Topic
Home / Narasi Islam / Sosial / Urgensi Judicial Review Pasal Perzinaan, Perkosaan, dan Perbuatan Cabul Sesama Jenis Dalam KUHP

Urgensi Judicial Review Pasal Perzinaan, Perkosaan, dan Perbuatan Cabul Sesama Jenis Dalam KUHP

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (kvennabladid.is)
Ilustrasi. (kvennabladid.is)

dakwatuna.com – Peristiwa perzinaan, perkosaan serta perbuatan cabul sesama jenis seolah menghantui generasi muda dan penerus, serta mengancam ketahanan keluarga Indonesia. Terbukti dengan banyaknya angka perceraian setiap tahun yang disebabkan oleh pasangan suami istri yang kerap melakukan zina dengan cara selingkuh, lalu tingginya tingkat kejahatan terhadap perkosaan yang korbannya tidak hanya wanita saja melainkan laki-laki dewasa dan anak-anak. Selain itu fenomena perilaku homoseksual yang terus gencar dikampanyekan oleh beberapa kelompok yang menyatakan bahwa tindakan homoseksual merupakan suatu hal yang wajar dan bukanlah merupakan penyakit, ditambah dengan keinginan dari kelompok tersebut yang menuntut keberadaannya di Indonesia harus diakui sebagai bagian dari sebuah hak asasi, sehingga dengan demikian banyak generasi muda dan penerus merasa resah karena hal tersebut tidak sesuai lagi dengan ajaran agama, budaya serta norma kehidupan yang ada di Indonesia, berangkat dari rasa keprihatinan terhadap fenomena tersebut, maka terdapat beberapa kelompok dan komunitas yang seluruhnya tergabung dalam “Aliansi Cinta Keluarga Indonesia” (AILA) mengajukan proses uji materiil (judicial review) terhadap Pasal 284, Pasal 285 dan Pasal 292 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) melalui Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.

Sehingga berdasarkan peristiwa dan fakta-fakta tersebut di atas, menjadikan masyarakat Indonesia saat ini mengalami krisis moral yang mengakibatkan kehidupan berbangsa dan bernegara tidak lagi menjadikan Indonesia sebagai negara yang beradab. Padahal dalam Pancasila yang merupakan sumber dari segala sumber hukum yang ada di Indonesia telah secara tegas menyatakan bahwa Negara Indonesia haruslah tertanam rasa kemanusiaan yang beradab.

Pasal 284 (1) KUHP

Dihukum penjara selama-lamanya sembilan bulan :

(1) 1a.

“Laki-laki yang beristri, berbuat zina, sedang diketahuinya, bahwa pasal 27 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (sipil) berlaku baginya”

(1) 1b.

“seorang perempuan yang bersuami, berbuat zina, sedang diketahuinya, bahwa pasal 27 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (sipil) berlaku baginya”

(1) 2a.

“Laki-laki yang turut melakukan perbuatan itu, sedang diketahuinya, bahwa kawannya itu telah bersuami (kawin)”

(1) 2b.

“Perempuan yang bersuami yang turut melakukan perbuatan itu, sedang diketahuinya, bahwa kawannya itu beristri dan pasal 27 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (sipil) berlaku baginya”

Pasal 284 ayat (2) KUHP

“Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan suami (istri) yang mendapat malu dan jika pada suami (istri) itu berlaku pasal 27 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (sipil) dalam tempo 3 bulan sesudah pengaduan itu, diikuti dengan permintaan akan bercerai atau bercerai tempat tidur dan meja makan (scheiding van tafel en bed) oleh perbuatan itu juga.”

Pasal 284 ayat (3) KUHP

“Terhadap pengaduan ini Pasal 72, 73 dan 75 tidak berlaku”

Pasal 284 ayat (4) KUHP

“Pengaduan itu boleh dicabut selama pemeriksaan di muka sidang pengadilan belum dimulai”

Pasal 284 ayat (5) KUHP

“Kalau bagi suami dan istri itu berlaku pasal 27 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (sipil) maka pengaduan itu tidak diindahkan sebelumnya mereka itu bercerai, atau sebelum keputusan hakim tentang perceraian tempat tidur dan meja makan mendapat ketetapan”

Bahwa berdasarkan ketentuan bunyi Pasal 284 ayat 1.1 (a) dan 1.1 (b) tersebut di atas, maka sebenarnya yang dapat dijerat dengan Pasal Perzinaan adalah mereka yang telah terikat perkawinan saja, misalnya seorang suami atau istri yang melakukan zina bersama orang lain. Selanjutnya jika kita melihat ketentuan Pasal 284 ayat 1.2 (a) dan 1.2 (b), maka mereka yang dapat dijerat ancaman Pasal Perzinaan  adalah bagi mereka yang mengetahui jika pasangannya yang sedang berzina dengannya telah kawin.

