Topic
Home / Berita / Opini / Memperingati 67 Tahun Nakbah Palestina

Memperingati 67 Tahun Nakbah Palestina

Ratusan ribu pengungsi Palestina diusir Zionis pada tanggal 15 Mei 1948. (calsjp.com)
Ratusan ribu pengungsi Palestina diusir Zionis pada tanggal 15 Mei 1948. (calsjp.org)

Nakbah berasal dari kata bahasa arab yang berarti petaka atau bencana. Kata Nakbah disematkan oleh bangsa Palestina kepada hari dimana mereka terusir dari tanah kelahirannya. Hari memilukan itu terjadi pada tanggal 15 Mei 1948, atau 67 tahun silam. Kala itu ratusan ribu warga Palestina dipaksa keluar oleh Zionis Israel, sehingga mereka harus rela hidup sebagai pengungsi di negara-negara tetangga.

Ada tiga hal besar yang terjadi di hari Nakbah, pertama, dicabutnya nama Palestina secara geografis dan politik, kedua, berdirinya negara Israel, dan ketiga, mulai meletusnya perang pertama Arab-Israel.

Nakbah mengingatkan kejahatan militer Zionis mencaplok 80% tanah Palestina, kemudian mendeklarasikan berdirinya negara etnis Yahudi dengan nama Israel. Disamping itu, nakbah juga mengingatkan akan terpencarnya ratusan ribu jiwa warga Palestina setelah kota dan desa mereka dikosongkan oleh Israel. Sebagai mereka mengungsi ke Jalur Gaza, Tepi Barat, Sungai Yordania, dan ke beberapa lokasi lainnya di negara tertangga Arab seperti Yordania, Irak, Suriah dan Lebanon.

Dibalik Tragedi Nakbah

Jauh sebelum terjadinya peristiwa Nakbah, misi untuk menggelar pembersihan etnis sudah diagendakan jauh-jauh hari, bahkan sebelum Inggris menginjakkan kakinya di atas tanah Palestina. Adalah deklarasi Bailfour tahun 1917 yang menjadi bukti akan besarnya saham Inggris dalam mendirikan negara ‘Israel’ di atas tanah Palestina.

Deklarasi Balfour berisikan sebuah surat tertanggal 2 November 1917 dari Menlu Inggris kala itu; Arthur James Balfour, kepada Lord Rothschild, seorang pemimpin komunitas Yahudi Inggris, untuk dikirimkan kepada Federasi Zionis. Inti dari surat ini adalah pemerintah Inggris mendukung rencana Zionis yang akan membuat ‘tanah air’ bagi Yahudi di Palestina.

Sejak saat itu Inggris menyiapkan militernya dan menyerang Palestina yang masih berada di bawah Khilafah Turki Utsmani. Pasukan Inggris yang dipimpin oleh Jenderal Allenbi lalu melancarkan serangan di akhir Oktober 1917 dan berhasil menguasai Palestina hanya dalam waktu tiga bulan. Tentara Utsmani tak mampu menahan serangan Inggris, kondisinya militernya sangat lemah, terlebih setelah kalah dari perang dunia pertama.

Kemenangan ini memudahkan Yahudi untuk membuat gerakan bernama “Perwakilan Yahudi” yang berisikan berbagai partai dan tokoh Yahudi dan Zionis. Misi utama gerakan ini adalah membuat pintu masuk bagi Yahudi di luar Palestina, dan memaksa mereka untuk melakukan eksodus ke berbagai wilayah di Palestina yang sudah diduduki.

Berbagai upaya dilakukan untuk menyukseskan misi ini, diantaranya dengan membeli tanah milik warga Palestina, menyiapkan militer yang terlatih serta membangun wilayah sipil Yahudi yang mendapatkan pengawalan ketat militer.

Meletusnya Perlawanan

Niat busuk Zionis yang didukung Inggris ini diketahui warga Palestina, mereka tidak bisa membiarkan penjajahan tetap terjadi dan kaum Yahudi dari segala penjuru dikumpulkan di atas tanah wakaf umat Islam itu. Hadirlah seorang sosok pejuang bernama Syaikh Izzuddin Al-Qassam, yang memimpin perlawanan rakyat Palestina menentang penjajah Inggris dan Zionis.

Dalam sebuah pertempuran Syaikh Izzuddin syahid ditembus timah panah penjajah Inggris. Namun demikian perlawanan rakyat tidak mengenal kata surut, dan terus melakukan perlawanan hingga meletuslah revolusi rakyat pada tahun 1936. Rakyat bahu membahu mengadakan perlawanan. Namun sayang, kekuatan tidak berimbang dan revolusi hanya bertahan selama tiga tahun.

Bersamaan dengan berakhirnya perang dunia kedua, Inggris mengembalikan permasalahan Palestina kepada PBB, setelah sebelumnya dikondisikan secara sempurna penyerahan Palestina kepada Perwakilan Yahudi baik secara militer, politik, ekonomi dan urusan imigran. Inggris seakan ingin ‘cuci tangan’, tidak ingin larut dalam perseteruan dengan bangsa Palestina dan umat Islam.

Pada tanggal 29 Nopember 1947 PBB mengeluarkan resolusi yang isinya menafikan adanya penjajahan terhadap Palestina. Lembaga internasional yang diatur Amerika ini membagi Palestina ke dalam tiga bagian yaitu: 54.7% untuk Yahudi, 44.8% untuk Palestina, 0.5% (Al-Quds) untuk wilayah International.

