Topic
Home / Narasi Islam / Sosial / Tradisi “Saweran” Tetap Terjaga

Tradisi “Saweran” Tetap Terjaga

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (Sapto Prio Wawan Hadi Wibowo)
Ilustrasi. (Sapto Prio Wawan Hadi Wibowo)

dakwatuna.com – Tradisi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah adat kebiasaan turun – temurun dari nenek moyang yang masih dijalankan dalam masyarakat. Tradisi masih terasa dalam lingkungan masyarakat pedesaan yang masih memegang teguh pendirian suatu adat istiadat. Berbeda dengan masyarakat perkotaan yang telah lama meninggal tradisi atau sebuah adat istiadat yang biasa di jalankan oleh beberapa kelompok di pedesaan tertentu. Masyarakat kota telah bermetamorfosis menjadi kelompok yang modern, serba canggih dengan segala kemajuan teknologi yang sedang berkembang saat ini.

Tradisi saweran di daerah penempatanku yang kulihat sendiri, sebuah tradisi yang sejak dahulu hingga sekarang masih tetap dilaksanakan. Saweran masih banyak terjadi di daerah Jawa Barat dan Banten, alasannya sederhana saja, sebagai bentuk apresiasi atau penghargaan bagi para siswa yang telah berani tampil di depan orang banyak untuk mempertunjukkan karya seni mereka.

Saweran banyak diadakan saat menjelang acara kenaikan kelas dan perpisahan kelas 6. Ibarat kata, acara tersebut seperti hari lebaran saja, bagaimana tidak, kegiatan tersebut menyita perhatian hampir di seluruh penduduk desa yang berbondong – bondong mengunjungi sekolah tempat pelaksanaan kegiatan tersebut. Di enam daerah penempatan relawan pendidikan Sekolah Guru Indonesia Angakatan 7 Dompet Dhuafa, hanya 5 daerah yang melaksanakan kegiatan tersebut. Dan di penghujung tahun ajaran 2014/2015 ini, SDN Kutakarang 1, yang merupakan sekolah penempatanku mengadakan kegiatan kenaikan kelas dan perpisahan kelas 6 di mana dalam kegiatan tersebut ada tradisi saweran.

Kondisi siswa setiap kegiatan seperti ini merayakan hari lebaran, pakaian yang mereka gunakan serba baru, dan seluruh lingkungan sekolah seperti pasar malam saja, ramai dengan para pedagang yang menjajakan dagangannya. Masyarakat pun tak segan – segan untuk mengeluarkan receh uang mereka demi menyambut kegiatan tersebut dengan memberikan saweran kepada siswa yang tampil, terlebih lagi ketika siswa yang tampil tersebut merupakan keluarganya anak tetangga rumahnya, saweran yang diberikan beraneka ragam, mulai dari saweran uang koin, uang kertas dua ribuan hingga uang ratusan ribu di berikan. Bahkan ada beberapa orang yang memberikan saweran permen dan ada juga yang membuatnya menjadi sebuah gantungan layaknya karangan bunga yang di kalungkan dalam sebuah acara resmi kenegaraan menyambut duta besar negara tetangga.

Saat siswa tampil di atas pentas, di situlah mulai beraksi para orang tua atau penonton untuk memberikan sawerannya. Semakin heboh karya seni yang di bawakan oleh siswa tersebut, maka semaikn banyak pula ia mendapatkan saweran, namun bagusnya tradisi ini sama sekali tidak melanggar norma dan adat istiadat yang telah terjalin dari awal.

Kegiatan seperti ini berlangsung dari pagi hari hingga menjelang sore hari, tergantung bagaimana para guru dan komite sekolah mendesain bentuk acara kenaikan kelas dan perpisahan kelas 6 tersebut.

Semua hasil saweran yang terkumpul sebagai bentuk penghargaan yang di berikan oleh orang tua kepada para guru dan komite sekolah terkait dengan rasa syukur dan ucapan terima kasih telah membimbing dan mengajari anak mereka, begitulah yang aku pahami dari cerita beberapa orang guru di daerah penempatanku. Sehingga tak heran jika hasil yang di peroleh dari saweran tersebut hingga berjuta – juta banyaknya.

Namun, kegiatan ini di laksanakan hanya setahun sekali, itupun menunggu persetujuan dari warga saat rapat guru dan orang tua/wali murid berlangsung, agar tak ada kesalahpahaman yang terjadi.

Tradisi yang masih terjaga hingga sekarang, sebuah ajang untuk melatih para siswa berani untuk tampil di depan orang banyak, lebih percaya diri, dapat menyalurkan bakat dan kemampuannya, serta dijadikan ajang untuk menyatunya guru, komite skolah dan orang tua/wali murid. Sebagai tongak kesusksesan sebuah sekolah yang terdiri dari ketiga aspek tersebut, guru, komite dan masyarakat.

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Lihat Juga

Tradisi Ilmu dan Pendidikan antara Islam dan Barat

Figure
Organization