Duduk termenung dengan pandangan kosong saat aku memandang sebuah nisan tertancap tak beraturan
Sesekali bunga malam dengan ranting kering menimpa tubuhku
Terbayang dalam diriku jika nisan itu bertuliskan namaku
Tak terasa lelehan air mataku menghujani wajahku terbayang saat aku tertidur dalam perut bumi
Dulu aku adalah Raja di mana semua tunduk atas perintahku
Dulu aku adalah Sultan yang memiliki istana begitu megah
Aku membangun benteng yang kuat seakan Malaikat maut tak mampu menembusnya
Tapi, kini aku hanyalah bangkai yang tak berdaya
Jangankan untuk memberi perintah, untuk melawan cacing tanah saja aku tak memiliki daya
Jangankan untuk menikmati hartaku, untuk melihat kilauannya saja aku tak mampu
Musnahlah tubuhku yang dulu begitu gagah hanya karena kawanan binatang tanah
Aduhai tubuh yang gagah dan wajah yang rupawan kini engkau telah hancur oleh tanah
Kini tinggallah gelap menjadi kawan setiaku
Tak lagi kutemui lilin-lilin yang memancarkan sinar kemerahan
Kini sepi menjadi sahabat baikku
Tak lagi kudapati suara alunan gemercik air yang mengalir
Penantian panjang dalam tidurku untuk menunggu waktu yang dijanjikan
Waktu di mana aku tak lagi memikirkan ibu, ayah, anak dan saudaraku
Waktu di mana aku terlihat seperti debu yang beterbangan tak berdaya
Lalu apa yang harus aku sombongkan di dunia ini jika aku hanyalah setumpuk kotoran yang hina
Lalu apa yang harus aku banggakan jika kenyataannya aku tak lebih hebat dari binatang tanah
Rabbi, ampunilah atas segala keangkuhan diriku yang lemah ini
Redaktur: Aisyah
Beri Nilai: