan apa-apa yang didengarkannya “ (H.R. Muslim, Nomor 5).

Sikap Positif

Bacalah Firman Allah yang artinya sbb:

“Dan sungguh Kami mengetahui bahwa dadamu menjadi sempit disebabkan apa yang mereka ucapkan, maka bertasbihlah dengan memuji Rabb-mu dan jadilah engkau diantara orang yang bersujud (sholat) dan sembahlah Rabb-mu sampai ajal datang kepadamu”. (Al-Hir/15 ; 97 – 99).

Kilas balik kejadian ini mengingatkan kita akan sejarah perjuangan Rasulullah Muhammad SAW ketika beliau berhijrah ke Thaif dengan membawa tujuan yang baik, namun sesampai di Thaif, setelah keterusterangan beliau, justru beliau diusir, dituduh penyihir, seraya dilempari batu dengan sumpah serapah keji mereka, dan itulah drama menyedihkan akibat buruknya informasi dan fitnah media saat itu. Namun dalam kesedihan yang mendalam itu, disaat ada kesempatan untuk membalas datang, yang ditawarkan oleh Allah SWT melalui Malaikat Jabal untuk meluluhlantakkan penduduk Thaif, maka justru Rasulullah memilih mendo’akan, agar anak cucu mereka menjadi orang-orang yang beriman.

Kisah teladan ini seolah mengspirasi kita, agar kita tetap bekerja penuh cinta kepada dakwah dan ummat ini, hingga harmoni itu muncul sebagai bentuk hadiah dari Allah SWT, meskipun pelaku dakwah telah banyak mendapat perlakuan yang zalim, ditipu dan difitnah berbagai pihak. Berikut adalah pemaparan sedikit seputar Perang Ahzab (Pasukan Koalisi/partai-partai), atau juga sering disebut sebagai perang Khondaq (Parit).

AL-AHZAB, KONSPIRASI YANG AKHIRNYA GAGAL TOTAL

Paska kekalahan kaum muslimin dalam Perang Uhud, situasi dan kondisi keamanan kota Madinah dan sekitarnya menjadi tidak kondusif, bahkan sempat mengalami gangguan dan rongrongan pihak musuh. Rupanya hal ini merupakan dampak psikologis atas kekakalahan kaum muslimin pada perang uhud, yang kemudian orang-orang Arab Badui maupun Kelompok Yahudi yang sudah terikat dengan perjanjian damai bersama Rasulullah saw, berani melakukan manuver untuk merongrong dan menyerang kaum muslimin. Rasulullah bertindak lebih cepat untuk memerangi dan menundukkan mereka, dan kemudian situasi kemanan di jazirah arab dapat dikendalikan seperti semula.

Perang Ahzab terjadi setelah perang uhud, namun dalam rentang waktu menuju perang Ahzab tersebut, terjadi banyak peristiwa yang memilukan bagi Rasulullah SAW dan sahabatnya, misalnya peristiwa Bi’ru Raji atau Misi Raji’, misi damai dakwah yang menewaskan sepuluh sahabat terbaik Rasul, karena provokasi menyesatkan. Selain itu ada juga peristiwa atau tragedy Bi’ru Ma’unah, yaitu misi damai dakwah yang menewaskan 69 sahabat terbaik Rasul yang sebagiannya adalah para penghafal Al-Qur’an. Mereka dibunuh oleh Amir bin Thufail dan sekutunya, yang menolak berdamai dengan Rasulullah. Pembantaian yang amat memilukan dalam sejarah dakwah Rasulullah SAW, yang akibat dari peristiwa ini beliau sempat melakukan qunut dalam sholat subuh, meski  akhirnya turun ayat untuk menghentikan qunut ini.

