Topic
Home / Dasar-Dasar Islam / Fiqih Islam / Fiqih Ahkam / Fiqih Shiyam (Bagian ke-3)

Fiqih Shiyam (Bagian ke-3)

Ilustrasi (ramadhaniricky.blogspot.com)

dakwatuna.com – Ini adalah kelanjutan dari materi sebelumnya yang telah membahas: Tafsir Surat Al Baqarah Ayat 183-187, Ta’rif Shiyam dan Masyru’iyyahnya, Syarat-syarat shiyam, Furudhusshiyam (rukun siyam), Furudhusshiyam (rukun shiyam), dan Hukum Berbuka di Bulan Ramadhan. Kali ini akan dibahas mengenai mengqadha puasa yang terlewatkan, Mubahatushshiyam, serta Adab dan Sunnah Puasa. Selamat menyimak.

6. Mengqadha Puasa yang Terlewatkan

Mengqadha puasa yang ditinggalkan adalah kewajiban yang longgar, sehingga bertemu dengan Ramadhan berikutnya menurut kesepakatan ulama. Mengqadha puasa jumlahnya sama dengan puasa yang ditinggalkan, orang yang meninggalkan tiga hari puasa ia wajib mengqadha tiga hari pula. Ia tidak diharuskan bersambung dalam mengqadha’nya, boleh puasa tiga hari dengan terpisah-pisah, akan tetapi bersambung lebih utama, karena lebih menyerupai puasa Ramadhan.

Dan jika sudah masuk Ramadhan berikutnya dan belum mengqadha’ karena udzur, maka ia mengakhirkan qadha’nya setelah melaksanakan Ramadhan tahun itu tanpa ada tambahan fidyah. Tetapi jika penundaan itu tanpa ada udzur ia wajib mengqadha setelah Ramadhan dan membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin untuk setiap hari puasa.

Jika seseorang meninggal dengan berutang puasa, maka disunnahkan bagi walinya untuk berpuasa menggantikannya, sesuai dengan hadits: “Barang siapa yang mati dan ia berkewajiban puasa, maka walinya yang menggantikan puasanya”. HR. Asysyaikhani. Menurut mazhab Syafi’i wali dari mayit itu dipersilakan memilih antara puasa dan fidyah. Sedangkan menurut jumhur ulama, yaitu dengan memberi makan seorang miskin untuk setiap harinya, sesuai dengan hadits: “Barang siapa mati dan ia berutang puasa, maka diganti dengan memberi makan seorang miskin setiap harinya”. HR At Tirmidzi, mauquf Ibnu Umar.

7. Mubahatushshiyam

Orang yang sedang berpuasa diperbolehkan melakukan hal-hal berikut ini:

  1. Masuk ke air, berendam di dalamnya, mandi. Diriwayatkan bahwa Rasulullah saw menuangkan air ke atas kepalanya sedang ia berpuasa karena haus dan panas” HR. Ahmad, Malik, Abu Daud dengan sanad shahih. Jika masuk air ke dalam rongga tanpa sengaja, maka puasanya tetap sah, menyerupai orang yang lupa.
  2. Mengenakan sipat mata dan meneteskan obat mata, meskipun ada rasa pahit di tenggorokan, sebab mata bukanlah saluran ke dalam rongga. Demikian juga tetes telinga. Sedang yang masuk melalui mulut dan telinga maka itu membatalkan.
  3. Berkumur dan mengisap air hidung dengan tidak ditekan, dan jika ada air yang tanpa sengaja masuk rongga tidak membatalkannya, karena serupa dengan orang yang lupa.
  4. Mencium istri bagi orang yang mampu menahan diri. Tidak dibedakan antara orang tua atau muda, sebab yang penting adalah kemampuan mengendalikan diri, barang siapa yang biasanya tergerak nafsunya ketika mencium maka makruh baginya. Dalam hadits shahih disebutkan bahwa Rasulullah saw mencium istrinya sedang ia berpuasa. (Muttafaq alaih). Dan sesungguhnya Umar ibnul Khaththab RA suatu hari mencium istrinya, kemudian menemui Rasulullah saw dan menyatakan: Hari ini aku melakukan dosa besar, aku mencium istriku sedang aku berpuasa. Rasulullah bertanya: Bagaimana pendapatmu jika engkau berkumur dengan air sedang engkau berpuasa? Umar menjawab: Tidak apa-apa. Sabda Nabi: Lalu mengapa dengan mencium (kenapa bertanya?) HR Ahmad dan Abu Daud.
  5. Bekam, yaitu mengambil darah dari kepala, atau dari organ tubuh lainnya. Rasulullah saw seperti yang diriwayatkan Al Bukhari: melakukan bekam dalam keadaan puasa.  Namun jika bekam membuat yang berpuasa lemah, maka hukumnya makruh.
  6. Menggunakan suntikan untuk mengeluarkan kotoran tubuh, karena yang masuk ke dalam tubuh adalah obat bukan makanan, di samping masuknya juga bukan dari saluran yang normal.
  7. Diperbolehkan bagi yang berpuasa menghirup sesuatu yang tak terhindarkan seperti keringat, debu jalanan, sebagaimana aroma sedap yang lain. Diperbolehkan pula dalam keadaan darurat untuk mencicipi makanan, kemudian mengeluarkannya sehingga tidak masuk ke dalam rongga.
  8. Diperbolehkan pula bagi orang yang berpuasa bangun tidur dalam keadaan junub karena mimpi atau hubungan suami istri. Namun yang utama mandi terlebih dahulu setelah berhubungan sebelum tidur. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Aisyah dan Ummu Salamah RA Bahwasanya Rasulullah saw pernah bangun pagi dalam keadaan junub kemudian mandi dan berpuasa. Hadits Muttafaq alaih.
  9. Diperbolehkan meneruskan makan sehingga terbit fajar, dan ketika sudah terbit fajar dan masih ada makanan di mulut maka harus dikeluarkan. Jika demikian sah puasanya, namun jika dengan sengaja ia telah yang ada di mulutnya maka batal puasanya. Dan yang lebih utama berhenti makan sebelum terbit fajar.