Sehingga secara a contrario dapat dipahami bahwa sebenarnya perbuatan zina yang dilakukan oleh mereka yang belum menikah atau salah satu pasangan dari mereka yang melakukan zina tidak terikat perkawinan diperbolehkan oleh negara dan bukan merupakan tindak pidana. Selanjutnya pula bagi mereka yang tidak mengetahui pasangan zinanya telah kawin atau belum juga bukanlah merupakan tindak pidana, karena pada praktiknya dalam dunia prostitusi hampir tidak mungkin terjadi seseorang yang ingin menggunakan jasa pekerja seks menanyakan agamanya ataupun menanyakan status perkawinannya. Selain itu, pelaku zina juga tidak dapat diproses secara hukum bagi mereka yang status perkawinannya janda maupun duda. Oleh karenanya keberlakuan Pasal 284 KUHP saat ini telah membuka kesempatan yang seluas-luasnya bagi para pelaku bisnis prostitusi untuk terus menjalankan kegiatannya. Padahal mereka yang terjebak di dalam dunia tersebut sebenarnya adalah korban, yaitu korban kekerasan seksual, korban perdagangan orang atau manusia, eksploitasi terhadap hak-hak wanita serta merendahkan harkat martabat serta harga diri seorang wanita. Sehingga Pasal 284 KUHP harus dimaknai :

Pasal 284 (1) KUHP

Dihukum penjara selama-lamanya sembilan bulan :

(1) 1a.

“Laki-laki yang beristri, berbuat zina, sedang diketahuinya, bahwa pasal 27 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (sipil) berlaku baginya

(1) 1b.

“seorang perempuan yang bersuami, berbuat zina, sedang diketahuinya, bahwa pasal 27 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (sipil) berlaku baginya

(1) 2a.

“Laki-laki yang turut melakukan perbuatan itu, sedang diketahuinya, bahwa kawannya itu telah bersuami (kawin)”

(1) 2b.

“Perempuan yang bersuami yang turut melakukan perbuatan itu, sedang diketahuinya, bahwa kawannya itu beristri dan pasal 27 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (sipil) berlaku baginya

Pasal 284 ayat (2), Pasal 284 ayat (3), Pasal 284 ayat (4) dan Pasal 284 ayat (5) KUHP dihapus.

Pasal 285 KUHP

Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan istrinya bersetubuh dengan dia, dihukum, karena memperkosa, dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun

Bahwa berdasarkan Pasal 285 KUHP tersebut di atas, dengan berlakunya kata “perempuan yang bukan istrinya” dalam Pasal 285 KUHP harus ditinjau keberlakuannya, sehingga Pasal 285 KUHP selanjutnya harus dimaknai menjadi Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan istrinya bersetubuh dengan dia, dihukum, karena memperkosa, dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun. Dihapuskannya kata “perempuan yang bukan istrinya” menjadikan perkosaan tidak hanya dibatasi bisa terjadi terhadap wanita, melainkan menjadi bisa terjadi pula terhadap laki-laki, terbuka pula pengertian perkosaan bisa terjadi atas sesama jenis, kedua situasi tersebut adalah kondisi nyata yang berkembang dalam masyarakat saat ini dan menjadi ancaman bagi kehidupan bangsa Indonesia yang mana telah dijamin keselamatan dan keamanan hidupnya dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD 1945).

Dengan kata lain sebenarnya perkosaan itu bisa terjadi atau dialami oleh siapapun, sehingga tidak hanya wanita saja yang seharusnya menjadi korban namun laki-laki pun bisa menjadi korban, selain itu makna perkosaan juga harus diperluas selain dengan adanya unsur paksaan dan kekerasan juga harus dipertegas bahwa perkosaan bukanlah hanya perbuatan bersetubuh seperti masuknya alat kelamin laki-laki ke dalam alat kelamin wanita saja tetapi juga dengan cara memaksa alat kelamin masuk ke dalam mulut ataupun ke dalam anus, termasuk memasukkan benda-benda ke dalam alat kelamin. Karena perkosaan adalah sebuah tindakan kekerasan yaitu sebuah usaha untuk menyakiti seseorang dengan cara apapun di luar kehendak persetujuan korban.