Pemicu perang Ahzab adalah akibat pengkhianatan Yahudi Bani Nadhir terhadap perjanjian yang telah dibuat bersama Rasulullah SAW, bahkan atas kelicikan mereka, hampir saja mereka berhasil membunuh Rasulullah SAW. Akibat dari peristiwa pengkhianatan ini, menyebabkan mereka terusir dari kota Madinah, sebagian dari mereka ada yang pergi ke Khaibar, dan sebagian lagi ke Syam. Peristiwa ini bagi mereka merupakan kekalahan yang sangat menyakitkan dan menumbuhkan dendam kesumat yang menyala-nyala.

Setelah perang Uhud usai, Abu Sufyan sebagai pemimpin tertinggi Mekkah pernah berjanji untuk bertemu dengan Rasulullah di sumur Badar untuk kembali berperang, namun pasukan Makkah tidak datang, dan itu mengakibatkan kekalahan psikologis yang amat berat buat mereka. Dalam kegalauan dan perasaan terhina seperti itu, berangkatlah dua puluh pemuka Bani Nadhir untuk memprovokasi mereka, kaum Qurays Makkah agar berangkat menyerang kaum muslimin di Madinah, dan Yahudi berjanji untuk membantu mereka sampai titik darah penghabisan. Ajakan tersebut tentu disambut dengan penuh semangat oleh Abu Sufyan dan pasukan Makkah, mereka ingin memanfaatkan momentum ini untuk menebus rasa malu mereka karena pernah bersifat pengecut, ketika tak datang dalam perang Badar kedua, atau yang sering disebut badar Sughra.

Setelah berhasil menghasut Makkah, maka Yahudi Bani Nadhir segera memprovokasi dan mengajak kelompok lain, seperti bani Ghathfan, Bani Murrah, Bani Salim, Bani Fazarah, Bani Asja’, Bani Asad, dll. Jumlah pasukan yang berhasil digalang dari berbagai kelompok, suku dan bani ini hingga berjumlah sepuluh ribu orang. Jumlah yang waktu itu diperkirakan melampaui jumlah seluruh penduduk Madinah. Ini adalah persekutuan ideologis, pragmatis, dan kepentingan yang bertemu dalam satu titik, yaitu menghancurkan kaum Muslimin di Madinah. Andai pasukan ini dapat segera masuk ke Madinah tanpa diketahui, maka sudah dapat dipastikan Madinah akan hancur luluh, dan kaum muslimin akan berhasil dibumihanguskan.

Dengan kehendak Allah SWT, serta kesigapan inteligen Madinah segera mengetahui misi jahat yang sangat membahayakan bagi dakwah dan kaum muslimin. Melihat situasi yang mengerikan ini, maka Rasulullah SAW segera melakukan rapat mendadak untuk mencari solusi peperangan yang terbaik.

PENGGALIAN PARIT SEBAGAI STRATEGI UTAMA

Salman Al-Farisi adalah seorang sahabat yang telah mengusulkan strategi perang ini, yaitu penggalian parit, sebagaimana ujarnya kepada Rasulullah SAW; “Wahai Rasulullah, dahulu kami adalah orang yang hidup di negeri Persia. Apabila kami dikepung musuh, kami membuat parit”. Dan strategi ini adalah strategi yang belum bernah dikenal oleh bangsa Arab sebelumnya (artinya adalah bukan cara cara biasa), sehingga mereka tidak sempat berfikir jernih untuk menemukan cara merontokkan pertahanan jenis ini. Inilah kecerdasan mengambil pengalaman tertentu untuk dipakai di medan perang dalam rangka memenangkan dakwah Islam.

Meskipun harus diakui bahwa penerapan strategi ini membutuhkan kerja keras, waktu yang singkat, dan mengerahkan semua potensi, kreativitas, kekayaan, dan cinta sesama kaum muslimin yang kala itu sedang dilanda krisis ekonomi.

