Topic
Home / Pemuda / Mimbar Kampus / Kisah Nabi Musa AS dan Khidir Sebagai Inspirasi untuk Membangun Lembaga Dakwah Kampus

Kisah Nabi Musa AS dan Khidir Sebagai Inspirasi untuk Membangun Lembaga Dakwah Kampus

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.

Ilustrasi. (inet)
Ilustrasi. (inet)

dakwatuna.com – Setiap kisah dalam Al-Quran selalu bisa dijadikan sumber untuk mendapatkan hikmah dan pelajaran atas segala sesuatu. Kisah yang sebagian besar berupa sejarah adalah media pembelajaran yang sangat efektif bagi kita, umat muslim. Dalam hal ini, salah satu kisah yang bisa menginspirasi kita dalam proses membangun organisasi adalah kisah pembelajaran Nabi Khidir kepada Nabi Musa.

Kita tahu Musa adalah anak angkat Firaun, raja tiran yang kisahnya diabadikan pula di Al Qur’an. Musa yang sebenarnya adalah bagian dari Bani Israil, kaum yang terhegemoni oleh Firaun, mendapatkan takdir yang sangat menarik. Ia terdidik di Istana, dibesarkan dengan lingkungan kerajaan yang sedemikian rupa.

Namun akhirnya, ke Bani Israil an nya pun terlihat ketika dia menghardik pegawai Fir’aun hingga mati karena sang pengawal menganiaya seorang Bani Israil. Pada saat inilah, Musa akhirnya keluar dari Istana. Akan tetapi, pembentukan karakter yang telah dilaluinya selama di Asrama menjadikannya memiliki karakter yang kurang baik. Di antaranya adalah agak sombong.

Di situ diceritakan bahwa suatu ketika Musa sedang berpidato di hadapan kaumnya, lalu ditanya seseorang: “Siapakah orang yang paling banyak ilmunya?” Musa langsung menjawab, “Akulah orang yang paling banyak ilmunya.”

Kemudian Allah memerintahkannya untuk kembali ‘belajar’. Pendapat saya: meluruskan pendidikan-pendidikan istana. Bisa diprediksi, pasti caranya cukup radikal. Ya, musa sudah dewasa waktu itu, harusnya karakter diri nya sudah terbentuk, terlampau kokoh untuk diluruskan dengan cara biasa. Maka pertemuan dengan Khidirlah yang dijadikan perintah oleh Allah untuk Musa. Tak sekadar pertemuan. Ini pertemuan yang mengubah! (QS. al-Kahfi, ayat 60-82).

Pembelajaran Khidir kepada Musa adalah untuk menunjukkan kepadanya bagaimana memimpin perlawanan dari kaumnya/Bani Israil terhadap Firaun. Proses pembelajaran Khidir kepada Musa inilah yang bisa kita sarikan untuk membangun Lembaga Dakwah Kampus.

Ada tiga poin utama makna pembelajaran Khidir tersebut. 1. Jaga penampilan “perahu” (organisasi) agar selamat sampai di pelabuhan tujuan, 2. Senantiasa meluruskan niat kader, 3.menyelamatkan warisan yang baik dari pendahulu.

1. Menjaga penampilan “perahu” (organisasi) agar selamat sampai di pelabuhan tujuan,

Suatu organisasi dibangun tentunya memiliki tujuan yang mendasarinya (raison d’etre) .Hal ini sangat penting untuk diketahui setiap pengemban amanah organisasi untuk tetap menjaganya sesuai lajur yang benar. Perjalanan organisasi dari awal terbentuknya hingga diharapkan sampai ke tujuan harus ditempuh dengan jangka yang tidak pendek. Demikian juga rintangan-rintangan yang ada di dalamnya, pasti begitu banyak. Baik itu dari internal maupun eksternal. Maka, dalam hal ini sangat diperlukan sebuah pentahapan yang strategis guna mencapai sasaran. Dengan adanya pentahapan yang strategis tersebut, maka sistematika organisasi (bentuk, mekanisme kerja, pencitraan, dll) bisa disesuaikan dengan tahapan-tahapan yang sudah direncanakan. Karena, ketika kita dalam posisi belum kuat akan tetapi eksternal sudah mengendus kita sebagai sebuah pengganggu, akan sangat mudah bagi kita untuk dihabisi.

Pelajaran ini dapat dikontekstualisasikan dalam bentuk rencana strategis lembaga yang berjangka panjang. Dengan kalkulasi dan analisis baik dari segi internal maupun eksternal, langkah gerak organisasi ini bisa disesuaikan ‘bentuk’nya. Harapannya, tingkat survival dari organisasi ini bisa terjaga hingga tujuannya tercapai. Misal, ketika menghadapi dekanat/rektorat yang sekuler dan cenderung ke arah akademik, gerak lembaga dakwah kampus coba mencitrakan dirinya ke dekanat dengan menonjolkan aspek prestatif dan santun, tidak ekstrem dalam berdakwah. Dengan cara seperti ini, lembaga dakwah mempunyai hubungan yang tidak terlalu buruk dengan dekanat/rektorat, dan untuk urusan pendanaan tidak ada masalah.

