Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Sudahkah Kita Berpikir?

Sudahkah Kita Berpikir?

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (inet)
Ilustrasi. (inet)

dakwatuna.com – Berpikir? Yakinkah selama ini telah menggunakan akal kita dengan sebaik-baiknya untuk berpikir? apa sebenarnya yang dimaksud dengan berpikir? Kita disebut berpikir saat kita menyimpan, mengingat hingga menganalisis suatu informasi. Poin terpentingnya adalah menganilisis, maka saat diri kita hanya membaca tanpa menganalisis, menulis tanpa mengolah, kita belum melakukan hal yang disebut berpikir.

QS Al-Mu’minun: 78, menyebutkan bahwa manusia pertama kali mampu mendengar, melihat dan diikuti dengan bersyukur. Mengapa bersyukur? Tahapan bersyukur tertinggi manusia adalah saat dia mengoptimalkan segala daya upaya untuk menggunakan segala sesuatu yang telah diberikan Allah kepada kita.

Iqra’, sebuah perintah yang mengandung makna sebenarnya yaitu mengumpulkan hal-hal yang berserakan. Lalu mengapa sering dikaitkan dengan membaca? Bayangkan, satu huruf yang disambung dengan huruf lainnya menjadi sebuah kata, disambung lagi menjadi sebiah kalimat, lambat laun menjadi paragraf. Agar dapat menyambungkan semua itu, sangat diperlukan proses berpikir. Bismirobbikal ladzi kholaq. Hal ini selalu mengingatkan kita untuk memulai proses berpikir harus melalui sudut pandang Allah. harus selalu menyandarkan ilmu kita pada ilmu Allah.

Ingatkah siapa itu Nabi Muhammad? Beliau merupakan seorang yang tidak dapat membaca maupun menulis. Lalu mengapa wahyu yang pertama kali turun mengharuskan beliau untuk membaca? Bukankah itu sangat berat untuknya? Di sinilah yang Allah ingin ajarkan pada kita semua. Bahwa membaca bukan sekadar menghimpun huruf demi huruf, lebih daripada itu adalah menghimpun fenomena-fenomena aalam dan sosial yang terjadi.

Jiwa adalah bisikan hawa nafsu dan yang bisa meredam jiwa adalah akal. Maka manusia harus senantiasa menyeimbangkan keduanya, tidak timpang pada salah satu sisi saja. Saat akal terlalu berat ataupun terlalu lemah maka hati tak dapat diredam dengan baik. Mengetahui betapa rapuhnya jiwa kita sebagai manusia, untuk itu, proses berpikir harus senantiasa dilakukan manusia untuk menyeimbangkan kapasitas akal kita.

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Mahasiswi FK UGM 2013, Santri PPSDMS NURUL FIKRI REGIONAL 3 YOGYAKARTA.

Lihat Juga

Kaum Munafik dan Perang Pemikiran

Figure
Organization