Topic
Home / Dasar-Dasar Islam / Fiqih Islam / Fiqih Kontemporer / Hukum Menggunakan Uang Elektronik

Hukum Menggunakan Uang Elektronik

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
ilustrasi

dakwatuna.com‍ –

Pertanyaan:

Assalamualaikum wr wb Ustadz

Apakah sudah ada penjelasannya tentang e-toll dan e-money ?

Untuk top up e-money, akan ada biayanya sebesar 2000 rupiah. Artinya, untuk “membeli uang” elektronik ada biayanya, bagaimana dari aspek syariahnya?

Apakah sama dengan yang sering terjadi saat ini di pinggir jalan ketika menjelang lebaran, untuk menukar uang 1 juta dibayar 1juta tapi dapatnya 950.000 rupiah?

Demikian pertanyaan kami. Atas perhatiannya, kami mengucapkan terima kasih.

Jawaban:

Wa’alaikum salam wr wb

Apa itu E-money?

Uang elektronik (electronic money) adalah alat pembayaran yang memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:

  1. Diterbitkan atas dasar jumlah nominal uang yang disetor terlebih dahulu kepada penerbit;
  2. Jumlah nominal uang disimpan secara elektronik dalam suatu media server atau chip;
  3. Jumlah nominal uang elektronik yang dikelola oleh penerbit bukan merupakan simpanan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai perbankan; dan
  4. Digunakan sebagai alat pembayaran kepada pedagang yang bukan merupakan penerbit uang elektronik tersebut.

Pihak-pihak; penerbit, pemilik kartu e-money, bank mitra dan mitra

Mendaftar kepada penerbit, menyerahkan uang, uang disimpan di rekening di bank mitra penerbit, pemilik kartu bertransaksi dengan pihak ketiga

Tujuan; mempermudah transaksi seperti e-toll, bus way, commuter line.

Sebagian jasa transportasi menjadikan kartu e-money sebagai satu-satunya alat pembayaran, seperti commuter line, bus way dan e toll. Sebagian lain hanya salah satu alat pembayaran, seperti e toll.

Ketentuan Hukum

E-money yang digunakan saat ini adalah *konvensional (ribawi)* karena;

Kontrak yang terjadi antara pihak-pihak e-money itu tidak jelas (gharar) dan tidak mengikuti skema transaksi syariah sehingga hak dan kewajiban para pihak tidak bisa diketahui.

Bunga atas penempatan dana di bank konvensional sebagai mitra penerbit e-money.

Hak pemegang kartu menjadi hilang pada saat kartu yang dimilikinya hilang, padahal dana yang tersimpan adalah milik pemegang e-money sesuai skema qardh atau wadhi’ah yang berlaku antara keduanya. Oleh karena itu, menggunakan e-money yang berlaku saat ini tidak diperkenankan kecuali untuk kondisi darurat, yaitu kondisi yang memenuhi indikator berikut:

  1. Diwajibkan oleh peraturan perundang-undang, sehingga tidak bisa menggunakan jasa kecuali dengan e-money tersebut.
  2. Tidak ada alternatif e-money syariah.
  3. Risiko finansial primer jika tidak menggunakan e-money saat ini.

E-money boleh digunakan dengan catatan, pada saat ada e-money syariah, maka menggunakan e-money konvensional menjadi terlarang kembali.

Mekanisme E-money Syariah

Fatwa DSN tentang uang elektronik menjelaskan bahwa:

Uang Elektronik BOLEH digunakan sebagai alat pembayaran DENGAN SYARAT berikut:

