Topic
Home / Narasi Islam / Dakwah / Ukhuwah Qabla Amanah

Ukhuwah Qabla Amanah

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (nurlienda.wordpress.com)
Ilustrasi (nurlienda.wordpress.com)

dakwatuna.com – Ukhuwah, amanah, dan dakwah. Adalah tiga kata yang bila didendangkan akan terasa sejuk menghidupi hati, nyaman menenteramkan sanubari. Dan biarkan iman mengantarkan sang faqir menapaki tangga-tangga ukhuwah, bersama berpadurasa dalam menjalankan amanah antara sesama pemikul beban dakwah yang panjang jalannya ini. Yang mereka lakukan tidak lagi sebatas menanggung beban, atau sekedar perasaan saling memahami, apalagi sekedar saling mengenal. Sudah sangat khatam dan tuntas di antara mereka. Yang mereka lakukan di setiap interaksi kerjanya adalah saling berlomba mendahulukan saudaranya agar beristirahat lebih awal, dan mereka bersedia untuk menyelesaikan (baca: menanggung) amanah saudaranya yang lain. Karena tidak ada itsar dalam hal peran dan pengorbanan dalam barisan dakwah ini. Ukhuwah menjadi motor penggeraknya.

“Akhi, biarkan saya saja yang menyelesaikan kerjaan ini, Antum istirahat saja dulu ya” begitu gumamnya lirih di sela rutinitas pribadi yang juga tak begitu longgar.

Bukan menafikkan peran, atau melemahkan peran, apalagi ekspresi ketidakpercayaan pada kemampuan saudara, ini penghargaan, apresiasi terhadap kinerja dengan memberikan kesempatan untuk beristirahat. Kemudian yang ada adalah masing-masing dari mereka justru  berlomba untuk tidak istirahat. Mereka saling berharap agar waktu tertahan sedikit lebih lama untuk sekedar bisa memaksimalkan peran. Sebelum semuanya benar – benar usai. Sebelum Allah mencabut kenikmatan perjuangan dan peran dalam amanah dakwah ini, dan semuanya terasa semakin hangat jika terbingkai dalam ukhuwah yang tak berkesudahan. Ukhuwah lagi yang menjadi biang keladinya.

Dinamika dan perbagai macam keadaan dalam medan dakwah ini akan kita dapati selama menjalankan amanah dan kerja-kerja dakwah. Ini tidak hanya antara kita dan objek dakwah (baca: mad’u), tapi juga dengan sesama rekan kerja. Apakah ia staff (baca: jundi) di bawah kita, ketua (baca: mas’ul) di atas kita, ataukah sesama sederajat posisinya dengan kita (rekan kerja).

Dalam interaksi kerja di medan dakwah, dibutuhkan satu keterikatan hati yang saling terpaut antara sesama pelakunya, yang di kemudian hari kita menyebutnya dengan ukhuwah. Jika satu perangkat ini (ukhuwah) tertanam dengan baik, maka akan selalu ada pundak-pundak lain yang siap membantu kita untuk memikul beban seberapapun beratnya ia, akan ada kaki-kaki lain yang siap menopang kita untuk berjalan seberapapun jauhnya ia, dan akan ada hati yang siap menampung semua keluh-kesah kita setelah semuanya diadukan kepada Dzat yang menciptakan hati itu sendiri.

Dakwah yang panjang jalannya, sedikit pengikutnya, dan banyak permasalahannya ini akan menyedot semua saripati energi dan perhatian kita. Jika kita sendirian, hampir bisa dipastikan dalam waktu dekat kita akan roboh kelelahan. Maka sahabatku, bersabarlah dan senantiasa kuatkanlah kesabaranmu. Akan selalu ada hal yang mengejutkan dari Allah untuk para rijal-Nya yang senantiasa menolong agama-Nya.

