Topic
Home / Berita / Silaturahim / Workshop Sirah Nabawiyah Angkatan II: “Jangan Mencontoh Rasul Sebatas yang Enak-Enak Saja”

Workshop Sirah Nabawiyah Angkatan II: “Jangan Mencontoh Rasul Sebatas yang Enak-Enak Saja”

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Workshop Sirah Nabawiyah angkatan II, MM IPB Bogor, Ahad (23/11/2014). (Dena Karyanto)
Workshop Sirah Nabawiyah angkatan II, MM IPB Bogor, Ahad (23/11/2014). (Dena Karyanto)

dakwatuna.com – Event Organizer For Us kembali menggelar Workshop Sirah Nabawiyah. Dihadiri 108 peserta, angkatan II Workshop Sirah kali ini kembali dilaksanakan di Aula Masjid al-Ghifari MMB IPB Bogor, Ahad (23/11/2014). Sebelumnya telah digelar Workshop Sirah Angkatan I di tempat yang sama pada akhir September lalu. Pada angkatan II ini hadir sebagai pemateri tiga ustadz yang pakar di bidang sirah; Ustadz Hepi Andi Bastoni, Ustadz Ahmad Musyaddad, dan Ustadz Sofyan Tsauri.

Tampil sebagai pemateri pertama Hepi Andi Bastoni. Ustadz yang sejak tahun 2000 telah menggeluti bidang sirah nabawiyah dan telah melahirkan 52 judul buku ini menguraikan panjang tentang alasan mengapa umat Islam harus belajar sirah. Menurut alumni Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab (LIPIA) Jakarta yang juga sempat menuntaskan program pascasarjananya di Universitas Ibnu Khaldun (UIKA) dengan nilai cumlaude ini, ada lima alasan mengapa sirah harus dipelajari.

Pertama, untuk mengenal Nabi saw secara utuh. “Banyak di antara kita yang bahkan curriculum vitae Nabi saw saja tidak hafal,” ujar ayah lima anak ini. Ia mengawali presentasinya dengan memberikan 20 pertanyaan kepada para peserta. Seperti yang ia duga, dari semua peserta yang hadir, hanya satu peserta yang bisa menjawab benar sebanyak 18 pertanyaan. Sisanya tak lebih dari enam pertanyaan yang bisa dijawab. Bahkan, tidak sedikit yang hanya mampu menjawab tiga pertanyaan. “Ini menunjukkan bahwa kita harus belajar sirah,” ujarnya.

Kedua, agar kita bisa meneladani Nabi saw. “Sayangnya, keteladanan kita terhadap Nabi saw kadang sebatas yang enak-enak saja,” ungkap penulis buku 365 Soal Jawab Sirah Nabawiyah ini. “Giliran poligami ngakunya mencontoh Nabi saw. Tapi tahajudnya, sedekahnya dan ibadah lain tidak,” tegasnya. Padahal, Nabi saw itu memberikan keteladanan kepada kita dari beragam sisi.

Ketiga, untuk menambah wawasan dan pengetahuan Islam. Kehidupan Nabi saw dan para sahabatnya memberikan banyak sekali keteladanan. Hepi Andi mencontohkan, “Umar bin Khaththab sebagai sosok seorang negarawan sejati. Khalid bin Walid, seorang panglima tak terkalahkan. Amr bin Ash seorang ahli diplomasi yang mampu menaklukkan Mesir tanpa pertumpahan darah sedikit pun. Masih banyak lagi yang lainnya.”  Hepi Andi sendiri pernah menulis buku khusus tentang sosok Muawiyah bin Abi Sufyan yang diangkat dari tesisnya  dengan judul Wajah Politik Muawiyah bin Abi Sufyan. “Jadi, kita ingin belajar bidang apa saja, ada teladannya dari Nabi saw dan para sahabat,” ujarnya.

Keempat, untuk memudahkan kita memahami Al-Quran dan hadits. “Dengan kedudukannya sama seperti hadits, maka sirah nabawiyah akan membantu kita memahami Al-Quran,” ujar Hepi Andi. Menurut penulis buku 101 Sahabat Nabi ini, rasanya susah kita memahami surah al-Anfal jika kita tak pernah membaca  sejarah Perang Badar. Kita juga akan sulit menelaah surah al-Fath jika tak pernah membaca kisah Perjanjian Hudaibiyah. Karena itu diperlukan sirah untuk memudahkan memahami Al-Quran dan Hadits.

Kelima, dengan membaca sirah kita akan makin yakin bahwa ajaran Islam itu bukan khayalan atau kumpulan teori yang hanya ada di atas kertas. “Syariat Islam pernah dilaksanakan di era Nabi saw dan para sahabatnya dengan sempurna dan mendatangkan kebaikan buat manusia,” imbuh Hepi Andi.