Pasal 292 KUHP

Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang belum dewasa dari jenis kelamin yang sama, sedang diketahuinya atau patut harus disangkanya hal belum dewasa, dihukum penjara selama-lamanya lima tahun

Bahwa jika kita melihat pengertian Pasal 292 KUHP, sebenarnya perbuatan cabul sesama jenis atau perbuatan homoseksual pada dasarnya adalah sebuah tindak pidana, hal tersebut dapat diperhatikan secara seksama bahwa dalam pasal tersebut terdapat unsur kalimat “dari jenis kelamin yang sama”. Meskipun Pasal 292 KUHP telah menyatakan perbuatan cabul sesama jenis adalah suatu hal yang dilarang, namun kenyataannya perbuatan tersebut hanya berlaku terhadap seseorang yang diduga belum dewasa saja dan tidak berlaku terhadap orang-orang yang sudah dewasa, sehingga sepanjang kata “dewasa” dalam frasa “yang belum dewasa” dan “sedang diketahuinya atau patut harus disangkanya hal belum dewasa” dalam Pasal 292 KUHP harus dimaknai menjadi : Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang belum dewasa dari jenis kelamin yang sama, sedang diketahuinya atau patut harus disangkanya hal belum dewasa, dihukum penjara selama-lamanya lima tahun

Sedangkan kondisi saat ini, sudah terjadi wabah sosial di mana terjadi perbuatan cabul sesama jenis sesama orang dewasa yang mengancam struktur sosial dan struktur kemasyarakatan di Indonesia. Pengaturan ini menjadi penting, dikarenakan ketidakjelasan aturan akan membuat penularan perilaku cabul sesama jenis akan semakin meluas disebabkan korban (dicabuli) yang dewasa akan merasa kebingungan untuk melapor dan mendapatkan keadilan tanpa adanya pasal jelas yang melarang cabul sesama jenis. Pada banyak kasus, seseorang lelaki maupun perempuan pernah menjadi pelaku cabul sesama jenis dikarenakan adanya trauma atau pernah menjadi korban cabul. Sayangnya, ketiadaan pengaturan atau pasal yang jelas mengenai pelarangan cabul sesama jenis bagi orang dewasa memungkinkan korban akan menjadi ragu dan malu untuk melapor guna mendapatkan keadilan. Sehingga pengaturan untuk melarang perbuatan cabul sesama jenis ini menjadi amat penting untuk memberikan perlindungan hukum bagi siapa saja untuk mendapatkan keadilan apabila diperlakukan cabul sesama jenis oleh orang lain.

Bahwa ketiga peristiwa tersebut merupakan sebuah peristiwa yang sudah tidak dapat lagi dibiarkan, karena setiap tahun semakin banyak korban akibat dari perbuatan itu, yang pada akhirnya mereka menjadi korban, berupa penyakit infeksi menular, HIV/AIDS dan penyakit kelamin lainnya dan apabila terus dibiarkan maka kejadian ini akan terus membuat siklus dan terus menghasilkan regenerasi di setiap tahunnya, yang tentunya mengancam ketahanan keluarga Indonesia dan tidak langsung juga mengancam ketahanan nasional negara Indonesia.

Apabila mandat konstitusi berbeda dengan implementasi norma dalam suatu Undang-undang (KUHP) maka sudah tentu Undang-undang tersebut tidak memiliki pijakan konstitusional. Jika konstitusi mewajibkan negara untuk memberikan jaminan, perlindungan dan kepastian hukum, sementara implementasi Undang-undang tersebut tidak dapat mengakomodir permasalahan serius yang dimaksud maka Undang-undang tersebut telah melanggar konstitusi. Selanjutnya jika konstitusi mengamanatkan agar negara menjadi subyek utama yang harus memberikan jaminan, perlindungan dan kepastian hukum terhadap masyarakat namun Undang-undang tersebut justru terdapat celah kejahatan yang tidak tersentuh oleh hukum dan negara tidak bertindak untuk mengisi kekosongan hukum tersebut sama saja negara telah melakukan pembiaran terhadap kejahatan, maka Undang-undang tersebut bertentangan dengan konstitusi.

Oleh karena itu, keberlakuan Pasal 284 ayat (1), (2), (3), (4), (5), Pasal 285 dan Pasal 292 KUHP saat ini harus ditinjau agar tidak bertentangan dengan konstitusi dan harus disesuaikan berdasarkan amanat konstitusi agar mampu memberikan jaminan, perlindungan dan kepastian hukum bagi seluruh rakyat Indonesia.

“Di antara tanda dekatnya kedatangan hari kiamat adalah: hilangnya ilmu, menonjolnya kebodohan, merajalelanya alkohol (minuman keras) dan maraknya zina.” (HR. Al Bukhari). (dakwatuna.com/hdn)

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Advokat/Konsultan Hukum. Bekerja di salah satu law firm di Jakarta.

Lihat Juga

Grand Launching SALAM Teknologi Solusi Aman Covid-19 untuk Masjid

Figure
Organization