Atas kesabaran dan keta’atan kaum muslimin kepada pimpinan mereka, Allah SWT memberikan beberapa keajaiban disaat penggalian parit tersebut, sebagai bentuk dukungan moril dan optimisme. Diantara keajaiban tersebut adalah kisah sembelihan seekor kambing dan segantang gandum, setelah dimasak dan kemudian disajikan, yang mestinya hanya cukup untuk sepuluh orang, dengan izin Allah akhirnya hidangan itu dapat dinikmati hingga kenyang oleh seribu pekerja atau pasukan penggali parit. Hanya segenggaam kurma yang kemudian atas izin Allah akhirnya cukup untuk mengganjal perut seluruh pekerja, para penggali parit hingga kenyang, dan bahkan bersisa dibawa pulang. Dan peristiwa yang amat menakjubkan terjadi, adalah saat episode penggalian parit akhirnya menemukan batu besar dan sangat keras, dan kemudian batu besar itu hanya dapat dilakukan pengahancurannya oleh Rasulullah SAW dengan izin-Nya.

Dalam episode pemecahan batu besar dan keras ini, Rasulullah SAW diberitahukan oleh Allah SWT tentang peristiwa yang sangat obsesif kala itu (artinya menumbuhkan optimisme setelah sebelumnya diberi banyak kemukjizatan) yaitu kelak beliau akan menguasai Syam dengan Istana Merahnya, dan Persia dengan Istana Putihnya, dan Yaman, yang kala itu adalah kekuasaan yang telah mapan. Persia adalah imperium besar sebagai salahsatu adidaya saat itu. Secara logika, penaklukan terhadap tiga kekuasaan tadi bukan saja hal yang sulit dibayangkan, bahkan sama sekali tak pernah terbayangkan sebelumnya, karena kondisi saat itu yang tak memungkinkan untuk sempat membayangkannya. Tapi rupanya inilah tabir Rabbani, menguak strategi jitu yang merupakan dari cara dalam rangka memenangkan pertempuran itu sendiri.

DI MEDAN PERTEMPURAN

Sikap Mukmin Sejati

Hal ini direkam dengan jelas oleh Al-Qur’an dalam Surat Al-Ahzab/33 ayat 22, yang artinya:

“Dan tatkala orang mukmin melihat golongan yang bersekutu itu, mereka berkata ; Inilah yang dijanjikan Allah SWT dan Rasul-NYa kepada kita. Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. Dan yang demikian itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukkan“.

Inilah sikap mukmin sejati dalam menghadapi tantangan terburukpun mereka tetap optimis dan bersangka baik kepada Allah dan Rasul-Nya, dan tak sedikitpun membuatnya gentar atau takut dan lari dari pertempuran atau menjadi pengkhianat dakwah.

Dengan strategi PENGGALIAN PARIT ini, laju pasukan besar musuh dapat ditekan secara efektif, dan kemudian musuh menjadi frustasi atas usaha yang mereka tempuh, namun selalu gagal dan dapat dipatahkan dengan baik oleh kaum muslimin.

Namun jumlah pasukan yang amat besar tersebut, yang kemudian Allah SWT menyebutnya sebagai Pasukan Ahzab (Partai-partai atau banyak golongan), sangat menyibukkan dan merepotkan Rasulullah SAW dan kaum muslimin. Kondisi semacam ini terlihat ketika beliau dengan para sahabatnya sempat hampir tertinggal beberapa waktu sholat. Faktor ancaman psikologisnya lebih berat dari perangnya itu sendiri, yang hal ini membuat situasinya menjadi sangat sulit bagi kubu kaum muslim. Hal ini terbukti bahwa di akhir peperangan, pihak yang gugur dari kedua belah pihak kurang lebih delapan belas orang, enam dari kaum muslimin gugur sebagai syuhada, dan dua belas dari pihak musuh. Oleh karenanya perang ini lebih bersifat perang urat syaraf, maka yang sangat dibutuhkan dalam perang ini diantaranya adalah menjaga soliditas structural, menata shaf, merapikan barisan, dan menjaga mentalitas dan moralitas pasukan.

