Topic
Home / Pemuda / Pengetahuan / Manajemen Bencana yang Teratur

Manajemen Bencana yang Teratur

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.

dakwatuna.com – Bangsa Indonesia sudah sangat akrab dengan berbagai jenis bencana alam, karena wilayah kepulauan Indonesia dilintasi oleh 3 jalur vulkanis dan 3 jalur gempa. Oleh sebab itu, wilayah kepulauan Indonesia sering juga disebut orang sebagai kawasan “cincin api” yang mengitari dan memotong wilayah nusantara. Namun anehnya meskipun sudah menyadari, bahwa wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan salah satu wilayah “akrab bencana”, tetapi jika bencana terjadi senantiasa pula aksi tanggap daruratnya tidak terkoordinasikan dengan baik. Dan hal tersebut senantiasa pula terulang kembali sebagaimana halnya terulangnya bencana alam itu sendiri.

Proses penanggulangan bencana alam di Indonesia yang  kurang terkoordinasi dengan baik, mengakibatkan proses penanggulangan bantuannya pun kurang merata. Padahal selalu tanggapan masyarakat Indonesia sangat cepat dalam membantu daerah-daerah yang ditimpa bencana alam tersebut, tetapi karena kurang koordinasi bantuan -bantuan tersebut tetap tidak merata, serta kurang pula mencapai sasarannya. Kekurang tepat gunanya bantuan yang datang, boleh jadi bisa menambah jumlah korban yang semestinya bisa dikurangi  itu.

Cara Khalifah Mengatasi Bencana

Untuk mengatasi banjir dan genangan, Peradaban Islam terdahulu tentu saja memiliki kebijakan canggih dan efisien. Kebijakan tersebut mencakup sebelum, ketika, dan pasca banjir.  Berikut adalah cara-caranya:

1. Mengeksploitasi SDA terbarukan/non-terbarukan untuk membangun fasilitas-fasilitas yang mampu melindungi masyarakat dari serangan bencana.

Contohnya, di masa keemasan Islam, bendungan-bendungan dengan berbagai macam tipe telah dibangun untuk mencegah banjir maupun untuk keperluan irigasi.  Di Provinsi Khuzestan, daerah Iran selatan misalnya, masih berdiri dengan kokoh bendungan-bendungan yang dibangun untuk kepentingan irigasi dan pencegahan banjir.  Bendungan-bendungan tersebut di antaranya adalah bendungan Shadravan, Kanal Darian, Bendungan Jareh, Kanal Gargar, dan Bendungan Mizan.  Di dekat Kota Madinah Munawarah, terdapat bendungan yang bernama Qusaybah.  Bendungan ini memiliki kedalaman 30 meter dan panjang 205 meter.  Bendungan ini dibangun untuk mengatasi banjir di Kota Madinah

Kanal Darian, Iran Selatan (Foto: alzimikh.wordpress.com)
Kanal Darian, Iran Selatan (Foto: alzimikh.wordpress.com)
Bendungan Qusaybah, Madinah (Foto: republika.co.id)
Bendungan Qusaybah, Madinah (Foto: republika.co.id)

Kemudian, Pada tahun 370 H/960 M, Buwayyah Amir Adud al-Daulah membuat bendungan hidrolik raksasa di sungai Kur, Iran.  Insinyur-insinyur yang bekerja saat itu, menutup sungai antara Shiraz dan Istakhir, dengan tembok besar (bendungan) sehingga membentuk danau raksasa.  Di kedua sisi danau itu dibangun 10 noria (mesin kincir yang di sisinya terdapat timba yang bisa menaikkan air).  Dan setiap noria terdapat sebuah penggilingan.   Dari bendungan itu air dialirkan melalui kanal-kanal dan mengairi 300 desa.   Di daerah sekitar 100 km dari kota Qayrawan, Tunisia, dibangun dua waduk yang menampung air dari wadi Mari al-Lil. Waduk kecil difungsikan sebagai tangki penunjang serta tempat pengendapan lumpur.  Sedangkan waduk besar memiliki 48 sisi dengan beton penyangga bulat di setiap sudutnya berdiameter dalam 130 meter, kedalaman 8 meter.

Bendungan Hidrolik Raksasa di Sungai Kur, Wilayah Dezful, Iran. (Foto: loveindonesia.com)
Bendungan Hidrolik Raksasa di Sungai Kur, Wilayah Dezful, Iran. (Foto: loveindonesia.com)

2. Membangun kanal, sungai/danau buatan, saluran drainase, atau fasilitas lainnya untuk mengurangi dampak bencana.  Tidak hanya itu saja, kebersihannya juga akan dijaga, dengan cara memberikan sanksi bagi siapa saja yang mengotori atau mencemari sungai, kanal, atau fasilitas lainnya. Khalifah akan membangun kanal-kanal baru atau resapan agar air yang mengalir di daerah tersebut bisa diserap oleh tanah secara maksimal.  Aliran-aliran air tersebut juga bisa digunakan untuk keperluan rakyat di bidang pertanian.