Perang Arab-Israel

Keputusan PBB melalui resolusi 181 ini mengundang reaksi keras dari umat Islam. Negara-negara Arab kemudian menggelar pertemuan di Kairo, Mesir pada tanggal 8-17 Desember 1947. Mereka menegaskan bahwa pembagian Palestina tidak sah dan menyalahi UU Internasional. Negara Arab kemudian bersepakat mengumpulkan 10.000 senjata, 3000 orang relawan yang kemudian dikenal dengan nama Tentara Penyelamat, dan memberikan dukungan dana sebesar satu juta poundsterling. Mereka bersiapa akan menyerang Zionis namun setelah Inggris keluar dari Palestina.

Zionis yang seakan telah mendapatkan lampu hijau dari PBB, melakukan beragam tindak kejahatan. Rakyat Palestina yang menjadi target pembantaian hanya mampu melawan dengan senjata seadanya, sedangan Zionis Israel memiliki persenjataan yang canggih karena mendapat dukungan dari Amerika.

Kejahatan Zionis semakin menjadi, siang dan malam rakyat Palestina diburu dan dipaksa keluar dari rumahnya dan pergi meninggalkan tanah Palestina. Mereka hanya diberikan dua pilihan, tinggal rumah mereka dan tanah Palestina atau mereka akan diberondong peluru pasukan Zionis. Mereka membunuh warga Palestina tanpa pandang bulu, termasuk di dalamnya anak-anak, wanita dan orang tua. Zionis benar-benar telah melakukan pembersihan etnis.

Puncak dari itu semua adalah tanggal 15 Mei 1948, satu hari setelah Inggris angkat kaki dari bumi Palestina. Pada hari itu Zionis mendeklarasikan berdirinya negara ‘Israel’ yang serta merta membuat umat Islam dan bangsa Arab murka. Negara-negara Arab akhirnya melancarkan serangan militer untuk membebaskan Palestina dari cengkraman Yahudi.

Apa yang dilakukan oleh aliansi Arab ini sudah dibaca sejak lama oleh Zionis. Sehingga sejak tahun 1945 mereka sudah bersiap untuk menghadapi pertempuran. Ketika keputusan pembagian Palestina disahkan PBB, Zionis mengumpulkan seluruh pemudanya yang berusia 17-25 tahun untuk mengikuti latihan militer guna mempertahan lokasi strategis paska deklarasi negara Yahudi nanti.

Selama pertempuran berlangsung, Aliansi negara Arab ternyata tidak mampu mengimbangi kekuatan Israel yang disokong oleh Barat. Zionis justru berhasil meledakkan desa-desa Palestina dan rumah-rumah mereka, lebih dari 600 desa Palestina hancur dan penghuninya diusir. Kota-kota besar di Palestina kala itu jatuh ke tangan Zionis, dan rakyat terus mendapat serangan bertubi-tubi. Data menunjukkan sebanyak 800.000 warga Palestina dibantai Yahudi sejak hari nakbah, dan hampir satu juta dari penduduknya mengungsi.

Perang Arab-Israel yang dimulai 15 Mei 1948 itu berakhir pada tanggal 3 Maret 1949, bersamaan dengan diterimanya Israel oleh DK PBB sebagai anggota penuh dan negara-negara Arab meneriman gencatan senjata.

Nakbah Berlanjut

Apa yang dilihat oleh Palestina saat ini merupakan kelanjutan dari agenda berdirinya negara Yahudi di setiap jengkal tanah Palestina. Banyak pihak terkecoh dengan kondisi yang terjadi di Palestina, mereka hanya fokus kepada dua wilayah yang tersisa; Tepi Barat yang ada masjid Al-Aqsha di dalamnya dan Jalur Gaza. Padahal warga Palestina yang bertahan di atas tanah Palestina yang diduduki Zionis di tahun 1948, hingga kini juga mengalami penindasan serupa.

Warga Palestina yang berada di tanah Palestina 48, hidup tertindas di bawah hukum rasis Yahudi, sedangkan yang di Tepi Barat, 60% wilayahnya dikelilingi oleh tembok rasis, dan yang berada di Jalur Gaza, mereka hidup di bawah blokade selama bertahun-tahun.

Dengan demikian Nakbah bukan hanya terjadi pada tanggal 15 Mei 1948 saja, namun juga masih terjadi hingga sekarang. Berdasarkan data UNRWA-PBB, pada tahun 2013 tercatat sebanyak 5.271.893 orang Palestina menjadi pengungsi sejak Nakbah terjadi. Mereka kini tersebar di kamp pengungsian yang ada di Yordania, Lebanon, Suriah dan dua wilayah di Palestina; Tepi Barat dan Jalur Gaza. Kini mereka menuntut hak kembali ke tanah Palestina, sembari bertahan hidup di kamp-kamp pengungsiaan. Wallahul Musta’an.

Redaktur: Muh. Syarief

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Alumnus Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir. Peneliti di Pusat Studi Islam Wasathiyah dan Aktivis Palestina di LSM Asia-Pacific Community For Palestine

Lihat Juga

Opick: Jangan Berhenti Bantu Rakyat Palestina!

Figure
Organization