Pemateri kedua Ustadz Ahmad Musyaddad. Alumnus LIPIA yang kini sedang melanjutkan program doktornya di UIKA ini banyak bicara tentang kiat praktis belajar sirah nabawiyah. Mengutip sebagian pendapat Prof Dr Raghib as-Sirjani, ustadz kelahiran Lombok ini menguraikan beberapa kiat praktis belajar sirah. Antara lain: mulailah bacaan dari buku sirah yang utuh. Ia mencontohkan buku karya Shafiyurahman al-Mubarakfuri yang berjudul ar-Rahiqul Makhtum. Menurutnya, buku ini sangat tepat untuk pemula karena memaparkan sejarah Nabi saw secara utuh dan sedikit analisa. “Setelah itu, bacalah buku yang memberikan ibrah dan pelajaran. Misalnya buku Fiqhus Sirah karangan Dr Ramadhan al-Buthi,” tambah Ustadz Ahmad Musyaddad. Dengan membaca buku ini kita tidak hanya membaca sejarah tapi juga mendapat pelajaran.

Tahap selanjutnya adalah membaca buku analisa. Ia mencontohkan karya Dr Munir Muhammad Ghadhban yang berjudul al-Manhaj al-Haraki. Buku ini memberikan analisa yang sangat tajam dari perspektif pergerakan. “Sangat menarik untuk dibaca,” ujarnya.

Namun selain buku-buku tersebut jangan lupakan buku-buku tafsir. Ustadz Ahmad Musyaddad memberikan beberapa alternatif buku tafsir. Antara lain Tafsir ath-Thabari, Tafsir Ibnu Katsir dan Tafsir fi Zhilalil Qur’an. Untuk yang terakhir ini, Ustadz Ahmad Musyaddad punya kenangan tersendiri. Ia mengaku pernah diceritakan salah seorang dosennya. Ketika akan mengajar tafsir, sang dosen biasanya menyempatkan untuk membaca tujuh atau delapan kitab tafsir lebih dulu. Dan uniknya, sang dosen akan melahap beberapa kitab tafsir tersebut kecuali tafsir Fi Zhilalil Qur’an. Kitab karya Sayyid Quthb ini dibaca paling akhir. Sebab, dengan membaca kitab ini akan membuat makna Al-Quran menjadi lebih hidup dan tidak ada di kitab tafsir lainnya.

Tampil juga sebagai keynote speaker dalam acara ini Ustadz Sofyan Tsauri. Alumnus Universitas al-Azhar Kairo Mesir ini menekankan pentingnya belajar sirah dan meneladani Nabi saw. Ia menyayangkan sebagian umat Islam yang sering meneladani nabi dari sisi terbatas. “Ada umat Islam yang hanya mencontoh Nabi saw dari pakaiannya saja. Sedangkan dari akhlaknya tidak. Ada juga yang meneladani Nabi saw dari sisi bisnisnya tapi tidak dari sisi ibadahnya,” imbuh Ketua Pembimbing Haji dan Umrah PT al-Utsmaniyah ini. Karena itu ia berharap peserta untuk kembali ke sirah.

Di sesi terakhir, kembali hadir Ustadz Hepi Andi Bastoni. Di pamungkas acara, ia berbagi kiat bagaimana mengajarkan sirah kepada para murid, binaan atau bahkan anak-anak. Menurutnya, ada dua metode pengajaran sirah. “Pertama, ajarkan sirah berdasarkan kronologi peristiwa secara berurutan. Kedua, ajarkan sirah berdasarkan tema,” ujarnya.

Untuk memudahkan belajar dan mengajar sirah, seluruh peserta dibekali dua DVD. Yakni, DVD Film Umar bin Khaththab 30 episode full versi subtitle Indonesia lengkap dan DVD Materi 28 file power point serta slide 15 biografi sahabat Nabi dilengkapi dengan file movie masing-masing sahabat nabi. Selain itu, para peserta juga mendapatkan buku 365 Soal Jawab Sirah Nabawiyah bertanda tangan langsung dari Hepi Andi Bastoni, penulisnya.

Usai acara, para peserta diberikan kesempatan untuk foto bersama. Yang menarik, pada acara kali ini, peserta yang hadir tak hanya dari Bogor. Beberapa di antaranya datang dari Bekasi, Depok dan Cikarang. Dari sisi usia, juga sangat beragam. Bahkan, ada dua peserta yang usianya di atas 70 tahun tapi tetap semangat mengikuti acara hingga tuntas dan puas. Antusiasme peserta begitu tampak. Seorang peserta asal Semplak Bogor Barat, bahkan minta waktu kepada Ustadz Hepi Andi Bastoni untuk belajar sirah secara private. “Sementara kami belum membuka private. Tapi jika ingin belajar lebih lanjut, silakan ikuti kajian Ustadz Hepi Andi di beberapa tempat,” ujar Ketua Panitia Ahmad Syaifillah.

Melihat antusiasme para peserta, dalam waktu dekat akan kembali digelar angkatan III Workshop Sirah Nabawiyah. “Kemungkinan angkatan III akan dilaksanakan di Cibinong Kabupaten Bogor. Kecuali ada permintaan dari luar kota, kami siap,” ungkap Ahmad Syaifillah. Jadi, tunggu saja tanggal mainnya!

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

For Us.

Lihat Juga

ICMI Rusia Gelar Workshop Penulisan Bersama Asma Nadia

Figure
Organization