FENOMENA PENGKHIANATAN

Perang belum lagi terlihat ada tanda-tanda akan usai, ditengah perjalanan perang yang tak seimbang dan sangat mencekam jiwa ini, Rasulullah mendapat isu pengkhianatan Bani Quraizhah. Menanggapi berita miring dan serius ini, Rasulullah SAW mengutus Sa’ad bin Mu’adz, Sa’ad bin Ubadah, Abdullah bin Rawahah, dan Khawat bin Jubair, untuk memastikan kabar tersebut, seraya bersabda:

“Berangkatlah sehingga kalian bisa melihat apakah berita yang sampai kepada kita itu benar atau salah. Bila hal itu benar, maka sampaikanlah kepadaku dan jangan kalian sebarkan kepada orang-orang agar tidak melemahkan kekuatan mereka. Dan jika mereka masih menepati perjanjian, sampaikanlah kepada orang-orang.” (Sirah Mubarakfuri)

Bani Nadhir setelah berulangkali membujuk Bani Quraizhah untuk bergabung bersama mereka memerangi Rasulullah, akhirnya mereka berhasil membuat Bani Quraizhah ikut bergabung bersama Bani Nadhir memerangi Rasulullah SAW, padahal mereka sesungguhnya sedang terikat perjanjian damai dengan Rasulullah serta mereka bersedia untuk membantu bila Rasulullah membutuhkan mereka. Pengkhinatan ini sempat membuat Rasulullah SAW shock berat, dan beliau sempat terbaring untuk beberapa saat sambil menutupi muka beliau. Meski kemudian setelah itu beliau bersabda :

“Allahu Akbar! Bergembiralah wahai kaum Muslimin, Allah akan memenangkan dan menolong kita” (Sirah Mubarakfuri)

STRATEGI PENYELAMAT

Setelah bergabungnya Bani Quraizhah dalam barisan mereka, membuat situasi makin runyam, yang artinya keselamatan Madinah sebagai representasi dakwah dan ummat ini akan mudah dihancurkan. Sebagai qiyadah Rasulullah berfikir keras untuk mencari strategi yang jitu agar dapat keluar dari perang dan konflik mematikan ini secara selamat, sebab diprediksi oleh belaiau bahwa perang ini akan berjalan cukup lama. Disinilah dibutuhkan kecerdasan dan aksi individu yang sejalan dengan pemenangan perang itu sangat dibutuhkan. Perang ini kemudian memaksa seluruh kaum muslimin, termasuk wanita dan anak-anaknya untuk ikut aktif berperang sesuai dengan kemampuan mereka masing-masing. Konsolidasi dan pelibatan seluruh kekuatan menjadi sangat penting untuk menimbulkan efek psikologis bagi musuh yang dapat melemahkan kekuatan mereka.

Peristiwa pertama ditunjukkan oleh Shafiyyah binti Abdul Muthalib, bibi Rasulullah dan putranya Hasan yang ikut berperang dari balik benteng, untuk menimbulkan kesan bahwa benteng tersebut dijaga dan dilindungi pasukan. Bahkan dengan keberaniannya akhirnya Shafiyyah mampu membunuh pasukan musuh, dan ini menjadi tekanan yang sangat kuat bagi bani Quraizhah, yang akhirnya mereka lari menjauhi benteng. Sejalan dengan itu Rasulullah mengutus beberapa orang  pilihan untuk melindungi mereka.

Strategi berikutnya adalah inisiatif yang kemudian disetujui oleh Rasulullah SAW dari seorang sahabat dari kalangan yahudi yang sudah masuk Islam, namun belum diketahui keIslamannya oleh mereka. Beliau adalah Nu’aim bin Mas’ud dari Bani Ghathfan, yang kemudian melancarkan strategi menimbulkan konflik internal pasukan musuh, membuat saling curiga diantara mereka, yang berujung pada batalnya kesepakatan koalisi.

Berbeda pula terhadap apa yang dilakukan oleh Khudzaifah Ibnul Yaman, atas perintah Rasulullah, untuk menjadi mata-mata dan menyusup masuk ke barisan musuh secara cerdas dan rahasia, menyerap informasi yang sangat berharga.