Salah seorang ilmuwan Muslim yang berjasa mengembangkan sistem pengairan lewat studi ilmu hidrologi adalah Muhammad al-Karaji, seorang saintis terkemuka dari Karaj, Persia. Lewat Kitab Inbat al-miyah al-Khafiya, al-Karaji mengkaji dan menyumbangkan pemikirannya dalam ilmu ekstraksi air bawah tanah. Studi hidrologi dibahas al-Kajari dalam Kitab Inbat al-Miyah al-Khafiya yang ditulisnya sekitar tahun 1000 M. Buku itu membahas cara untuk memperoleh atau mendapatkan air yang terdapat di bawah tanah. Air yang tersembunyi itu bisa dimanfaatkan negara untuk menggerakkan roda ekonomi dan kehidupan sosial di masyarakat kala itu.

Kitab Inbat al-Miyah al-Khafiya karangan Muhammad Al-Karaji, membahas tentang konsep hidrologi bawah tanah. (Foto: muslimheritage.com)
Kitab Inbat al-Miyah al-Khafiya karangan Muhammad Al-Karaji, membahas tentang konsep hidrologi bawah tanah. (Foto: muslimheritage.com)

Salah satu bentuk penerapan teknologi hidrologi yang dikemukakan oleh Al-Kajari adalah teknologi qanat. Qanat adalah teknik irigasi yang khusus untuk memanfaatkan air bawah tanah dengan menggunakan pipa.  Pada era keemasan Islam, qanat merupakan salah satu metode yang paling efektif untuk menyediakan air. Teknik itu kemungkinan berasal dari utara Iran pada era kuno, namun tahap sistem pengadaan air ini melalui jarak jauh telah di gunakan secara luas di dunia Muslim di abad pertengahan dan hingga masa modern. Berdasarkan perkiraan, sekitar 75 persen air yang digunakan di Iran berasal dari qanat yang panjangnya lebih dari 100 ribu mil. Di luar Iran, qanat masih digunakan pada beberapa bagian negara Islam, terutama di tenggara  Semenanjung Arab dan Afrika Utara. Sistem Qanat ini telah digunakan pada era Kekhalifahan Umayyah dan Abbasiyah. Dalam kitabnya, al-Karaji mengungkapkan secara rinci dan baik tentang pembangunan saluran qanat, lapisannya, perlindungan terhadap kerusakan, pembersihan dan pemeliharaannya.

Mekanisme teknologi qanat. (Foto: tzb.fsv.cvut.cz)
Mekanisme teknologi qanat. (Foto: tzb.fsv.cvut.cz)

Khatimah

Bencana-bencana alam seharusnya bisa ditangkal dengan ikhtiar. Bukan hanya tawakkal, merenung, dan mengambil hikmahnya saja.  Pemerintah seharusnya menaruh perhatian yang besar agar tersedia fasilitas yang mampu melindungi rakyat dari berbagai bencana.  Para khalifah terdahulu, mereka mengandalkan para insinyur untuk membangun alat dan fasilitas yang bersifat sebagai peringatan dini akan terjadinya bencana. Masyarakatnya pun dibekali dengan pelatihan-pelatihan tanggap bencana. Mereka tahu bagaimana harus mengevakuasi diri dengan cepat, bagaimana menyiapkan barang-barang yang vital selama evakuasi, bagaimana mengurus jenazah yang bertebaran, dan bagaimana merehabilitasi diri pasca kedaruratan. Para khalifah terdahulu juga merupakan orang-orang yang terbiasa dalam tanggap darurat. Mereka adalah orang-orang yang berpegang pada prinsip “wajibnya seorang Khalifah melakukan ri’ayah (pelayanan) terhadap urusan-urusan rakyatnya”.  Pasalnya, khalifah adalah seorang pelayan rakyat yang akan dimintai pertanggungjawaban atas pelayanan yang ia lakukan. Wallahua’lam bil shawab

Daftar Pustaka:

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Lahir di Jakarta pada bulan Januari 1995. Saat ini sedang menjalani studi S-1 nya di Universitas Padjadjaran jurusan Fisika. Saat ini aktif di kegiatan kemahasiswaan Lembaga Dakwah Fakultas Rohis Nurul 'Ilmi FMIPA UNPAD, dan di Himpunan Mahasiswa Fisika Universitas Padjadjaran sebagai Staff Hubungan Masyarakat. Sejak awal penulis memang menunjukkan ketertarikannya pada dunia sains, saat ini penulis sedang mencoba mengkaji dan meneliti berbagai bentuk khazanah ilmu pengetahuan dan teknologi di masa peradaban Islam.

Lihat Juga

Amal Spesial, Manajemen Hati

Figure
Organization