Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Titik Nadir

Titik Nadir

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (hqdesktop.net)
Ilustrasi. (hqdesktop.net)

dakwatuna.com – Ada yang hidup dalam kemiskinan, ada pula yang hidup dalam kegelimangan harta. Ada yang terlahir cacat, ada pula yang terlahir sempurna. Ada yang masih kekanak-kanakan, ada pula yang sudah dewasa. Semuanya masih dalam paket takdir Allah SWT. Tapi jangan sampai diri kita berpersepsi bahwa miskin itu musibah, sedangkan menjadi seorang kaya raya merupakan anugerah. Karena bisa saja Allah merencanakan yang sebaliknya.

Mari belajar dari tokoh revolusioner Indonesia, yaitu presiden Soekarno. Bung Karno merupakan seorang keturunan Jawa dan Bali. Beliau dilahirkan di pulau Jawa. Bung Karno merupakan sosok yang sangat rasional. Kerasionalan bung Karno-lah yang menjawab, mengapa bung Karno termasuk pemimpin yang sangat berani dalam mengambil keputusan. Terutama saat perjuangan kemerdekaan Indonesia. Karena di situlah keunggulan menjadi pribadi yang rasional, di mana keputusan yang diambil semakin menjauh dari faktor-faktor subjektif yang melekat dalam diri.

Ibu bung Karno bernama Idayu, beliau merupakan keturunan bangsawan di Bali. Sedangkan ayah bung Karno bernama Raden Sukemi Sosrodiharjo, yang memiliki garis keturunan dari Sultan Kediri. Jadi bung Karno memiliki ‘darah biru’ di dalam dirinya. Keluarga bung Karno tergolong keluarga yang miskin di desanya. Ayah bung Karno merupakan seorang guru, yang memiliki gaji pas-pasan. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja pun, terkadang sulit. Dan bisa dikatakan, bahwa masa kecil bung Karno sedang berada pada titik nadirnya. Serba sulit, serba terbatas, dan serba mahal bagi keluarga pribumi seperti bung Karno.

Titik nadir bung Karno semasa kecil-lah yang kemudian membentuk karakter bung Karno sehingga bisa menjadi tokoh revolusioner Indonesia. Faktanya, ayah bung Karno tergolong keras dalam mendidik anak-anaknya. Dengan latar belakang sebagai seorang guru, sang ayah sering melatih bung Karno untuk giat membaca dan menulis. Ketekunan ayahnya dalam mendidik bung Karno hingga rajin membaca dan menulis, semakin terejawantahkan ketika bung Karno baru tersadar, bahwa dirinya sangat berbakat dalam berpidato. Lengkap sudah modal dasar untuk menjadi seorang pemimpin.

Bahkan semasa bersekolah, ayahnya mencita-citakan agar bung Karno dapat bersekolah di sekolah tinggi Belanda. Karena pada saat itu, pendidikan untuk pribumi hanya sampai kelas lima. Tidak ada lanjutannya. Dengan segala keterbatasan ekonomi yang ada, sang ayah siap menanggung segala resiko. Segala kemampuan dikerahkan, demi mencerahkan masa depan bung Karno.

Bung Karno memiliki hal yang jarang dimiliki oleh pemimpin, yaitu Kharisma. Selain kharisma natural yang melekat, budaya membaca yang dibangun oleh sang ayah, membuat bung Karno berpengetahuan luas. Lebih hebatnya lagi, bung Karno menjadi menguasai banyak bahasa. Budaya menulis membuat bung Karno menggenggam erat pengetahuan yang didapatnya. Sehingga tulisan-tulisannya, menjadi pembakar semangat rakyat Indonesia. Dan kemampuan hebatnya dalam berpidato, semakin meneguhkan kapasitasnya sebagai seorang pemimpin. Karena orasi bung Karno-lah yang menyalakan semangat perjuangan melawan penjajahan. Sehingga tak ayal, jika bung Karno dapat mempengaruhi kaum intelektual, hingga rakyat Indonesia secara keseluruhan dengan baik.

Di sinilah hikmah ketika titik nadir, malah membuat seseorang menjadi berkarakter kuat. Di sinilah hikmah ketika keadaan miskin, malah menyulutkan semangat belajar yang tinggi. Di sini pulalah hikmah, bahwa kita harus menjadi orang yang merdeka. Itu semua merupakan ajaran fundamental di dalam Islam. Tinggal kitanya sendiri yang meramu kepahlawanan seorang bung Karno dalam bait kisah kepemimpinan surgawi. Agar kita tidak salah menduga, bahwa titik nadir kehidupan, terkadang menjadi cara Allah swt. untuk ‘mentarbiyah’ kita menjadi pribadi yang tangguh.

 

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Mahasiswa Hubungan Internasional, FISIP UIN Jakarta.

Lihat Juga

ICMI Rusia Gelar Workshop Penulisan Bersama Asma Nadia

Figure
Organization