Jika kita seorang mas’ul atau kepada departemen, kita akan mendapati berbagai macam karakter jundi. Jundi yang merupakan salah satu orang yang dulunya mati-matian  sepenuhnya memperjuangkan kita hingga mendapati posisi (baca: amanah) sedemikian sekarang ini, dan ketika suatu saat kita membutuhkan mereka, macam-macam  respons mereka terhadap panggilan kita. Ada yang dengan sigap, ada yang penuh alasan, ada yang selalu meminta pembenaran, ada yang tak mau patuh dan justru menghindar. Namun adapula yang rela jauh-jauh mendatangi kita di sela-sela kesibukan mereka, untuk sekedar menyampaikan tabayyun ketidakmampuannya untuk membantu kerja-kerja kita. Bukan untuk meminta maaf atau dimaklumi, tapi sebagai wujud bhakti seorang jundi kepada qiyadahnya. Kedua karakter jundi tersebut masing-masing akan mendapatkan ‘amal sesuai dengan tingkat kesungguhan (baca: jihad) mereka masing-masing.

Di Jamaah ini, ketika kita mendapati posisi sebagai jundi, sebagai staff, atau anggota dalam satu kepengurusan (struktur) dakwah, kitapun akan mendapati berbagai karakter pimpinan (baca: qiyadah). Ada yang sangat luwes, ada yang sangat perhatian, ada yang acuh, ada yang simpati, ada yang tak mau peduli. Kesemuanya melebur bersama keahlian dan kecakapan kepemimpinannya masing-masing. Dan kesabaran serta keistiqamahan kita sebagai jundi ketika menemui berbagai karakter tersebut, bisa saja mengantarkan kita mendapatkan derajat ‘amal terbaik dari sekian banyak ‘amal dan kerja-kerja kita. Lantas kenapa harus menyalahkan qiyadah ketika kita tidak beres menyelesaikan amanah yang telah dibebankan kepada kita?

Di sini, di jamaah ini. Apakah kita seorang jundi ataupun kita seorang qiyadah. Mari tetap bekerja pada wilayah kerja kita masing-masing. Daripada kita sibuk menghitung ketidakcocokan antara kita dengan partner kerja, dengan jundi, ataupun dengan qiyadah kita, saya kira jauh lebih bijak untuk kita menghabiskan waktu untuk memproduktifkan peran, sebelum semuanya benar-benar berakhir, sebelum amanah ini berpindah pundak ke pemikul beban yang lain.

Di sini, di jamaah dakwah ini. Kadang, mungkin saja kita berpikir untuk bekerja sendirian saja, tidak perlu repot-repot menyamakan gerak dengan rekan kerja, jundi, ataupun qiyadah kita. Ketika kita mengalami kondisi ini, teringat taujih hamasah dari Ust Salim A Fillah yang sedikit saya gubah,

“Dalam berjamaah, ada pembelajaran kesabaran. Bahwa berjalan bersama itu jauh lebih lama daripada berjalan sendirian.” Ya karena memang dakwah ini jalannya panjang, jadi kita tidak perlu terburu-buru untuk mencapai ujungnya. Sedang kitapun tak pernah tahu kapan berakhirnya. Yang harus kita lakukan adalah memaksimalkan peran, memperbaiki sendi keimanan, kemudian dengannya kita akan menuai indahnya ukhuwah. Karena sehebat apapun kapasitas kita, jika berjuang sendirian akan terasa lebih melelahkan. Untuk itulah, tepat kiranya jika kalimat “Ukhuwah Qabla Amanah” menjadi pegangan bagi para aktivis dan pegiat dakwah. Ciptakan ukhuwah yang harmonis dan penuh kenikmatan, kemudian bekerja dalam amanah apapun akan terasa lebih menyenangkan. Insya Allah.

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Single fighter yang ayah-able | Petani Muda Berdasi | Wirausahawan | Pusat Al-Qur'an Terpadu | Barkasmal Jogja

Lihat Juga

Bentuk-Bentuk Penyimpangan di Jalan Dakwah (Bagian ke-3: Persoalan Jamaah dan Komitmen (Iltizam))

Figure
Organization