8. Adab dan Sunnah Puasa

  1. Sahur. Rasulullah saw bersabda: Bersahurlah, karena sahur itu ada berkahnya. Hadits Muttafaq alaih. Dan sudah dianggap sahur meskipun hanya dengan seteguk air. Waktu sahur dimulai dari sejak tengah malam sampai terbit fajar, dan disunnahkan mengakhirkannya.
  2. Menyegerakan berbuka setelah terbukti Maghrib, disunnahkan berbuka dengan kurma segar atau kurma matang dengan bilangan ganjil. Jika tidak ada maka dengan air putih, kemudian shalat Maghrib, setelah itu dilanjutkan dengan meneruskan makanan yang diinginkan, kecuali jika makanan sudah tersaji maka tidak apa-apa jika makan dahulu baru kemudian shalat.
  3. berdoa ketika berbuka dengan doa Rasulullah saw “ Dahaga telah sirna, keringat telah membasah, dan pahala telah didapat Insya Allah” HR Abu Daud dan An Nasa’i, di samping doa makan yang sudah terkenal: Ya Allah berkahilah bagi kami pada rezki yang Kau berikan pada kami, dan jagalah kami dari siksa neraka” HR Ibnu As Sinniy
  4. Meninggalkan hal-hal yang akan menghilangkan nilai puasa seperti berdusta, bergunjing, adu domba, berbicara sia-sia dan jorok, serta larangan-larangan Islam lainnya sehingga terbentuk ketaqwaan, inilah tujuan puasa. Rasulullah saw bersabda: Tidaklah puasa itu hanya dengan meninggalkan makan dan minum, tetapi puasa itu dari perkataan sia-sia dan jorok. Dan jika ada yang memakimu maka katakan: Sesungguhnya aku sedang puasa. HR Hakim dll. Dan di kesempatan lain Nabi bersabda: Barang siapa yang tidak bisa meninggalkan ucapan dan perbuatan dusta maka Allah tidak membutuhkan ia tinggalkan makan dan minumnya. HR Al Jamaah, kecuali Muslim
  5. Memperbanyak amal shalih terutama tilawah Al Qur’an dan infaq fii sabilillah. Rasulullah adalah orang yang paling dermawan, dan lebih dermawan lagi jika di bulan Ramadhan, ketika berjumpa dengan Jibril, yang menemuinya setiap malam bulan Ramadhan untuk mengulang bacaan Al Qur’an” HR Asy Syaikhani
  6. Bersungguh-sungguh dalam beribadah, memelihara sunnah, terutama shalat tarawih, sabda Rasulullah: Barang siapa yang melaksanakan qiyam Ramadhan dengan iman dan berharap Allah, maka akan diampuni dosanya yang telah berlalu” Muttafaq alaih
  7. Memelihara siwak,[1] sesuai dengan hadits Amir ibn rabi’ah berkata: Aku melihat tak terhitung bersiwaknya sedang ia dalam keadaan berpuasa. HR Al Bukhari
  8. Meninggalkan hal-hal mubah yang telah disebutkan di atas kecuali dalam keadaan darurat, terutama bekam, mencicipi makanan, dan menunda mandi junub hingga setelah fajar.

 

Catatan Kaki:

[1] menurut Syafiiyyah, bersiwak setelah matahari bergeser (Zhuhur) hukumnya makruh karena hadits : Sungguh bau mulut orang yang berpuasa itu lebih harum dari pada misk.

— Bersambung

(hdn)

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (8 votes, average: 9.75 out of 5)
Loading...
Lembaga Kajian Manhaj Tarbiyah (LKMT) adalah wadah para aktivis dan pemerhati pendidikan Islam yang memiliki perhatian besar terhadap proses tarbiyah islamiyah di Indonesia. Para penggagas lembaga ini meyakini bahwa ajaran Islam yang lengkap dan sempurna ini adalah satu-satunya solusi bagi kebahagiaan hidup manusia di dunia dan akhirat. Al-Qur�an dan Sunnah Rasulullah saw adalah sumber ajaran Islam yang dijamin orisinalitasnya oleh Allah Taala. Yang harus dilakukan oleh para murabbi (pendidik) adalah bagaimana memahamkan Al-Qur�an dan Sunnah Rasulullah saw dengan bahasa yang mudah dipahami oleh mutarabbi (peserta didik) dan dengan menggunakan sarana-sarana modern yang sesuai dengan tuntutan zaman.

Lihat Juga

Yakesma Babel Ajak Anak Yatim dan Dhuafa Shopping Bareng

Figure
Organization