Disamping itu Rasulullah SAW berdo’a dengan amat serius, agar Allah SWT menolong kaum muslimin dan menyelamatkannya dari kehancuran, sebagaimana do’a beliau:

“Ya Allah, tutuplah kelemahan kami, dan hapuskanlah kelemahan kami”

“Ya Allah Yang Menurunkah Al-Kitab dan Maha Cepat Perhitungan-Nya, kalahkanlah pasukan Ahzab! Ya Allah, kalahkanlah mereka dan porakporandakan mereka“

BANTUAN TURUN SETELAH UPAYA MAKSIMAL

Setelah kaum muslimin berjuang bersma Rasul-Nya dengan semua semangat, strategi, dan pengorbanan yang tulus itu, akhirnya Allah SWT memberikan hadiah kemenangan itu. Allah SWT menjawab do’a Rasul-Nya dan do’a kaum Muslimin, akibatnya kekompakan dan kesatuan koalisi tercabik, semangat mereka menjadi hancur, dan bahkan saling mencurigai, dan saling mengancam, maka akhirnya Allah SWT menurunkan balatentaranya, berupa angin yang sangat besar sehingga memporakporandakan tenda-tenda dan periuk-periuk mereka, terbang berantakan. Dan perangpun usai, dengan kemenangan di pihak kaum muslimin.

Mengingat perang ini tidak banyak menimbulkan korban jiwa dan harta benda, maka perang ahzab sebenarnya lebih bernuansa perang urat syaraf (perang pembentukan opini public), dan inilah domain perang yang kemudian mengantarkan kaum muslimin mencapai kemenangan berikutnya secara spektakuler, yaitu Fathu Makkah. Isyarat ini sudah disampaikan oleh Rasulullah SAW dengan sabdanya:

“Sekarang kalianlah yang akan menyerang mereka, bukan mereka yang menyerang kita. Kitalah yang mendatangi mereka.”

KESIMPULAN:

  1. Perang Ahzab disebut juga perang khondaq, yakni Rasulullah menghadapi pasukan koalisi dengan strategi utamanya adalah pembuatan parit. Perang ini lebih bersifat perang opini atau perang urat syaraf. Perang ini dimenangkan oleh Kaum Muslimin, meskipun jumlah pasukan musuh jauh lebih besar dan lebih kuat.
  2. Latarbelakang perang ini adalah dendam Yahudi yang bertemu dengan keinginan atau obsesi politik Kaum Musyrikin untuk melenyapkan kaum muslimin dibantu orang-orang dari suku atau kabilah Arab Badui
  3. Pihak yang terlibat dalam perang Ahzab adalah Kaum Muslimin di satu sisi, berhadapan dengan Pasukan Koalisi yang terdiri dari Yahudi (sebagai aktor utama), kaum Musyrikin Makkah (sebagai status quo), dan Arab Badui (sebagai penumpang gelap, pihak yang memanfaatkan kesempatan untuk membalas sakit mereka kepada kaum muslimin.)
  4. Secara umum strategi perang ini menggunakan dua pendekatan sekaligus, yaitu yang pertama Defensif Aktif, dan yang kedua adalah Ofensif strategis.
  5. Berbagai strategi perang ini adalah sbb:
  • Melancarkan strategi baru yang tidak dikenali sebelumnya oleh musuh, dilakukan dengan cepat, kerja keras, dan mengerahkan semua potensi pasukan dan kaum Muslimin
  • Konsolidasi structural dan personal yang efektif, menjaga keutuhan saf
  • Menjaga mentalitas dan moralitas pasukan
  • Melakukan operasi politik kontra intelligent untuk memecah belah barisan musuh, dan mencari, menggali, dan mengumpulkan sumber informasi sebanyak mungkin dengan cara rahasia dan cerdas.
  • Meyakini akan janji dan pertolongan Allah SWT seraya berdo’a dengan ikhlas

Wallaahu a’lam bish-showab.

Redaktur: Aisyah

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Lihat Juga

Menjadi Calon Ibu Peradaban yang Bijak dalam Penggunaan Media Sosial

Figure
Organization