2. Luruskan motivasi para “bocah nakal” (kader)

Tidak bisa kita pungkiri, peran sumber daya manusia dalam sebuah organisasi sangatlah penting. Karena visi ataupun ideologi tidak akan mencapai ‘bumi’ ketika tidak ada orang yang membawanya dan mem’bumi’kannya. Dalam konteks dakwah, ketika kita secara sadar berada di dalam barisannya, maka kita adalah da’i. Dan da’i yang pertama adalah bagi diri kita sendiri. Kesadaran untuk senantiasa melakukan perbaikan diri sebelum mengajak orang lain sangat penting untuk ditekankan. Kalau dalam Al-Quran disebutkan “Quu anfusakum waahlikum naron”, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.

Konsep tersebut sudah disarikan dalam Fiqhuddakwah, bahwa prioritas pertama adalah memperbaiki diri kita sendiri. Istilahnya kita bunuh dulu thagut yang ada pad a diri kita, setelah itu kita beranjak untuk membersihkan yang ada di luar kita. Ada juga kata-kata terkenal yang mengatakan bahwa ‘pemimpin adalah orang yang sudah selesai dengan dirinya sendiri.”

Pelajaran yang bisa diterapkan ke dalam organisasi adalah dengan adanya sistem ‘penjagaan internal’. Diwujudkan dalam bentuk rapor kader, tatsqif wajib untuk kader, dan forum-forum keluarga. Dengan ikhtiar yang seperti itu, lembaga dakwah diharapkan menjadi tempat untuk ‘menjaga diri’ sekaligus tempat mengekspresikan dakwah secara berjamaah.

Di poin ini, ketegasan seorang pemimpin juga diperlukan. Pemimpin harus memiliki power yang bisa menjaga pembusukan internal, yang pada akhirnya membunuh organisasi sendiri. Perjuangan yang berat, namun harus disadari oleh setiap pemimpin.

3. Bangun dinding yang mau runtuh untuk selamatkan “warisan terpendam” (misi sejarah yang sering terlupakan). Inilah pelajaran untuk seorang pemimpin yang akan membebaskan rakyatnya dari penindasan.

Pelajaran ketiga, yang terakhir dari Khidir, adalah membangun dinding yang mau runtuh tanpa pamrih. Musa tidak mengetahui bahwa di bawah dinding runtuh itu ada harta warisan yang sangat berharga, milik anak yatim.

Penting bagi organisasi untuk bisa menjaga warisan-warisan yang baik untuk kemudian dilanjutkan di generasi sebelumnya. Pengelolaan yang sistematis, evaluasi yang mendalam, dan perhatian yang sangat untuk menyiapkan generasi penerus. Inilah tiga pilar yang harus dipegang erat oleh pemimpin organisasi. Dengan tiga hal ini, generasi penerus kita akan secara baik kita warisi hal-hal apa saja yang diperlukan guna menjalankan roda organisasi dengan lebih baik lagi.

Al-Quran menyebutkan generasi yang gagal adalah yang mewariskan ke generasi berikutnya sebuah generasi yang lemah. Perhatian tentang suksesi ini penting karena di lembaga dakwah kampus, pengurus hanya memiliki kesempatan yang sangat pendek untuk mengabdi. Bahkan ada cerita menarik tentang seorang pemimpin besar, “Apa yang akan kau lakukan jika kau hanya diberi kesempatan untuk memimpin selama satu hari? Sang pemimpin itu menjawab, “saya akan menyiapkan pemimpin berikutnya.”

Jelas, bahwa visi besar ke depan merupakan hal yang mutlak harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Tanpanya, ia tak akan mampu mengarahkan organisasi ini mencapai tujuan besarnya. Dengan visi yang besar dia bisa menyingkirkan gesekan gesekan kecil internal yang tidak produktif. Dengan membawa visi besar, tidak akan mudah konflik remeh terjadi menimpanya.

Redaktur: Lurita Putri Permatasari

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (2 votes, average: 10.00 out of 5)
Loading...

Tentang

Mahasiswa Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran UGM angkatan 2010. Ketua Keluarga Muslim Cendikia Medika FK UGM 2012. Staf Media Informasi BEM FK UGM 2011. Santri di PPSDMS Nurul Fikri Yogyakarta. Ingin senantiasa berbagi kebaikan dengan orag lain. Bersama sama melangkah untuk Indonesia yang lebih baik dan bermartabat.

Lihat Juga

Musibah Pasti Membawa Hikmah

Figure
Organization