  1. Biaya-biaya layanan fasilitas harus berupa biaya RIIL (untuk mendukung proses kelancaran penyelenggaraan uang elektronik); dan harus disampaikan kepada pemegang kartu secara BENAR (sesuai syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku) sesuai dengan prinsip ta’widh (ganti rugi)/ ijarah.
  2. Penggunaan uang elektronik wajib terhindar dari TRANSAKSI YANG DILARANG (Transaksi yang ribawi, gharar, maysir, risywah, israf, objek yang haram).
  3. Jumlah nominal uang elektronik yang ada pada penerbit harus ditempatkan di BANK SYARIAH, karena transaksi di Bank Konvensional itu pinjaman berbunga yang diharamkan.
  4. Akad antara penerbit dengan para pihak dalam penyelenggaraan uang elektronika (prinsipal, acquirer, pedagang [merchant], penyelenggara kliring, dan penyelenggara penyelesai akhir) adalah akad ijarah, akad ju’alah, dan akad wakalah bi al-ujrah, karena produk yang dijual oleh prinsipal, acquirer, Pedagang [merchant], penyelenggara kliring, dan penyelenggara penyelesai akhir adalah jasa/ khadamat.
  5. Akad antara penerbit dengan pemegang uang elektronik adalah akad wadiah atau akad qardh, karena e-money/ nominal uang bisa digunakan atau ditarik kapan saja.
  6. Akad antara penerbit dengan agen layanan keuangan digital adalah akad ijarah, akad ju’alah, dan akad wakalah bi al-ujrah.
  7. Dalam hal kartu yang digunakan sebagai media uang elektronik hilang maka jumlah nominal uang yang ada di penerbit tidak boleh hilang, karena uang itu adalah milik pemegang kartu.

Di antara landasannya adalah, kesimpulan bahwa uang elektronik atau e-money adalah uang –tsaman atau nuqud– sebagaimana definisinya:

‎النقد هو كل وسيط للتبادل يلقي قبولا عاما مهما كان ذلك الوسيط وعلى أيّ حال يكون

“Naqd (uang) adalah segala sesuatu yang menjadi media pertukaran dan diterima secara umum, apa pun bentuk dan dalam kondisi seperti apa pun media tersebut.” (Abdullah bin Sulaiman al-Mani‟, Buhuts fi al-Iqtishad al-Islami, Mekah: al-Maktab al-Islami, 1996, h. 178)

‎النقد: ما اتخذ الناس ثمنا من المعادن المضروبة أو الأوراق المطبوعة ونحوها، الصادرة عن المؤسسة المالية صاحبة الإختصاص

“Naqd adalah sesuatu yang dijadikan harga (tsaman) oleh masyarakat, baik terdiri dari logam atau kertas yang dicetak maupun dari bahan lainnya, dan diterbitkan oleh lembaga keuangan pemegang otoritas.” (Muhammad Rawas Qal’ah Ji, al-Mu’amalat al-Maliyah al-Mu’ashirah fi Dhau‟ al-Fiqh wa al-Syari’ah, Beirut: Dar al-Nafa’is, 1999, h. 23)

Kesimpulan

  1. Menggunakan e-money konvensional tidak diperkenankan sesuai penjelasan di atas. Kecuali dalam kondisi darurat; dimana tidak ada e-money syariah dan ada risiko (primer) jika tidak menggunakannya.
  2. Setiap pengguna, bisa menakar kondisinya; apakah darurat atau tidak.
  3. E-money syariah harus memenuhi kriteria syariah seperti, dana ditempatkan di bank syariah, jika kartu hilang maka dana pemilik kartu masih ada, terhindar dari transaksi yang dilarang. Wallahu a’lam (oni/dakwatuna.com)

Referensi:

  1. Buku Riba, Gharar dan Kaidah-Kaidah Ekonomi Syariah Analisis Fikih & Ekonomi (Dr. Oni Sahroni, M.A. & Ir. Adiwarman A. Karim, S.E., M.B.A., M.A.E.P) Raja Grafindo, Jakarta, 2015.
  2. Muhammad Rawas Qal’ah Ji, al-Mu’amalat al-Maliyah al-Mu’ashirah fi Dhau‟ al-Fiqh wa al-Syari’ah, Beirut: Dar al-Nafa’is, 1999, h. 23.

—————————————————————

Artikel ilmiyah terselenggara atas kerjasama dengan:

Redaktur: Samin Barkah

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (4 votes, average: 4.00 out of 5)
Loading...
Lulusan Universitas Al-Azhar, Kairo. Dosen SEBI.

Lihat Juga

Grand Launching SALAM Teknologi Solusi Aman Covid-19 untuk Masjid

Figure
Organization